HUKRIM

Hutan KPH Batu Lanteh Rawan Gangguan

NUSRAMEDIA, SUMBAWA — Wilayah pengelolaan KPH Puncak Ngengas Batu Lanteh, diakui sangat rawan terhadap gangguan aktifitas illegal logging, perambahan hutan dan kegiatan lainnya.

Kondisi tersebut disebabkan tekanan ekonomi, sosial dan  budaya masyarakat disekitar kawasan hutan.

“Wilayah kerja kami, dari sekitar lokasi Kecamatan Lopok sampai Kecamatan Alas Barat. Dan kondisi wilayah pengelolaan kami sangat berpotensi kerawanan. Gangguan mulai dari illegal logging, perambahan hutan hingga akupasi. Kondisi tersebut disebabkan kondisi demografi yang berada di sekitar pemukiman yang kemudian menimbulkan tekanan sosial, ekonomi dan budaya,” kata Dadan Koeswardhana, Kepala KPH Puncak Ngegas Batu Lanteh, di DPRD Sumbawa, Rabu 19 September 2018.

Menurutnya, kepentingan masyarakt tersebut terhadap hutan negara, sumber daya hutan harus dikelolah dengan baik. Untuk menekan tingkat kerawanan gangguan hutan oleh masyarakat sekitar kawasan hutan.

“Kami sudah siapkan rekgulasi terkait pengeloaan kepentingan tersebut. Misalnya dngan perarturan menteri tentang perhutanan sosisal. Kemudian tentang kondisi perizinan pamanfatan kawasan, perizinan pemanfaatan sumberdaya hutan. Apakah hasil hutan kayu ataupun bukan hasil hutan kayu,” ungkapnya.

Saat ini, KPH Puncak Ngengas Batulanteh telah membangun kemitraan dan kerjasama dengan beberapa kelompok masyarakat yang dijadikan sebagai mitra. “Dalam prosesnya, sampai hari ini sudah ada empat kelompok kemitraan yang bisa mendapatkan fasilitas program kegiatan, ada dua kelompok yang difasilitasi melalui bank pesona. Jadi berupa bantuan untuk kegiatan produktifitas dalam hal pemanfaata pengelolaan sumber daya hutan yang ada. Apakah itu kopi, madu, kemiri, wisata alam, hasil hutan lainnya seperti kayumanis,” jelasnya.

Diakui, pemanfaatan potensi hutan yang baik belum dikelolah masyarakat secara tersistematis. Mulai dari ketersediaan, suplay hingga pengeloalan permintaan. Sebab, pembangunan pengelolaan hutan yang baik musti berasaskan berkelanjutan.

“Kami tidak ingin sesuatu itu kondisinya hanya sporadik, hanya bersifat dadakan dengan volume tertentu, tapi tidak ada kelanjutannya. Inilah yang sedang kami rintis dengan para pihakperusahaan sebagai pengelolah diwilayah hilir, dan masyarakat juga,” katanya.

Ditegaskan, intensitas masyarakat dalam melakukan pengelolaan masih terkendala pengetahuan dan pemahaman yang belum merata. Sehingga tengah diupayakan membangun koordinasi dengan pihak terkait termasuk Dispopar dan Diskopar UKM.

“Agar keroyok masyarakat dengan program kegiatan dalam satu wadah, yaitu kelompok masyarakat, tani, usaha. Pemanfaatannya seperti apa, pengelolaannya seperti apa, kemudian baru kita bicara pasar. Kami duduk sebagai penyelaras, fasilitator, dan berupaya membangun pengetahuan agar optimal membangun sumber daya alam melalui pendekatan budaya. Bukan kodnisi yang baru, namun merupakan kebiasaaan yang ada di masyarakat sumbawa,” jelasnya. (NM2)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini