NUSRAMEDIA.COM, SUMBAWA – Nampaknya, Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat masih terjadi beda penafsiran terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 123 tahun 2017, terkait penetapan batas kedua daerah.
Sehingga atas inisiatif Pemprov NTB, kedua kabupaten kembali bertemu di Kemendagri 13 November lalu. “Yang kita konsultasikan ke kemendagri tanggal 13 November itu, atas ajakan provinsi. Permen itu tidak berubah, akan dirubah redaksi agar tidak ada perbedaan penafsiran. Itu yang kita tanya ke menteri, KSB juga hadir di Kemendagri,” kata Muhammad Ikhsan, Asisten I (Pemerintahan dan Kesra) Kabupaten Sumbawa, kepada NUSRAMEDIA.COM saat ditemui di ruang kerjanya, Jum`at (23/11).
Menurutnya, klausul yang akan dirubah susunan redaksinya yakni, Pasal 2 (Angka) 2, tanpa merubah peta batas yang telah ditetapkan. “Direktur Batas Wilayah meragukan bunyi, bukan petanya ya. Agar tidak ada beda pemahaman lagi, maka rekdaksinya mau dirubah. Itu di pasal 2 angka dua itu, mau ditinjau, tapi tidak merubah peta,” ungkapnya.
Diungkapkan, dalam Permendagri nomor 123 tahun 2017 ditetapkan, Titik Koordinat (TK) I garis batas, terletak 500 meter dari Pilar Acuan Batas Utama (PABU) A. Kemudian ditafsirkan oleh KSB, PABU A merupakan titik garis batas wilayah.
“Mereka memahami dalam kepusan itu, garis batas itu ada di PABU A. Padahal disana disebutkan, PABU A itu adalah titik acuan, tidak disebutkan sebagai titik batas. Padahal disebutkan, titik batas itu 500 meter ke barat, atau PABU A terletak 500 meter dari titik batas ke tenggara. Itu yang jadi perdebatan, mereka bilang titik batas itu di PABU A. Padahal PABU A itu, pilar acuan, bukan titik batas,” tegasnya.
Dikatakan, dengan keluarnya Permendagri tersebut, persoalan titik batas tersebut seharusnya telah tuntas. Namun pada saat tinjau lapangan untuk menentukan titik batas sesuai keputusan menteri, KSB tidak menerima keputusan tersebut.
“Begitu keluar permendagri, kita anggap sudah selesai. kemudian kita tinjau lapangan untuk tentukan titik batas sesuai dengan keputusan menteri, tahu-tahu orang KSB tidak mau terima pengambilan titik koordinat yang dilakukan sekitar februari lalu. Karena sebagai lampiran di permen itu, hasil dari pengambilan titik di lapangan. Kemudian kita mau pasang pal batas. Pal batas itu merupakan kewajiban masing-masing daerah untuk melakukan itu. Begitu kita mau pasang, kita sudah bawah pilar batas, tidak terjadi kesepakatan,” jelasnya.
Selain itu, di Kemendagri juga mencuat persoalan batas laut yang mencakup Pulau Kalong dan Pulau Namo. Terhadap dua pulau tersebut, hingga saat ini belum ada penetapan atau masih berstatus Quo. “Disana juga mencuat masalah pulau kalong. Pulau kalong itu, belum ada ketetapan, kita juga setuju itu masih distatus Quo-kan,” katanya.
Ia mengungkapkan, di Pulau Kalong terdapat perusahaan mutiara yang beroperasi dengan izin dari Kabupaten Sumbawa. Sedangkan KSB mengklaim pulau kalong berdasarkan izin pengembalaan ternak di pulau tersebut sekitar tahun 1977.
“Mereka hanya membawa bukti sekitar tahun 1977. Dimana pimpinan Pondok Pesantren Al-Ikhlas, mengajukan memelihara kambing di Pulau Kalong Kecamatan Seteluk. Padahal yang menggarap pulau itu adalah orang mapin. Jadi ada kekeliruan administrasi dalam surat menyurat itu. Jadi itu yang mereka jadikan bukti, permohonan izin pelihara kambing,” katanya.
Sedangkan Kabupaten Sumbawa memiliki setidaknya 4 bukti peta. Pertama peta tahun 1916, dan terakhir peta wilayah Kecamatan Alas Barat Kabupaten Sumbawa, sebelum pemekaran KSB.
Sehingga ia menyebutkan, SK Gubernur NTB nomor 298 tahun 2009 yang menetapkan Pulau Kalong sebagai bagian dari KSB, merupakan pasal seludupan. Terlebih gubnernur tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan batas wilayah, selain Kemendagri.
“Peta terakhir adminstrasi wilayah sumbawa sebelum mekar. Jelas pulau kalong itu masuk ke kecamatan alas barat. Harusnya peta terakhir itu yang dijadikan acuan. Itulah kenapa SK gubernur itu, saya bilang pasal selundupan. Dan tidak bisa SK Gubernur mneyebutkan pulau kalong dan pulau namo adalah bagian dari KSB, atau wilayah KSB termasuk termasuk pulau kong dan pulau namo,” ucapnya.
Dijelaskan, SK gubernur tersebut pernah digugat oleh Kabupaten Sumbawa, dan oleh PTUN tidak diterima. Sebab, tersebut tidak final dan tidak memiliki kekuatan hukum. “Sampai sekarang, sudah terbit keputusan Kemendagri nomor 123, SK gubernur tahun 2009 itu masih saja diungkit-ungkit. Padahal itu tidak ada dasar hukumnya. Penetapan batas daerah itu harus lengkap berita acara sejak pengambilan titik koordinat. Dan setiap satu titik koordinat itu, harus ada persetujuan kedua belah pihak. SK gubernur itu, selundupan itu. Yang tidak pernah ada kesepakatan kedua belah pihak, tiba-tiba saja keluar. Makanya kita gugat waktu itu,” ujarnya. (NM2)
