NUSRAMEDIA.COM, SUMBAWA – Bertempat di kantor camat Badas, Pusat Studi Hak Asasi Manusia Fakultas Hukum Universitas Mataram membentuk Komunitas Masyarakat Peduli Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Selasa (18/12). Komunitas tersebut dibentuk untuk masing-masing desa se Kecamatan Labuhan Badas, untuk memberikan penyadaran kepada masyarakat tentang Perdagangan orang.
Dr. Ani Suryani Hamzah, SH., M.Hum., Ketua Pusat Studi Hak Asasi Manusia Fakultas Hukum Universitas Mataram mengatakan, NTB termasuk salah satu daerah rawan tindak pidana perdagangan orang. Salah satunya melalui pengiriman TKW/TKI ke luar negeri.
“Kalau dibilang serawan apa, kita rawan. Memang bentuknya macam-macam. Yang paling mendekati itu, mendompleng pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. Dipengiriman itu yang kelihatan. Misalnya anak-anak bisa dikirim,” katanya.
Diungkapkan, masyarakat dijebak dalam penjualan orang, umumnya dengan tiga puluh proses, cara dan tujuan. “Misalnya dijanjikan gaji besar dengan bekerja ditempat ini, di tempat itu. Tapi faktanya berbanding terbalik. Mereka dieksploitasi. Dan yang paling mengerikan itu untuk prostitusi,” jelasnya.
Dicontohkan, calon korban anak-anak, dijanjikan sebagai pekerja seni atau penari diluar negeri. “Ada yang melalui duta seni. Dicari anak yang punya bakat dan minat menari. Tapi mereka bukan menari daerah, dijadikan penari telanjang, penari striptis,” ucapnya.
Kemudian, calon korban dijanjikan bekerja di toko. Padahal kenyataannya, dijadikan pajangan di dunia prostitusi. Serta, penjualan organ tubuh seperti ginjal dan mata.
“Karena ternyata organ tubuh dari daerah kita itu banyak diminati karena sehat-sehat. Kita kan masih makan sayur dari pekarangan, ikan masih segar-segar. Kita harus waspada. Karena perbuatan ini dianggap biasa oleh masyarakat. dianggap itulah takdir,” tuturnya.
Diungkapkan, selain daerah pengirim, NTB juga menjadi daerah penerima dan daerah transit. “kemudian kita menjadi penerima dengan adanya Senggigi di Lombok. Yang dikirim dari luar daerah untuk penyediaan (prostitusi) itu cukup besar. Selain itu, kita juga daerah transit. Orang yang dikirim daerah timur Indonesia misalnya NTT, mampir dulu di daerah kita sebelum dikirim,” jelasnya.
Modus yang digunakan sebagai daerah penerima, melalui bisnis hiburan termasuk proyek yang membutuhkan tenaga banyak. “Bahkan kita harus hati-hati dengan proyek yang membutuhkan pekerja. Dan Sumbawa dengan adanya perusahaan tambang dan pulau wisata,” ucapnya.
Dikatakan, golongan yang paling rentan eksploitasi adalah perempuan dan anak. Sedangkan laki-laki memungkinkan dalam hal organ tubuh. “Karena perempuan yang paling gampang. Diberikan tekanan psikologis sedemikian rupa, dan gampang diarahkan ke eksploitasi,” katanya.
Hadir dalam kegiatan tersebut antara lain Bupati Sumbawa yang diwakili asisten II, Kepala Dinas Tenaga kerja dan transmigrasi, camat Badas serta kepala desa se Kecamatan Labuhan Badas. (NM2)
