NUSRAMEDIA.COM, SUMBAWA — Usai seleksi CPNS 2018, Pemerintah pusat berencana membuka lowongan untuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Tes tersebut dilakukan untuk solusi guru honorer yang tidak dapat mengikuti Seleksi CPNS karena terkendala usia.
Namun hal ini mendapat sorotan dari Forum Guru dan Pegawai Tidak Tetap (GTT/PTT) Kabupaten Sumbawa.
Melalui perwakilannya, Rohani SH menyebutkan bahwa di dalam PP nomor 49 tahun 2018 tentang perekrutan P3K menyebutkan akan ada skema beberapa kali tes uji.
Namun tidak meneyebutkan secara spesifik tentang bagaimana skema yang mengatur tentang PTT. Di PP itu hanya tertera mengenai tenaga fungsional saja, tidak dengan tenaga struktural.
“Maka dari ini kita memuat sebuah pemetaan bahwa selain guru perlu diingat oleh pemerintah bahwa kami itu ada. Karena ada pegawai disekolah selain pendidik ada tenaga kependidikan, jadi berjalannya roda KBM di sekolah karena adanya PTT,” ujarnya kepada wartawan.
Rohani mengungkapkan, pihaknya telah berupaya memperjuangkan hal ini melalui forum GTT/PTT bahkan melakukan aksi demo menuntuk SK Bupati.
Sebab SK Bupati merupakan jalan lurus bagi kami menembus SK pengangkatan, tapi ternyata SK Bupati sumbawa tidak pernah ada.
Seiring perjalanan waktu, tiba-tiba terbit lagi PP nomor 49 tahun 2018. karena itulah, pihaknya menyuarakan tuntutan ini karena tidak disebut secara spesifik tentang keberadaan PTT.
“Jika kita berangkat dari kronologis terbitnya segala macam peraturan pemerintah dari dulu Katagori 1 (K1) SK pengangkatan, dari K1 PTT yang ada di bawah pemda, tapi PTT yang ada di tenaga kependidikan tidak tercover lantaran tidak memiliki SK bupati. saat itu yang diberikan SK Bupati khusus tenaga tukang kebun dan penjaga sekolah, tetapi tenaga adminstasi lainnya tidak ada,” papar Rohani.
Dari K1 tersebut, sambung Rohani, terbit lagi K2 karena dianggap ada honorer yang keteter dari pegangatan K1, dimana pengangkatan dilihat dari masa kerjanya.
Gelombang saya masa kerjanya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang saat itu guru bantu, guru kontrak, dan lain sebaginya.
Kemudian adanya terbit PP nomor 49 tahun 2018, PTT tidak punya posisi tawar di dalam aturan tersebut.
Karena itu, ia berharap keberpihakan pemerintah, bagaimana sistem yang berkeadilan untuk PTT, terlebih dengan masa kerja yang sudah mencapai hingga dua puluh tahun lebih.
“Ini yang kami harapkan jawaban dari pemerintah, kami akan dibagaimanakan, saya 22 tahun sudah mengabdi, akankah 22 tahun ke depan saya tetap seperti ini juga,” tanyanya.
“Jika ini tidak ada dan mentok sampai disini, maka kami akan berpikir ke tempat lain. tanpa lagi berkontrbusi, kerana kita juga bekerja untuk Negara. Tidak ada bedanya dengan PTT yang di lembaga pemerintan dengan yang di lembaga pendidikan, Karena kami masyarakat yang bekerja untuk Negara,” demikian Rohani. (NM3)
