NUSRAMEDIA.COM, MATARAM – DPRD Provinsi NTB kembali menggelar rapat paripurna, Rabu malam 14 November 2018. Adapun dua focus dari Rapat paripurna I ini, yaitu Pertama terkait Penjelasan Gubernur NTB Terhadap Nota Keuangan dan Raperda tentang APBD TA 2019.
Kedua, Saran dan Pendapat Badan Anggaran (Banggar) terhadap Nota Keuangan dan Raperda tentang APBD TA 2019. Rapat ini dipimpin langsung oleh Ketua DPRD NTB, Hj Baiq Isvie Rupaedah didamping Lalu Wirajaya dan H Abdul Hadi selaku Wakil Ketua DPRD setempat.
Provinsi NTB Sangat bergantung pada dana dari Pemerintah pusat. Hal itu terlihat dari fostur Rancangan Anggaran Pemerintah Daerah (RAPBD) tahun 2019, yang disampaikan Wakil Gubernur NTB, Hj Sitti Rohmi Djalilah dalam rapat paripurna Rabu malam (14/11).
Berdasarkan Nota Keuangan dan RAPBD 2019, dana yang diterima daerah dari pusat sebanyak dua kali lipat lebih, dibandingkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Dana perimbangan sebesar Rp 3,47 triliun. PAD ditargetkan mencapai Rp 1,68 triliun,” terang Gubernur dikutip dari penjelasannya, tadi malam.
Dana perimbangan atau dana dari pemerintah pusat jauh lebih besar mencapai Rp 1,79 triliun dibandingkan PAD. Apalagi nilai PAD berkurang sebesar Rp 85,61 miliar dibandingkan APBD Perubahan 2018. Kondisi tersebut, membuat pembangunan daerah sangat bergantung pada pemberian dari pusat.
Rapat paripurna tersebut, molor cukup lama sekitar 1,5 jam. Padahal, pembahasan tentang APBD sangat penting. Parahnya lagi, banyak anggota DPRD dan Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang tidak hadir.
Terkait PAD, pada berbagai kesempatan, Gubernur dan Wakil Gubernur NTB Zulkieflimansyah dan Sitti Rohmi Djalilah (Zul-Rohmi), selalu berbicara optimalisasi PAD. Namun pada realitanya, tahun pertama justru menurun.
Hasil retribusi daerah, yang seharusnya meningkat, justru menurun Rp 35,67 miliar. Berkurang hampir 60 persen menjadi Rp 23,80 miliar. Begitu juga dengan Lain-lain PAD yang sah. Terjadi penurunan sebesar Rp 100,53 miliar. “Lain-lain PAD yang sah direncanakan sebesar Rp 252,18 miliar,” kata Wagub.
Secara umum, RAPBD tahun 2019 juga anjlok cukup besar lebih dari setengah triliun dibandingkan APBD-P 2018. Hal seperti ini sangat jarang terjadi. Mengingat, biasanya APBD mengalami peningkatan setiap tahun.
APBD tahun 2019 direncanakan sebesar Rp 5,26 triliun lebih. Terdiri dari Total Pendapatan Daerah mencapai Rp 5,24 triliun. Artinya, terjadi penurunan mencapai Rp 102,37 miliar atau 1,91 persen. “Belanja Daerah direncanakan sebesar Rp 5,24 triliun. Berkurang sebesar Rp 534,39 miliar atau 9,25 persen dibandingkan APBD-P 2018 yang nilainya sebesar Rp 5,77 triliun,” tuturnya.
Total anggaran Pendapatan Daerah sebesar Rp 5,243 triliun. Sedangkan jumlah Belanja Daerah sebesar Rp 5,244 triliun. Maka RAPBD tahun anggaran 2019 mengalami defisit sebesar Rp 20,65 miliar. “Jumlah defisit anggaran tersebut, ditutupi dari pembiayaan Netto sebesar Rp 650 juta,” ucap Wagub.
Juru Bicara Badan Anggaran (Banggar) DPRD Provinsi NTB, H Humaidi menyorot tajam RAPBD tahun 2019. “Beberapa komponen naik, tapi secara keseluruhan Pendapatan Daerah menurun. Ada komponen sangat drastis menurun seperti Retribusi daerah. Banggar berpendapat kinerja eksekutif jauh dari harapan,” terangnya.
Politisi Partai Golkar ini menilai, PAD seharusnya meningkat. Apalagi pertumbuhan ekonomi NTB selalu dibanggakan karena cukup tinggi. Namun yang terjadi justru sebaliknya.
Dana transfer juga tidak memuaskan. Provinsi NTB sedang mengatasi bencana. Butuh dana besar untuk mempercepat rehabilitasi dan rekonstruksi sesuai kewenangan daerah. Namun faktanya, tidak ada penambahan anggaran secara signifikan. “Dana transfer harus bisa ditingkatkan,” pintanya.
Kontribusi BUMD juga menjadi sorotan. Seharusnya membantu daerah, justru menjadi beban. “Postur RAPBD, juga tidak populis. Belanja Langsung mestinya lebih besar. Tapi justru sebaliknya,” tandasnya.
Pimpinan DPRD Provinsi NTB, Hj Baiq Isvie Rupaedah sebelum menutup paripurna, menyampaikan aturan terbaru, bahwa dalam pembahasan RAPBD 2019 tidak ada lagi di tingkat komisi-komisi. (NM8)
