

NUSRAMEDIA.COM — Anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat, TGH Patompo Adnan menanggapi hasil rilis Badan Pusat Statistik (BPS) NTB terkait inflasi di NTB pada September 2023.
Menurut dia, persoalan inflasi harus dijadikan perhatian. Terutama dalam hal ini Penjabat (Pj) Gubernur NTB agar fokus bekerja secara maksimal dalam mengendalikan laju inflasi.
“Membaca rilis BPS Provinsi NTB, maka saya minta kepada Pj Gubernur agar fokus pada kerja mengendalikan laju inflasi ini,” pinta Legislator PKS yang duduk di Komisi V DPRD NTB tersebut, Jum’at (3/11/2023).
Ditegaskannya, persoalan ini menjadi sangat serius. Oleh karenanya, ia berharap Pj Gubernur NTB agar fokus menyikapi persoalan ini. Dengan harapan, ekonomi bisa stabil. “Ekonomi harus stabil,” tegasnya.
“Apalagi saat ini daya beli masyarakat memburuk. Salah satu akibat dari kemarau berkepanjangan. Air bersih jadi langka saat ini. Sekali lagi, (kami minta Pj Gubernur NTB) fokus pada stabilitas ekonomi,” imbuhnya.
Karena, dikatakan Ketua Fraksi PKS NTB itu, apabila stabilitas ekonomi terganggu, maka akan berdampak pada hal lainnya. “Jika stabilitas ekonomi terganggu, maka stabilitas sosial juga akan terganggu,” terangnya.
Mengingat kinerja Pj Gubernur akan dievaluasi setiap tiga bulan sekali oleh pihak pusat, maka ia mendorong Pj Gubernur NTB diminta fokus menyikapi berbagai persoalan di daerah.
“Waktu tinggal sedikit, pilihannya maju melaju atau diam layu. Karena itu, fokuslah,” demikian dorong TGH Patompo Adnan-Wakil Rakyat di Udayana jebolan asal Dapil Lombok Tengah tersebut.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) NTB mencatat inflasi pada September 2023 sebesar 2,29 persen. Angka inflasi ini lebih tinggi dibanding angka inflasi nasional tercatat sebesar 2,28 persen.
Dimana komoditas beras menjadi penyumbang inflasi bulan tersebut. Karena terjadinya kenaikan harga beras belum lama ini, sehingga mendorong naiknya angka inflasi NTB.
Kepala BPS NTB Wahyudin menerangkan, September 2023 inflasi year on year (y–on–y) gabungan dua kota (Mataram dan Kota Bima) sebesar 2,29 persen.
Yakni atau terjadi kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 112,24 pada September 2022 menjadi 114,82 pada September 2023. Komoditas yang dominan memberikan sumbangan inflasi m–to–m September 2023.
Antara lain beras, daging ayam ras, bensin, bahan bakar rumah tangga dan minyak goreng. Sedangkan komoditas yang memberikan sumbangan deflasi m–to– m, antara lain angkutan udara, bawang merah, telur ayam ras, cabai rawit, dan bawang putih.
“Komoditas penyumbang utama andil inflasi m to m beras sebesar 0,6782 persen, kemudian ada daging ayam ras sebesar 0,0714 persen, disusul BBM 0,0517 persen,” ujar Wahyudin, Senin (2/10/2023) lalu.
Selain itu, ada bahan bakar rumah tangga sebesar 0,0267 persen dan minyak goreng 0,0161 persen. Begitu secara y on y komoditas penyumbang utama inflasi masih beras paling tinggi yakni sebesar 1,1180 persen.
Kemudian rokok kretek filter 0,3253 persen, ada emas 0,1823 persen, rokok putih 0,1171 persen dan tarif air minum 0,0941 persen. “Sementara Komoditas yang dominan memberikan sumbangan inflasi y–on–y pada September 2023, antara lain beras, rokok kretek filter, emas perhiasan, rokok putih dan tarif air minum PAM,” katanya.
“Sedangkan komoditas sumbangan deflasi, ada tongkol diawetkan, cabai rawit, bawang merah, cabai merah dan ikan tongkol/ikan ambu ambu,” sambung Kepala BPS Provinsi NTB tersebut.
Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan dengan kenaikan indeks pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 4,05 persen.
Kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 2,78 persen; kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 2,27 persen, kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 1,95 persen.
Selanjutnya, ada kelompok transportasi sebesar 1,65 persen, kelompok pendidikan sebesar 1,56 persen. Kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 1,55 persen, kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 1,50 persen.
Selanjutnya kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 1,07 persen dan kelompok kesehatan sebesar 0,97 persen. Sedangkan penurunan indeks terjadi pada Kelompok Informasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan sebesar 0,32 persen. (red)













