LPBH PWNU Nusa Tenggara Barat bersama perwakilan warga Tambak Sari, Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat saat menggelar Jumpa Pers di Mataram. (Ist)

NUSRAMEDIA.COM — Demi rasa keadilan, Lembaga Penyuluh dan Bantuan Hukum (LPBH) PWNU Nusa Tenggara Barat akhirnya turun gunung membantu warga Desa Tambak Sari, Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB).

Mereka menuntut dan membela hak rakyat dalam membasmi maraknya dugaan mafia tanah umumnya di NTB, khususnya di Sumbawa Barat. Juru Bicara LPBH PWNU NTB, Sahril mengaku pihaknya telah menerima kuasa dari warga Tambak Sari.

“Kami dari tim advokasi menerima kuasa dan ingin menyampaikan bahwa ada sekitar 360-an KK yang ada di Tambak Sari menuntut kejelasan haknya. Karena ada sekitar 182 hektare tanah masyarakat (diduga telah) diambil alih,” tegasnya dalam Jumpa Pers, Sabtu (4/12) di Mataram.

Menurut dia, 360 KK di Desa Tambak Sari merasa terdzolimi, yang mana haknya diduga telah dirampas oleh sebuah perusahaan. “Sudah ada beberapa dokumen yang kami bawa. Ini kedzoliman, kami menantang memberantas dan membasmi mafia tanah masyarakat,” sesalnya.

LPBH PWNU NTB juga mengaku sangat menyesalkan sikap Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) NTB. Ini lantaran diduga telah mengeluarkan kembali sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) yang dinilai pihaknya tidak sesuai prosedur.

Baca Juga:  HGN Tahun 2025, Ketua DPRD Sumbawa Ajak Masyarakat Junjung Tinggi Peran Guru

Menyikapi persoalan ini, Sahril berharap negara/pemerintah pusat, terutama Kanwil BPN NTB, hingga pemerintah daerah agar hadir ditengah masyarakat. “Ini (persoalan) serius, maka harus ditindak. Kalau tidak, kami akan bertindak,” tegasnya.

“Negara harus hadir, terutama Kanwil BPN NTB, termasuk pemerintah daerah yang memiliki tanggungjawab, terutama Pemda KSB. Jika tidak diselesaikan, maka ini dzalim,” imbuh advokat bertubuh subur ini dengan tegas.

Tak hanya itu, pihaknya juga mendorong Menteri ATR/Kepala BPN dapat memantau persoalan yang terjadi di KSB. “Kami minta Menteri ATR/BPN harus memantau dan harus turun disini (Tambak Sari). Karena ada tanah masyarakat yang diambil alih,” kata Sahril.

“Kalau ini dibiarkan, maka patut kami pertanyakan. Presiden harus bentuk timsus (tim khusus) karena ada (dugaan) tanah rakyat diambil alih. Artinya harus ditindak lanjuti. Dan kami akan bersurat ke semuanya (presiden, kanwil bpn ntb, bupati dan gubernur),” demikian tegasnya lagi.

Baca Juga:  DPRD NTB Tolak Rencana Pemprov Beralih ke Mobil Listrik

Sementara itu, Habiburahman selaku advokat lainnya dari LPBH PWNU NTB mengungkapkan sekilas kronologis. Dimana masyarakat trans mendapatkan tanah ini dari pemerintah pusat dalam hal ini Kemenakertrans.

“Seharusnya menerima sertifikat hak milik atas nama masyarakat, tapi belum sampai ke tangan masyarakat pemiliknya,” ujarnya. Oleh karenanya, pihaknya menduga sertifikat itu sudah ‘ditelikung’ oleh sebuah perusahaan atas dasar hasil lelang.

“Jadi pertanyaan masyarakat, bagaimana mungkin bisa di lelang barang milik orang lain, tanpa atas dasar persetujuan. Dan sekarang (lahan) ditempati oleh perusahaan pemenang lelang,” katanya tanpa mengungkapkan secara jelas nama perusahaan tersebut.

“Masyarakat ini tidak pernah berhutang apapun dengan perusahaan itu. Jadi (lahan) di sertifikat secara massal. Ini ada apa?. Kok ada orang lain yang ngambil masyarakat belum menerima. Kalau ada hutang, maka baru bisa jadi jaminan, baru dilelang,” urainya lagi.

Meski demikian, pihaknya secara tegas meminta kepada pemerintah daerah atau instansi terkait agar sungguh-sungguh menyikapi dan menindak apabila ada kelompok-kelompok tertentu yang diduga ‘bermain’.

Baca Juga:  DPRD NTB Soroti Transparansi PDB

“Kami akan mengkonsolidasikan bersama dengan LBH dan NGO lainnya untuk kita luruskan agar tidak ada lagi masyarakat yang di dzolimi. Jangan bermain-main, keberadaan pemimpin itu harus pro rakyat,” pungkasnya.

Adapun Rustam selaku Ketua Komunitas yant dipercaya 360 KK sebagai perwakilan untuk bersuara. Menurut dia, warga sudah cukup susah dan tidak sanggup lagi menjadi buruh dan penonton dilahan mereka sendiri.

“Kami sudah tidak sanggup lagi menjadi buruh dan penonton dilahan kami sendiri. Lahan itu diberikan oleh pemerintah, tapi herannya kami dikuasai,” katanya sembari mengharapkan sentuhan nyata pemerintah atau pihak terkait dapat secara nyata hadir ditengah mereka untuk membantu menyikapi persoalan ini.

Hal senada juga disampaikan oleh Suhardi selaku Kepala Desa Tambak Sari, ia berharap pemerintah dalam hal ini Presiden dapat menyikapi sengketa atau konflik yang terjadi. Terutama dalam memberantas adanya dugaan mafia tanah di Desa Tambak Sari. “Kami akan memdampingi warga sampai ke Jakarta,” tutupnya. (red)