
NUSRAMEDIA.COM — Masyarakat yang meneladani pemikiran KH Abdurrahman Wahid atau biasa disapa Gus Dur yang tergabung dalam Komunitas Jaringan Gusdurian menawarkan pemikiran solutif, terkait ekologi lingkungan terutama di kampung-kampung perkotaan.
Mustasyar Pengurus Wilayah Nusa Tenggara Barat, sekaligus Rektor Universitas Mataram periode 2001-2009 Prof. Ir. H. Mansur Ma’shum, Ph.D menyebut banjir Juli kemarin menjadi alarm keras bagi kesiapan prasarana kota menghadapi cuaca ekstrem. Seruan itu, disampaikannya saat menjadi narasumber Podcast Bintang Dinas Kominfotik Provinsi NTB.
“Air hujan tak bisa mengalir sebagaimana seharusnya, karena saluran air menyempit. Terutama akibat pendangkalan dan faktor belum berhasilnya membangun kebiasaan baik, terkait sampah. Air mengalir bersama lumpur, dengan curah hujan tinggi,” tutur Profesor Ilmu Tanah tersebut.
Dirinya mendukung gagasan Gusdurian Kota Mataram, untuk mendorong keadilan ekologi pada kawasan kampung-kota. Selaras dengan pemikiran kekinian mengenai ekoteologi. “Perlu kerja sama yang baik antara berbagai pihak. Untuk merawat alam, dengan memahami bahwa tanah memerlukan pepohonan, agar tak tertekan. Kawasan aliran tidak mengalami pendangkalan,” urainya.
Pada kegiatan Podcast Bintang, Profesor Mansur Ma’shum sempat mengurai sekilas buku tentang dirinya: Tokoh Lintas Batas. Ditulis Prof. Nuriadi Sayip dan Dr. Muhammad Tahir. Didalamnya, terdapat kiprah dan pengabdian serta testimoni ragam tokoh yang menjadi sahabat, mentor, bahkan para akademisi sejawatnya.
Sementara itu, Koordinator Gusdurian Kota Mataram Muhammad F. Hafiz, SH menilai pemukiman perkotaan sejatinya terbagi menjadi dua karakter: kampung-kota dan kompleks perumahan modern. “Pemerintah perlu mengubah cara melihat kampung-kota. Harus ada kebijakan yang berpihak, jauh lebih dalam kepada warga kampung-kota,” imbuhnya saat taping podcast.
Menurutnya, kampung-kota adalah kawasan pemukiman padat yang sudah lama berdiri. Dihuni warga dengan aktivitas ekonomi berbasis informal, dan memiliki ikatan sosial kuat. Namun lanjutnya, kawasan ini sering luput dari prioritas pembangunan infrastruktur dasar seperti drainase, ruang terbuka hijau, dan fasilitas pengelolaan sampah.
Dirinya menegaskan, selama ini intervensi pembiayaan pembangunan dari pemerintah jauh lebih cepat dan terstruktur di kompleks perumahan modern. Sedangkan kampung-kota kerap menunggu lama atau mengandalkan swadaya. “Perlu diingat, kampung-kota memegang peran besar dalam menyangga kehidupan kota. Dari penyediaan tenaga kerja, pasar tradisional, hingga jaringan sosial yang tangguh,” ujar pewarta yang dulunya di NTB Post itu.
Pembenahan tata ruang, menempatkan kampung-kota sebagai inti kehidupan urban yang perlu dilindungi dari kerentanan ekologis, bukan sekadar residu ruang di tengah modernisasi. Perlu penguatan keadilan ekologi. Dikatakannya, perlu ada pembenahan tata ruang perkotaan secara serius, terutama pascabanjir Mataram, pada 6 Juli 2025 lampau.
Gusdurian merupakan komunitas yang meneladani sembilan nilai utama pemikiran, karakter, dan prinsip Gus Dur yaitu ketauhidan, kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, pembebasan, persaudaraan, kesederhanaan, kesatriaan, dan kearifan lokal atau tradisi.
Rencananya, diadakan Temu Nasional Jaringan Gusdurian (Tunas Gusdurian) pada tanggal 29 Agustus 2025 di Jakarta. Dalam ajang tersebut, dilakukan pula Konferensi Pemikiran Gus Dur bertajuk “Agama sebagai etika sosial, demokrasi, supremasi sipil, dan keadilan ekologi”. Mari menjaga alam dengan penguatan terhadap keadilan ekologi, agar alam bestari, alam lestari. Mencegah katastrofe, memitigasi bencana. (red)