

NUSRAMEDIA.COM — Hingga saat ini, Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp278 Miliar oleh PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) belum juga terbayarkan ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB.
Diketahui, DBH PT AMNT yang belum masuk ke Pemprov NTB sebesar Rp104 miliar untuk tahun 2020-2021 dan Rp174 miliar untuk tahun 2022, sehingga totalnya mencapai Rp278 miliar.
Sejauh ini, pada minggu pertama bulan November 2023 ini, Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) RAPBD 2024 belum juga masuk di DPRD NTB untuk dibahas.
Terkait hal ini, Wakil Ketua I DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat, Nauvar Furqoni Farinduan mengaku pesimis jika perusahaan yang berlokasi di Sumbawa Barat itu akan menyetorkan DBH ini ke Pemprov NTB untuk dibahas dalam APBD 2024.
“Saya kalau secara pribadi pesimis, saya pemisis ya. Inilah yang harus kemudian Pemerintah Provinsi NTB mempunyai gambaran yang sama,” kata pria yang juga Ketua DPC Partai Gerindra Lombok Barat ini.
“Boleh kita menghitung dengan proyeksi optimis namun juga harus menghitung skema-skema pesimisnya,” sambung Farin pada Senin 7 November 2023 diruang kerjanya.
Untuk mengatasi hal tersebut, pihaknya akan melakukan pembahasan bersama Badan Anggaran (Banggar). Dimana konstruksinya harus terlebih dahulu diajukan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
“Setelah melihat itu, kita akan tahu bagaimana proyeksi pendapatan, bagaimana kemudian kinerja pendapatan kita kemarin, skema belanja-belanja, maka terbentuklah skema pesimisnya kalau tidak ada kemasukan dari DBH tadi,” jelasnya.
Sebelumya, Nauvar F Farinduan mempertanyakan kinerja TAPD Pemprov NTB karena belum adanya KUA-PPAS RAPBD 2024 yang masuk ke DPRD hingga di awal bulan November 2023 ini.
Sementara pembahasan RAPBD NTB itu harus diselesaikan hingga akhir November 2023 ini. “Harapan kita, TAPD segera merespon,” harapnya. Namun, Farin memastikan RAPBD NTB 2024 yang akan dibahas nantinya diyakini tetap berkualitas.
Ini meskipun pembahasannya dinilai molor. Fokus yang akan dibahas dalam RAPBD itu, yang utama adalah pemenuhan kewajiban pembayaran utang ke pihak ketiga agar tidak berlarut dan semakin membesar biayanya.
Kedua, pembahasan kewajiban untuk membiayai pemilu. Ketiga memastikan pembahasan RAPBD ini dalam rentang yang proporsional termasuk kinerja pendapatan harus diteliti dengan cermat.
Sehingga, kata dia, pendapatan dan proyeksi ini bisa sesuai. “Yang terakhir belanja-belanja prioritas lainnya. Saya rasa itu lima point penting yang harus diprioritaskan,” demikian tutup Farin. (red)













