

NUSRAMEDIA.COM — DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat meminta pihak penyelenggara Pilkada NTB, KPU dan Bawaslu supaya dapat memahami kondisi APBD NTB yang saat ini tengah defisit.
Dimana kondisi postur APBD disebut sedang tidak baik-baik saja, sehingga butuh kebijaksanaan semua pihak dalam menyikapi, termasuk dua pihak penyelenggara Pemilu tersebut.
Wakil Ketua DPRD NTB Bidang Anggaran, Nauvar Furqoni Farinduan mengatakan, penentuan besaran anggaran untuk Pilkada NTB di tahun 2024 mendatang, salah satunya berdasar pada kondisi keuangan daerah.
Menurutnya, saat ini kondisi APBD NTB masih pada status defisit, sehingga masih perlu dilakukan penyusuaian. Ini agar penyehatan anggaran bisa tercapai, termasuk dalam hal pembiayaan Pilkada NTB 2024.
“Hari ini, dalam kondisi daerah yang masih berjibaku dengan kondisi defisit utang belum terselesaikan, memang itu sangat berat,” kata politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) tersebut.
‘Kita meminta KPU dan Bawaslu bisa memahami hal tersebut,” sambung pria kerap disapa Farin yang juga Ketua DPC Gerindra Lombok Barat itu, Rabu (4/10/2023) di Mataram.
Posisi anggaran KPU dan Bawaslu pada APBD Perubahan 2023 telah masuk dan telah dipaparkan nominal angkanya walaupun tidak besar di APBD murni 2024.
Oleh karena itu, ia melihat proporsi anggaran bagi KPU dan Bawaslu itu selain dalam menjawab 40 persen yang harus masukan dalam APBD perubahan, juga sebagai upaya menjaga proses pelaksanaan Pilkada NTB yang maksimal.
“Karena ada arahan untuk 40 persen kan, untuk itu APBD Perubahan 2023 kita sudah posting-kan sebesar Rp35 miliar untuk KPU dan Bawaslu. (Rinciannya) Bawaslu 7,5 miliar sisanya KPU 27,5 miliar,” terangnya.
“Harapan kita, memang anggaran itu bisa memenuhi apa yang dibutuhkan oleh KPU dan Bawaslu,” harapnya. Disinggung juga soal 60 persen anggaran Pilkada untuk menggenapi 40 persen di APBD perubahan.
Ia mengatakan, untuk sisa anggaran minimal yang dibutuhkan oleh KPU dan Bawaslu sekitar Rp125 miliar. Lebih lanjut, ia menjelaskan, kebutuhan anggaran Pilkada selanjutnya akan dimasukan dalam APBD murni 2024.
“Dalam diskusi saya dengan penyelenggara, mereka itu membutuhkan dana minimal 160 hingga 180 miliar yaa, itu dana minimalnya, kalau kita kurangi dengan 35 miliar di Perubahan, artinya kita masih kurang sekitar Rp125 miliar,” ucapnya.
Kemudian, Farin juga melanjutkan, dalam menentukan besaran anggaran Pilkada di APBD 2024, akan mempertimbangkan kondisi APBD sebagai dasar menentukan nominalnya.
“Angka 125 miliar itu untuk diposting di APBD 2024, itu bukan angka yang kecil, apalagi kita masih defisit, dan masih punya utang, kita ini kan baru merangkak,” tuturnya.
“Pertanyaannya daerah mampu memberikan anggaran itu ? Itukan masih tanda tanya. Karena nanti TAPD bersama DPRD memberikan gambaran yang mengambil posisi tengah dan juga tidak dalam mengebiri proses penyelenggaraan Pilkada,” imbuhnya.
Ia pun menanggapi, soal pengajuan anggaran penyelenggara yang dinilai terlalu besar, menurutnya, besarnya anggaran untuk Pilkada tidak mengapa, asal kondisi APBD masih dalam tataran yang sehat.
“Kalimat maklum dewan kepada penyelenggara bukan dalam kacamata mempermasalahkan pengajuan anggaran dari penyelenggara yang besar atau tidaknya, bukan,” jelasnya.
“Tetapi, karena kita sama-sama membaca kondisi daerah kita hari ini, potensi defisit di 2023 hampir 9,3 persen, itu pun sudah melalui proses penyesuaian belanja dan pendapatan, kan ini akan berimbas terhadap format proyeksi kita di tahun 2024,” sambungnya.
Jika, kondisi APBD di 2024 itu stabil dan bahkan sehat, ia mengatakan, penambahan anggaran untuk kepentingan Pilkada wajib dilakukan.
“Kita tidak tahu di 2024 itu anggaran 125 miliar itu besar atau kecil, kalau kecil buat apa hitung-hitung, tambahlah anggarannya, bukan mempermasalahkan pengajuan anggaran KPU dan Bawaslu yang besar, tetapi lihat dulu kondisi APBD kita kedepan, itu dulu,” imbuhnya.
“Kalau memang kondisi APBD kita sehat kedepan, utang terjawab, buat apa pikir-pikir,” demikian ia menambahkan. Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi NTB Suhardi Soud menilai bahwa anggaran Pilkada NTB hingga saat ini belum memiliki kejelasan.
Ia mengatakan, anggaran Pilkada seharusnya selalu didasari pada kelayakan penyelenggaraan dalam menentukan besaran nominal yang akan disepakati bersama, dalam hal ini pihak KPU dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
“Penyelenggaraan pemilu ini kan harus layak, karena semua punya segmen-segmen yang harus dibiayai, tiba-tiba penyelenggaranya tidak mampu dibiayai, bagaimana ?,” jelasnya usai Rapat Dengar Pendapat dengan DPRD NTB Senin, (2/10/2023).
“Kita berharap, ini bukan soal apakah Pemprov mampu atau tidak tapi soal kelayakan pilgub yang kami tawarkan,” sambungnya. Ia pun mengeluh jika anggaran Pilkada NTB tidak sesuai dengan harapan dari KPU. Bukan tanpa alasan ia melihat, beberapa pembiayaan saat ini yang mengalami kenaikan. (red)













