Anggota Komisi IV DPR RI, H. Johan Rosihan menerima Pengurus DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi NTB. (Ist)
Anggota Komisi IV DPR RI, H. Johan Rosihan menerima Pengurus DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi NTB. (Ist)

NUSRAMEDIA.COM — Anggota Komisi IV DPR RI, H. Johan Rosihan menerima Pengurus DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi NTB.

Silaturahim itu berlangsung beberapa hari lalu tepatnya di Aula Kantor Dinas Perikanan Kabupaten Sumbawa. Kehadiran DPD HNSI ini berkaitan dengan persoalan nelayan.

Mewakili sekitar 60 ribu nelayan dan pengusaha perikanan se-NTB, HNSI meminta Johan Rosihan memberikan sejumlah masukan.

Terlebih berkaitan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur (PIT) yang ditindaklanjuti dengan sejumlah ketentuan.

Diantaranya Surat Edaran MKP No. B.1090/MEN-KP/VII/2023 tanggal 31 Juli 2023 tentang Migrasi Perizinan Berusaha Subsektor Penangkapan Ikan dan Perizinan Berusaha Subsektor Pengangkutan Ikan.

Kemudian Kepmen KP. No. 140 Tahun 2023 tanggal 1 September 2023 tentang Harga Acuan Ikan sebagai dasar penghitungan nilai produksi ikan untuk menetapkan besaran PNBP Hasil Tangkapan Ikan.

Hal ini pun ditanggapi serius oleh Legislator PKS di Senayan jebolan asal Dapil NTB 1 Pulau Sumbawa tersebut. Nampak pula mendampingi Kepala Dinas Perikanan Sumbawa, Rahmad Hidayat.

Menurut, Johan Rosihan, bahwa dua ketentuan itu dianggap menjadi persoalan yang memberatkan nelayan dan pengusaha ikan. Untuk Surat Edaran MKP No. B.1090/MEN-KP/VII/2023, menurut Johan, sangat rumit dan merepotkan.

Baca Juga:  Ribuan Runner Bakal Ramaikan Lombok

Bahkan dinilai membatasi aktivitas penangkapan ikan nelayan NTB, karena harus melakukan migrasi izin penangkapan ikan ke pusat dan wajib melengkapi VMS.

Hal ini menyebabkan proses perijinan menjadi panjang serta semakin membebani biaya operasional penangkapan ikan yang biayanya cukup tinggi meliputi biaya perizinan, pembelian VMS dan biaya air time.

“Selama ini perizinan migrasi tersebut hanya cukup di propinsi terutama ukuran kapal 30 GT ke bawah. Namun sekarang harus ke pusat, sehingga semakin sulit dan lamanya proses pengurusan perizinan itu,” jelasnya.

“Bahkan ada yang menunggu sampai 2 bulan izinnya belum terbit,” imbuh Johan Rosihan. Memang aturan ini bagus, karena menggunakan sistem digitalisasi untuk mempercepat proses.

“Tapi fakta di lapangan, tidak didukung dengan fasilitas atau perangkat yang memadai, di samping sumber daya dari nelayan itu yang mungkin belum begitu paham memanfaatkan aplikasi,” katanya.

Selanjutnya Kepmen KP. No. 140 Tahun 2023 tanggal 1 September 2023 tentang Harga Acuan Ikan. Dengan Kepmen ini PNBP mengalami kenaikan harga yang cepat dengan besaran yang berlipat ganda.

Baca Juga:  Mesin Mati Total di Perairan Lombok, Sebuah Kapal Tenggelam Dihantam Gelombang

Dimana dari ketentuan Kepmen 21 Tahun 2023 tanggal 20 Januari 2023 tentang harga acuan ikan sebelumnya. Hal ini tidak sesuai dengan kondisi lapangan yang harganya dibawah standar harga acuan yang ditetapkan.

Kemudian persentasenya terlalu tinggi hingga 100 persen, sehingga memberatkan dan sulit diterapkan. Menurut dia, pokok PP ini bersumber dari Undang-Undang Cipta Kerja. Karena itulah sampai sekarang Ia tetap menolak undang-undang tersebut terutama dari sisi perikanan.

Sebab perizinan itu berpotensi menabrak Undang-undang tentang Pemda. Padahal tidak boleh ada aturan yang bertabrakan dengan undang-undang di atasnya. Terhadap aspirasi HNSI NTB, Johan Rosihan berjanji akan memperjuangkannya pasca reses.

“Insya Allah awal November saya rapat kerja dengan Menteri terkait. Masalah ini saya jadikan temuan di Dapil saya, agar penerapan aturannya disesuaikan dengan kondisi di lapangan,” tegasnya.

“Sebab fakta lapangan penerapannya justru memberatkan dan menyulitkan nelayan,” demikian sambung Johan Rosihan yang merupakan satu satunya putra asli Sumbawa yang menjadi wakil rakyat di Senayan ini.

Baca Juga:  Ketua Fraksi Gerindra DPRD NTB Dukung Penuh Rapimnas Gemabudhi

Sebelumnya H Amiril Mukmin Wakil Ketua HNSI NTB didampingi para pengurus termasuk Ketua DPC HNSI Sumbawa, Syarifuddin Sahidi menyampaikan bahwa sebagian besar nelayan di NTB kesulitan melaut.

Ini karena belum mengantongi izin sebagaimana amanat Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur (PIT). Meski pengajuan izin ini sudah dilakukan.

Namun birokrasi yang panjang dan dianggap rumit membuat izin itu belum terbit. Dengan kondisi tersebut, para nelayan dilema. Ingin melaut takut ditangkap petugas, dan tidak melaut berdampak terhadap kelangsungan hidupnya.

Demikian dengan pengusaha ikan, karena harga ikan naik 100 persen dampak dari PP itu berkonsekwensi tingginya PNBP. “Kami harap melalui perwakilan kami di Senayan, Bapak Johan Rosihan dapat mengangkat permasalahan ini,” harapnya.

“Ketika aspirasi ini bisa diperjuangkan manfaatnya bukan hanya untuk NTB tapi juga nelayan secara nasional,” tutup Amiril Mukmin Wakil Ketua HNSI Nusa Tenggara Barat. (red)