
NUSRAMEDIA.COM — Penetapan alokasi Belanja Tidak Terduga (BTT) dalam APBD 2026 sebesar Rp 15 miliar, atau turun 8,59 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 16,4 miliar, mendapat sorotan tajam dari DPRD Provinsi NTB.
Penurunan anggaran kedaruratan dinilai tidak sejalan dengan tingginya potensi bencana alam di wilayah NTB. Anggota DPRD NTB M Jumhur mempertanyakan dasar kebijakan tersebut.
Terlebih saat ini, pihaknya menilai NTB memasuki musim hujan dengan intensitas bencana yang meningkat. “Mengapa anggarannya turun? Tentu ini jadi pertanyaan bersama,” ujarnya.
Jamhur mengingatkan bahwa NTB merupakan salah satu daerah dengan tingkat kerentanan bencana yang tinggi di Indonesia. Mulai dari banjir, longsor, hingga gempa bumi, seluruh jenis bencana tersebut kerap terjadi dan membutuhkan respons cepat dari pemerintah.
“Pemprov harus memastikan kesiapsiagaan fiskal. Saat bencana terjadi, anggaran kedaruratan harus sudah siap siaga,” tegas pria yang juga Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB tersebut.
Menurut Jamhur, kesiapan anggaran tidak boleh dianggap sebagai opsi, melainkan keharusan mutlak mengingat kompleksitas ancaman yang dihadapi masyarakat NTB.
“Kita hidup di daerah yang rawan gempa, banjir, hingga cuaca ekstrem. Karena itu, kesiapan menjadi kunci agar setiap potensi ancaman dapat kita hadapi dengan cepat dan tepat,” jelas politisi PKB itu.
Dengan tingginya risiko bencana, DPRD mendesak Pemprov NTB untuk mengevaluasi kembali alokasi BTT 2026 dan memastikan ketersediaan anggaran yang memadai untuk penanganan darurat dan pemulihan pascabencana.
Bagi Banggar, pengurangan anggaran kedaruratan di tengah ancaman bencana berpotensi menghambat respons cepat pemerintah dan menambah kerentanan masyarakat. (*)













