Beranda HEADLINE Legislator PKS Johan Rosihan : Jika Negara Ingin Tahan Terhadap Krisis Global,...

Legislator PKS Johan Rosihan : Jika Negara Ingin Tahan Terhadap Krisis Global, Maka Dapur Rakyat Harus Dijaga!

Anggotq DPR RI Fraksi PKS dari Dapil NTB 1 Pulau Sumbawa, H. Johan Rosihan, ST. (Ist)

NUSRAMEDIA.COM — Anggota DPR RI Johan Rosihan menyoroti konflik geopolitik yang memanas antara Iran dan Israel dengan keterlibatan Amerika Serikat.

Ini dinilainya telah menimbulkan ancaman serius terhadap stabilitas ketahanan pangan Indonesia. Dimana situasi ini, ditegaskan Johan, telah menjelma menjadi krisis global.

Sehingga menuntut respons kebijakan cepat dan strategis dari pemerintah. “Perang yang terjadi di Timur Tengah kini menjelma menjadi krisis global,” ujar Anggota Komisi IV DPR RI tersebut.

“Yang turut mengancam stabilitas harga pangan di dalam negeri,” sambung Legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu melalui keterangan tertulisnya yang diterima media ini di Mataram.

Legislator Senayan jebolan Daerah Pemilihan (Dapil) NTB 1 Pulau Sumbawa itu juga menyoroti dampak langsung konflik ini terhadap lonjakan harga minyak mentah global.

“Harga Brent pernah menyentuh 93 dolar AS per barel. Di Indonesia, ini artinya biaya distribusi pangan naik, transportasi terganggu, dan ongkos usaha tani melonjak. Petani kita menanggung beban ganda,” jelasnya.

Meskipun data terkini per Mei-Juni 2025 menunjukkan harga minyak Brent berada di kisaran $79.21 per barel dan Harga Minyak Mentah Indonesia (ICP) turun menjadi $62.75 per barel pada Mei 2025 dari $76.81 pada Januari 2025, volatilitas harga tetap menjadi risiko fundamental yang mengancam stabilitas biaya produksi dan distribusi pangan.

Sebelumnya, Johan Rosihan juga menyatakan bahwa harga input produksi seperti benih, pupuk, dan pestisida naik hingga 26%, yang memperparah beban petani. Namun, data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan gambaran yang lebih bernuansa.

Baca Juga:  45 Pelaku Berhasil Diringkus, Polda NTB Bongkar 32 Kasus Narkoba

Nilai Tukar Petani (NTP) nasional pada Desember 2024 justru menunjukkan kenaikan sebesar 1,23%, mencapai 122,78. Peningkatan ini terjadi karena Indeks Harga yang Diterima Petani (It) naik 1,83%, lebih tinggi dibandingkan kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) sebesar 0,60%.

Ini mengindikasikan adanya perbaikan kesejahteraan petani secara umum pada akhir tahun 2024. Pemerintah juga telah mengalokasikan Rp 46,8 triliun untuk subsidi pupuk pada tahun 2025, dengan harga pupuk bersubsidi sekitar Rp 2.000-an per kg.

Disisi lain, tekanan inflasi pangan juga menjadi perhatian serius. Politisi PKS ini menyebutkan daya beli masyarakat melemah akibat inflasi pangan yang mencapai lebih dari 2% dalam beberapa bulan terakhir.

Data BPS per Mei 2025 menunjukkan inflasi tahunan (y-on-y) sebesar 1,60%, dengan deflasi bulanan (m-to-m) sebesar 0,37% untuk kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Meskipun demikian, inflasi komponen harga bergejolak (volatile food) pada April 2024 masih cukup tinggi, yaitu 9,63% secara tahunan.

Dampak dari kenaikan harga bahan pokok melampaui indikator ekonomi semata. Kenaikan harga ini secara langsung menyebabkan penurunan daya beli masyarakat, peningkatan angka kemiskinan, dan masalah gizi serta kesehatan, terutama di kalangan anak-anak.

Krisis pangan juga dapat memicu ketidakpuasan dan keresahan sosial, bahkan berujung pada protes atau penjarahan oleh kelompok masyarakat rentan. Indonesia sendiri pernah menduduki peringkat ketiga tertinggi dalam tingkat kelaparan di kawasan ASEAN pada tahun 2020.

Baca Juga:  Bincang Kamisan Edisi ke-10 : Koperasi Merah Putih, Sudah Siapkah NTB? 

“Kondisi ini memperlihatkan bahwa sistem pangan nasional kita masih sangat rentan terhadap guncangan global. Ketergantungan impor untuk komoditas strategis seperti kedelai, gandum, dan bawang putih semakin memperparah risiko ketahanan pangan,” tegas Johan.

Data menunjukkan ketergantungan impor kedelai mencapai 78,44%, gandum hampir 100%, dan bawang putih mencapai 90,64% bahkan 95% pada Desember 2023. Menanggapi kerentanan ini, Johan Rosihan mendesak pemerintah untuk mendorong transformasi kebijakan yang komprehensif menuju kemandirian pangan jangka panjang.

“Langkah reaktif seperti penambahan impor atau operasi pasar belum cukup menjawab tantangan struktural tersebut,” kata wakil rakyat kelahiran asli Sumvawa itu. Adapun solusi yang diusulkan mencakup Percepatan Transisi Energi di Sektor Pertanian.

Johan Rosihan mencontohkan keberhasilan pemanfaatan pompa listrik untuk irigasi di Kabupaten Cirebon yang menekan biaya dari Rp4,8 juta menjadi hanya Rp720 ribu per musim tanam.

Program “Electrifying Agriculture” oleh PLN telah menunjukkan dampak positif signifikan, dengan lebih dari 240.000 peserta di seluruh Indonesia pada akhir 2023, dan konsumsi listrik khusus untuk EA meningkat 9% menjadi lebih dari 5 Terawatt-jam (TWh).

Penggunaan motor listrik terbukti lebih efisien dibandingkan diesel, menghasilkan penghematan biaya bahan bakar sekitar 183%. Selain itu, Johan juga menyebutkan soal Penguatan Hilirisasi Pangan Lokal: Hilirisasi, yaitu pengolahan produk pertanian mentah menjadi barang olahan bernilai tambah tinggi, dapat meningkatkan pendapatan petani dan pelaku usaha.

Baca Juga:  Gubernur NTB Lalu Iqbal Buka Pelatihan Vertical Rescue Evacuation

Setiap peningkatan satu unit kebijakan hilirisasi dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan di sektor pertanian sebesar 3,309 unit, Hilirisasi juga menciptakan lapangan kerja baru, mengurangi ketergantungan impor, dan memperkuat ketahanan pangan nasional.

Menteri Pertanian bahkan menargetkan peningkatan ekspor kelapa dari Rp20 triliun menjadi Rp60 triliun melalui hilirisasi, ungkapnya
Pengembangan Sistem Distribusi Terintegrasi Berbasis Energi Terbarukan.

“Konsep ini, yang merupakan perpanjangan logis dari transisi energi di sektor pertanian, bertujuan untuk mengurangi biaya logistik, meminimalkan kerugian pascapanen, dan memastikan ketersediaan pangan yang lebih stabil di seluruh wilayah,” tuturnya.

“Jika negara ingin tahan terhadap krisis global, maka dapur rakyat harus dijaga. Ketahanan pangan harus menjadi prioritas kebijakan fiskal, energi, dan perdagangan kita,” kata Johan Rosihan.

Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa ketahanan pangan bukan sekadar isu ekonomi atau pertanian, melainkan pilar fundamental dari stabilitas dan pertahanan nasional. Krisis pangan dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi, politik, dan sosial yang mendalam.

Mengintegrasikan ketahanan pangan ke dalam strategi pertahanan nasional adalah hal yang terpenting untuk menjaga ketahanan jangka panjang, kedaulatan, dan kesejahteraan warga negara, ungkap Johan mengakhiri pernyataannya. (red)