NUSRAMEDIA.COM — Upah Minimum Provinsi (UMP) Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun 2025 naik 6,5 persen atau sebesar Rp158.864. Kenaikan UMP NTB 2025 berdasarkan aturan yang berlaku.
Demikian diungkapkan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi kepada wartawan pada Kamis 12 Desember 2024 di Kota Mataram.
Menurut dia, kenaikan UMP 2025 berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024. Kenaikan UMP NTB sebesar 6,5 persen menjadi Rp2.602.931.
Jika dibandingkan dengan UMP NTB 2024, yaitu hanya sebesar Rp.2.444.067. “Kita tidak akan keluar dari aturan yang ada,” ujar pria yang juga mantan Irbanus Inspektorat NTB itu.
“Karena aturannya dalam permenaker itu dinaikkan sebesar bukan sekurang-kurangnya 6,5 persen dari UMP sekarang,” sambung I Gede Putu Aryadi sore tadi.
Dia mengatakan bahwa, dengan adanya aturan tersebut pemerintah daerah (pemda) tidak bisa menaikkan UMP lebih atau kurang dari aturan yang sudah ditetapkan.
Oleh karenanya, berdasarkan Permenaker itu, Penjabat (Pj) Gubernur NTB diwajibkan menetapkan UMP 2025 paling lambat pada 11 Desember 2024.
“Pj Gubernur NTB Dr. Hassanudin telah menyepakati dan menetapkan UMP NTB tahun 2025 sesuai arahan Presiden RI dan Permenaker 16 Tahun 2024. Naik 6,5 persen menjadi Rp2.602.931,” jelasnya.
Sedangkan untuk penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) rencananya bakal dilakukan paling lambat 18 Desember 2024. Formulasi kenaikan upah minimum telah ditetapkan sebesar 6,5 persen dari UMP tahun 2024.
BERHARAP TIDAK ADA “PHK”
Sementara itu, Pj Gubernur NTB Dr. Hassanudin menegaskan bahwa kenaikan UMP ini sesuai formulasi yang ditetapkan Pemerintah Pusat. Kenaikan UMP ini mulai berlaku pada 1 Januari 2025.
Hassanudin juga berharap, naiknya UMP ini dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja. Ia meminta pemerintah dan masyarakat tetap mengawal dan mengawasi kenaikan upah tersebut.
Sedangkan khusus Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Eks Pj Gubernur Sumatera Utara (Sumut) itu berpesan agar tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap para pekerja di NTB. (red)