
NUSRAMEDIA.COM — Senin malam (03/02/2024) kemarin, DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat kembali menggelar rapat paripurna. Adapun agendanya, yaitu penyampaian laporan komisi-komisi atas hasil pembahasannya terhadap LKPJ Gubernur NTB 2024.
Rapat dipimpin oleh Ketua DPRD Provinsi NTB – Hj. Baiq Isvie Rupaeda, S.H, M.H. Hadir mewakili Pj. Gubernur NTB dalam rapat tersebut Asisten III Sekretariat Daerah Provinsi NTB – H. Wirawan Ahmad, S.Si., M.T.
Dikesempatan ini, Komisi III DPRD Provinsi NTB (Bidang Keuangan dan Perbankan) menyampaikan laporannya atas hasil pembahasan terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur NTB akhir tahun anggaran 2024.
Secara terbuka, laporan dibacakan oleh Raden Rahadian Soedjono selaku Wakil Ketua Komisi DPRD Provinsi NTB. Ada beberapa hal yang menjadi sorotan pihaknya. Terutama persoalan terjadi pada sejumlah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi NTB.
Antara lainnya seperti PT Bank NTB Syariah, PT Jamkrida NTB Syariah, PT BPR NTB dan PT Gerbang NTB Emas (GNE). Menurut Komisi III DPRD NTB, bahwa cukup banyak hal yang harus dijadikan perhatian bersama terkait sejumlah BUMD saat ini.
PT BANK NTB SYARIAH
Pertama, ungkap dia, yakni terkait dengan PT Bank NTB Syariah, bahwa sampai dengan akhir tahun 2024, jumlah aset yang dimiliki Bank NTB Syariah adalah sebesar Rp16,05 triliun. Ini terdiri dari sebaran pos aset atau aktiva, baik berbentuk kas, kredit maupun aset tidak bergerak.
Sedangkan jumlah total dana dari masyarakat yang mampu dikumpulkan sampai dengan 2024 sebesar Rp12,52 triliun yang berbentuk giro, tabungan dan deposito. “Untuk pembiayaan yang disalurkan, masih didominasi oleh pembiayaan konsumtif,” katanya.
“Sedangkan pembiayaan produktif hanya 20 persen dari total pembiayaan. Hal ini menunjukkan peran Bank NTB Syariah yang masih minim dalam menggerakkan ekonomi masyarakat,” sambung Raden.
Tak hanya itu, Komisi III DPRD NTB juga menyoroti dari sisi kinerja Bank NTB Syariah. Dimana sejumlah rasio indikator menurut pihaknya perlu mendapatkan perhatian serius dari manajemen. “Ada penurunan rasip profitabilitas yang tercermin dari penurunan ROA dan ROE dibandingkan dengan tahun 2023,” ungkapnya.
Penurunan kedua rasio itu, lanjutnya, menunjukkan kemampuan bank dalam mendapatkan profit. Baik menggunakan aktiva yang dimilikinya maupun modal, selalu menurun tiap tahunnya.
“Non performing financing (NPF) PT Bank NTB Syariah pada 2024 sebesar 1,06 persen dibandingkan dengan 2023 sebesar 0,91 persen. Walaupun angka itu termasuk sehat, namun perlu mendapat perhatian khusus. Karena terdapat beberapa kasus yang berpotenso mendorong peningkatan NPF,” tegas Raden.
PT JAMKRIDA NTB SYARIAH
Kemudian untuk PT Jamkrida NTB Syariah. Dimana modal yang dimiliki perusahaan tersebut dari tahun ke tahun dinilai terus meningkat walaupun dalam bentuk peningkatannya tidak berlangsung secara signifikan.
“Ekuitas PT Jamkrida NTB Syariah kini telah melampaui ketentuan minimum sebssar Rp50 miliar. Hal ini terjadi setelah disahkannya Perda Tentang Penyertaan Modal, yang menyebabkan ekuitas perusahaan meningkat dari Rp39,9 miliar menjadi Rp57,2 miliar,” bebernya.
Menurut Komisi III DPRD NTB, rasio keuangan PT Jamkrida NTB Syariah sampai 2024, termasuk dalam kategori sehat. Beberapa rasio yang digunakan dalam melakukan analisa antara lain likuiditas yang menggunakan gearing rasio (GR).
“GR RT dan profitabilitas yang menggunakan ROA, BOPO, RK, NKR, SA DAN TKKP dari delapan rasio yang digunakan menunjukkan nilai sangat sehat,” ungkap Raden secara terbuka dihadapan hadirin paripurna DPRD NTB.
PT BPR NTB
Selanjutnya PT BPR NTB. Komisi III DPRD NTB mengapresiasi kinerja perusajaan tersebut lantaran dinilai positif. Pasalnya, terus meningkatnya dividen setiap tahunnya pada tahun buku 2022, PT BPR NTB berhasil meraih dividen sebesar Rp7,6 miliar.
“Meningkat menjadi Rp8,1 miliar pada tahun buku 2023. Bahkan pada tahun buku 2024, dividen tersebut akan meningkat lebih jauh menjadi Rp10,6 miliar dengan adanya modal tambahan penyertaan modal,” kata Raden.
Oleh karenanya, mnurut pihaknya, bahwa hasil perhitungan rasio keuangan pada PT BPR NTB menunjukkan kinerja yang sehat hingga Desember 2024. “Bahkan sejumlah rasio indikator seperti ROE dan ROA, BPR NTB lebih baik dibandingkan Bank NTB Syariah,” terangnya.
Dijelaskan, ekuitas PT BPR NTB yang bersumber dari modala disetor pada 2024 tercatat sebesar Rp159,1 miliar. Sementara modal dasar yang disepakati adalah Rp500 miliar. “Dengan kontribusi Pemprov NTB sebesar Rp78,5 miliar atau 49,35 persen dan kontribusi Kabupaten/Kota sebesar Rp80,5 miliar atau 50,65 persen,” rincinya.
“PT BPR NTB telah melampaui ketentuan minimala ekuitas 25 persen dari total modal dasar yang disepakati. Meski demikian, PT BPR NTB masih membutuhkan tambahan penyertaan modal untuk semakin meningkatkan kapasitas pelayanan kepada UMKM di NTB,” imbuhnya.
Namun, masih dikatakan Raden, setelah disahkannya Perda Tentang Penyertaan Modal, PT BPR NTB mendapatkan suntikan dana Inbreng dari Pemprov NTB sebesar Rp25,2 miliar. Pihaknya berharap, 4 BUMD tersebut diharapkan mampu berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD) serta mampu menggerakkan perekonomian daerah.
BERIKUT SEJUMLAH REKOMENDASI KOMISI III DPRD NTB TERKAIT EMPAT BUMD
1. PT BANK NTB SYARIAH
Bagi PT Bank NTB Syariah, Komisi III DPRD Provinsi NTB mengharapkan manajemen harus memberikan perhatian khusus terhadap Non Performing Financing (NPF) yang meningkat.
Kemudian melakukan pengendalian terhadap penerimaan perusahaan, mengeluarkan inovasi produk dan menggali pangsa pasar yang tersedia agar mampu meningkatkan profitabilitas usaha, sehingga dapat memberikan pemasukan yang maksimal bagi perusahaan.
2. PT JAMKRIDA NTB SYARIAH
Setelah disahkannya Perda tentang Penyertaan Modal, Komisi III DPRD NTB mendorong PT Jamkrida NTB Syariah dan Pemprov NTB dalam Februari 2025 ini untuk segera melaksanakan RUPS untuk memasukkan penyertaan modal dalam neraca perusahaan dan melaporkannya ke OJK.
3. PT BPR NTB PERSERODA
Komisi III DPRD Provinsi NTB mendorong manajemen perlu melakukan manajamen kredit yang tepat. Selain selalu memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam penyalurana kredit, proses pengawasan dan pembinaan kredit juga harus selalu dilaksanakan.
Selain itu, komite kredit yang ada di BPR NTB harus membuat secara cermat peta permasalahan kredit sehingga mampu mengatasi masalah NPL secar teruku dan sistematis.
4. PT GERBANG NTB EMAS (GNE)
Sedangkan untuk PT GNE, Komisi III DPRD NTB mendorong Pemprov perlu melakukan langkah serius terhadap PT GNE. Ada sejumlah opsi yang bisa dilakukan, yakni :
A.) Melakukan Due Diligence Audit (audit investigasi menyeluruh) dan tidak terbatas pada laporan keuangan, transaksi yang mencurigakan. Baik yang dilakukan dengan konsorsium maupun mitra bisnis lainnya.
Kepatuhan terhadap peraturan perpajakan dan perbankan, indentifikasi potensi resiko serta rekomendasi perbaikan untuk tata kelola keuangan dan manajemen perusahaan yang lebih baik. Audit ini bisa dilakukan oleh APIP maupun BPK.
B.) Melakukan Pengkajian untuk Menutup Perseroda tersebut. Adapun alasan dana latar belakang dilakukan audit investigasi ini adalah sebagai berikut :
▪︎ Ditemukan adanya hutang pajak yang belum terselesaikan hingga masa direksi akhir tugas direksi sebelumnya.
▪︎ Perusahaan memiliki sejumlah hutang pada beberapa bank yang tidak teridentifikasi penggunaannya secara jelas.
▪︎ Teridentifikasi adanya transaksi keuangan yang tidak sesuai dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi.
▪︎ Kebutuhan untuk memastikan bahwa tidak ada kerugian yang disebabkan penyimpangan atau kelalaian dalam pengelolaan keuangan. (red)
