

NUSRAMEDIA.COM — Menindak lanjuti perintah DPP Partai NasDem, Bacaleg DPR RI dari Dapil NTB 1 Pulau Sumbawa, H. Mori Hanafi kian gencar melakukan sosialisasi.
“Saya sosialisasi sehubungan dengan permintaan partai untuk segera mensosialisasikan diri saya selaku Bacaleg DPR yang sudah diberikan nomor urut (1),” ujarnya, Minggu (27/8/2023).
“Jadi perintahnya kita sosialisasi. Mulai dari KSB (Kabupaten Sumbawa Barat), Sumbawa, Dompu, Bima dan Kota Bima. Juga menyerap aspirasi masyarakat di Pulau Sumbawa,” sambungnya.
Dalam perjalanan sosialisasinya hingga diwilayah pedalaman-pedalaman lingkup Pulau Sumbawa, Mori Hanafi mengaku prihatin dengan beberapa temuan pada saat sosialisasi.
Salah satunya, kata dia, menyangkut persoalan pendidikan. Karena dia mendapati masih ada salah satu sekolah menengah pertama di daerah terpencil perlu dijadikan atensi oleh pemerintah.
Disamping pemerintah daerah, pemerintah pusat dalam hal ini kementerian terkait agar jangan sampai “menutup mata” dalam menyikapi persoalan pendidikan. Khususnya di Pulau Sumbawa.
“Saya ke pedalaman pulau (daerah terpencil di pulau sumbawa). Ada sebuah sekolah yang perlu diperhatikan. Ada tiga kelas dengan total guru sekitar 20an orang,” katanya.
“Dari tiga kelas yang ada, guru yang ada pengajarnya hanya satu kelas, yaitu kelas dua (II). Sedangkan kelas I dan III, nggak ada gurunya (yang) datang (mengajar),” imbuhnya.
Dikesempatan itu, Mori Hanafi mengaku sempat bertanya apa alasan mendasar sehingga tidak ada guru yang datang mengajar di sekolah (pulau).
“Saya tanya kenapa? Ternyata banyak gurunya itu berasal dari darat. Artinya kalau dia mau ngajar dia butuh biaya. Gaji nggak seberapa, sekali jalan para guru bisa menghabiskan Rp20 ribu hingga Rp40 ribu sekali jalan menggunakan boat,” ungkapnya.
Lantaran guru tinggal cukup jauh dan membutuhkan biaya, terkadang para guru harus sampai tidak datang mengajar. “Selain biaya transporasi mahal, dan tinggalnya jauh, jadinya nggak datang,” kata Mori Hanafi.
Menurut dia, hal ini menjadi penting untuk dijadikan perhatian bersama, terutama dari pihak pemerintah. Karena ketika guru tidak datang mengajar, Mori Hanafi menilai yang menjadi korban ada para siswa.
“Siswanya yang jadi korban. Karena guru-gurunya nggak datang. Banyangkan saja jika guru dan murid nggak masuk. Ini “PR” besar jangan dianggap sepele,” sarannya.
Oleh karenanya, Mori Hanafi mendorong agar diperlukan penataan dalam memenuhi kebutuhan guru-guru yang ada. “Perlu penataan. Kemudian, kita sarankan agar guru yang mengajar dapat diambil dari guru yang ada di daerah terpencil setempat,” urainya.
“Karena jangan sampai guru yang mengajar itu benar-benar berasal dari luar daerah terpencil. Karena nggak akan maksimal melalu proses KBM,” sambung Mori Hanafi.
Meski disoroti dengan tegas terkait masalah ini, Mori Hanafi menyarankan beberapa hal. Pertama, ia mendorong agar persoalan pemenuhan tenaga guru di daerah terpencil harus diperhatikan.
“Kedua, apabila bisa mendatangkan guru dari luar, tapi dengan catatan memberikan kompensasi yang memadai. Termasuk ada tunjangan khusus, tapi tidak memadai, kan nggak bisa,” tegasnya.
Maka dari itu, hal ini perlu dijadikan atensi bersama. Dengan harapan, dunia pendidikan di Pulau Sumbawa kedepan akan semakin lebih baik lagi. Terutama soal kelancaran proses KBM antara guru dan murid di sekolah. (red)