
NUSRAMEDIA.COM — Tahun 2023 ini, Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi Nusa Tenggara Barat menargetkan produksi jagung minimal mencapai dua juta ton. “Kalau dari estimasi cuaca, optimis minimal dua juta ton bisa kami penuhi,” ujar Kepala Distanbun NTB Fathul Gani, Sabtu (21/1) di Mataram.
Target minimal tahun ini, cukup mendekati dari produksi jagung pada 2022 yang sebanyak 2,4 juta ton. Dari jumlah tersebut, Pulau Lombok menyumbang sekitar 300 ribu hingga 400 ribu ton dan sisanya berasal dari Pulau Sumbawa. “70 persen (produksi) jagung itu dari Pulau Sumbawa,” katanya.
Tingginya angka produksi jagung di Pulau Sumbawa kerap disebut-sebut sebagai penyebab kerusakan hutan. Anggapan ini dibantah Fathul. Dia mengklaim Distanbun NTB turut ambil bagian untuk mencegah kerusakan hutan di Pulau Sumbawa.
Cara yang dilakukan distanbun, kata Fathul, dengan tidak memberikan bantuan kepada petani yang memanfaatkan area tanam bukan pada peruntukannya. ”Kami kan berhadapan dengan manusia. Mereka tidak kami hitung untuk pupuk subsidi. Itu ikhtiar kami,” sebut Fathul.
Koordinasi juga dilakukan dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB. Yang disebut Fathul memiliki komitmen sama agar tidak ada masyarakat merambah hutan, untuk keuntungan sesaat. “Jagung kami arahkan ke lahan yang tidak produktif, seperti lahan tegalan,” tuturnya.
Dari total jumlah produksi jagung NTB, Fathul menyebut kebutuhan untuk di dalam daerah hanya sekitar 400 ribu ton saja. Sehingga ada sekitar 2 juta ton, mengacu pada angka produksi tahun 2022, yang harus dibawa keluar. Jika tidak bisa menimbulkan gejolak di dalam daerah.
Pada 11 Januari 2023, fasilitas berupa pelabuhan di Teluk Santong, Kabupaten Sumbawa mulai dibangun investor. Pelabuhan ini nantinya berfungsi sebagai pintu keluar produk pertanian, terutama jagung. “Bukan cuma pertanian saja. Perikanan dan peternakan juga. Kalau tidak ada saluran keluar, itu yang menimbulkan masalah,” tegasnya. (*)
