
NUSRAMEDIA.COM — Anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Sambirang Ahmadi mengaku perihatin atas terjadinya musibah banjir yang melanda sejumlah titik di Kota Mataram, Minggu (06/07/2025) kemarin.
Menurut dia, peristiwa banjir yang terjadi saat ini dilatari beberapa hal. Salah satunya, soal pengelolaan tata ruang yang harus segera dibenahi. “Kalau tata ruang tidak dibenahi, jangan salahkan langit saat kota kita tenggelam,” ujarnya, Senin (07/07/2025).
“Musibah banjir ini adalah sinyal krisis pengelolaan tata ruang yang harus segera dibenahi. Saatnya pemerintah mendesain kebijakan yang berpihak pada keberlanjutan lingkungan hijau dalam RPJMD-nya,” imbuh Legislator PKS di Udayana tersebut.
Dikatakan Ketua Komisi III DPRD NTB itu, bahwa menyusutnya ruang terbuka hijau, konversi lahan pertanian dan resapan menjadi kompleks perumahan, serta lemahnya pengendalian izin properti menjadi “PR” atau masalah besar saat ini.
Oleh karena itu, Wakil Rakyat NTB jebolan Dapil V Sumbawa-Sumbawa Barat itu menilai perlu ada program unggulan yang secara langsung menjawab ancaman alih fungsi lahan, defisit ekologi kota, dan risiko banjir perkotaan.
“Realitas hari ini memperlihatkan bahwa tanpa ketegasan pemerintah menjaga kawasan resapan air dan menertibkan industri properti yang ekspansif, maka lingkungan perkotaan akan selalu dalam ancaman banjir,” terangnya.
“Mumpung pemerintah sedang membahas RPJMD bersama DPRD masing-masing, maka perlu mempertimbangkan prioritas keberlanjutan lingkungan dan keselamatan masyarakat sebagai salah satu agenda kebijakan utama,” lanjut Sambirang Ahmadi memberikan saran.
Tak hanya itu, pria yang kerap disapa Haji Sam itu juga lantas memberikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah sebagai ikhtiar fokus untuk dilakukan. “Perlu kita rekomendasikan kepada pemerintah (untuk melakukan beberapa hal),” tuturnya.
Pertama, kata dia, perlu dilakukannya moratorium izin properti di zona kritis. “Khususnya wilayah rawan genangan, bantaran sungai, dan sawah irigasi teknis,” ujarnya. Kedua, lanjut dia, integrasi tata ruang dan mitigasi bencana. “RPJMD harus sejalan dengan RTRW dan analisis risiko iklim,” katanya.
Adapun point ketiga, yakni melakukan pengembangan tata kota berbasis resiliensi ekologis. “Keempat, peningkatan RTH, pengurangan titik genangan, dan revitalisasi DAS (Daerah Aliran Sungai). Banjir hari ini bukan sekedar bencana alam, tapi bisa jadi ini adalah buah dari kegagalan tata kelola,” pungkas Sambirang Ahmadi. (red)
