Beranda PEMERINTAHAN Sukses Selesaikan Persoalan Gili Trawangan, NTB Raih Gelar Best Practice dari KPK

Sukses Selesaikan Persoalan Gili Trawangan, NTB Raih Gelar Best Practice dari KPK

Gubernur Nusa Tenggara Barat, Dr H Zulkieflimansyah. (Ist)

NUSRAMEDIA.COM — Provinsi Nusa Tenggara Barat meraih gelar praktek terbaik atau best practice. Gelar itu diberikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bukan tanpa alasan, diberikannya gelar tersebut lantaran Pemprov NTB dinilai telah sukses menyelesaikan persoalan aset di Gili Trawangan, Lombok Utara.

Dengan adanya gelae itu, secara otomatis menjadikan NTB sebagai role model terkait masalah penyelesaian aser bagi daerah lainnya di Indonesia. Gubernur NTB Zulkieflimansyah diundang sebagai pembicara dalam rangkaian acara Road to Hari Antikorupsi Sedunia (Harkodia) 2022 Wilayah Direktorat V Keduputian Koordinasi dan Supervisi KPK RI.

Kegiatan itu berlangsung di Balai Budaya Giri Nata Mandala Puspem, Badung, Bali pada Jum’at (25/11) lalu. “Alhamdulillah,” ucap Bang Zul kerap Gubernur NTB disapa. “NTB terpilih sebagai provinsi yang mampu menyelamatkan aset negara triliunan di Gili Trawangan,” sambung orang nomor satu di Provinsi NTB tersebut.

Dijelaskan Bang Zul, keberhasilan Pemprov NTB dalam menyelesaikan kasus tersebut tidak terlepas adanya pendampingan yang dilakukan oleh KPK dan Satgas Investasi Nasional. “Terimakasih atas pendampingan dari KPK dan Satgas Investasi Nasional, sehingga benang kusut tersebut bisa terurai,” kata Doktor Ekonomi Industri tersebut.

Sebelumnya Gubernur menceritakan bahwa pada tahun 1995 antara Pemprov NTB dengan PT GTI (Gili Trawangan Indah) melakukan perjanjian kontrak produksi. Yakni atas lahan di Gili Trawangan Lombok Utara seluas 650.000 m2. Namun sayangnya sejak 1995 hingga 2021 PT GTI tidak melaksanakan kegiatan sesuai kesepakatan.

Perjanjian kontrak tidak berjalan dengan baik lantaran PT GTI tidak melakukan pengelolaan lahan dan tidak ada progres, sehingga masyarakat masuk dan menguasai lahan. Bahkan masyarakat melakukan usaha, tidak kurang dari 470 KK atau sekitar 1.239 jiwa warga setempat melakukan usaha dilahan tersebut.

Baca Juga:  Berikut Hasil Rapat Koordinasi Penanganan Banjir Kota Mataram

Maka dari itu, Pemprov NTB bersama stakeholder berupaya melakukan langkah-langkah penyelesaikan di Gili Trawangan agar memberi manfaat bagi masyarakat dan pemerintah daerah. “Misalnya Pemprov NTB menyerahkan dan meminta Kejaksaan Tinggi NTB untuk meneliti, mengkaji dan memberikan saran dengan merekomendasi dilakukan Adendum terhadap perjanjian kontrak produksi atau putus kontrak,” urainya.

Pemprov NTB pada awalnya memberikan peluang kepada PT GTI untuk melakukan addendum dengan syarat memasukkan masyarakat yang sudah menguasi lahan sebagai satu kesatuan dalam rencana pengelolaan di Gili Trawangan. Lantaran tidak adanya titik temu antara Pemprov NTB dengan PT GTI, Pemprov NTB kemudian meminta dukungan penyelesaian perjanjian kontrak produksi tersebut kepada Satgas Percepatan Investasi.

Satgas tersebut dibentuk Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) melalui Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia. Dukungan fasilitasi oleh Satgas Percepatan Investasi Pusat berjalan beberapa kali. Pertemuan antara Satgas, Pemprov NTB dan PT GTI dengan melibatkan Fokopimda.

Akan tetapi, PT GTI tetap menginginkan addendum dengan kondisi lahan dianggap kosong, sehingga Pemprov NTB menolak keinginan PT GTI. “Atas dasar tersebut, Satgas Percepatan Investasi mengeluarkan keputusan Nomor: 145 Tahun 2021 tentang hasil fasilitasi penyelesaian permasalahan perjanjian kontrak produksi antara Pemprov NTB dengan PT GTI terkait penguasaan lahan di Gili Trawangan,” kata Gubernur.

Baca Juga:  Gubernur Lalu Iqbal Bakal Lantik Pj Sekda NTB di Panti Jompo

Pemprov NTB pada akhirnya mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor : 180.501 Tahun 2021 tentang Pemutusan Kontrak Kerja Sama Produksi antara Pemprov NTB dengan PT GTI. Ini dengan alasan utama bahwa PT GTI tidak melaksanakan kewajiban dan tidak memiliki itikad baik dalam menyelesaikan masalah yang ada.

Sehingga lahan 650.000 m2 menjadi telantar dan dikuasai oleh masyarakat untuk dijadikan tempat tinggal dan tempat usaha sejak tahun 1998. Adapun tindaklanjut pasca putusan kontrak dengan PT GTI, sambil menunggu gugatan PT GTI terhadap Pemprov NTB. Baik itu gugatan administratif melalui PTUN maupun perdata.

Yakni melalui Pengadilan Tinggi Negeri, Gubernur NTB membentuk Satuan Tugas atau Satgas Optimalisasi Aset Gili Trawangan dengan Keputusan Gubernur dengan beberapa tugas tertentu. “Misalnya di bidang identifikasi dan inventarisasi aset memiliki tugas melakukan identifikasi dan inventarisasi siapa dan apa saja yang dilakukan di atas lahan 650.000m2,” kata Bang Zul.

Selanjutnya di bidang hukum dan kerjasama memiliki tugas kajian dan analisis terhadap permasalahan hukum pasca putus kontrak serta menentukan bentuk kerja sama optimalisasi aset. Sedangkan di bidang keamanan, melakukan pengamanan pada saat identifikasi dan inventarisasi serta melakukan pendalaman setiap perkembangan yang ada.

Pihaknya memberikan penekanan kepada Satgas Optimalisasi Aset Gili Trawangan yaitu pendekatan politik dan menunda pendekatan hokum. Selanjutnya pendekatan kultural, harmonis, dialogis, dan komunikatif dan pendekatan ekonomi dan kesejahteraan sosial. “Sebagai Gubernur, kami memahami bahwa masalah aset dengan berbagai sengkarut dan sengketa yang bahkan melibatkan masyarakat di dalamnya sudah sangat panjang,” ujarnya.

Baca Juga:  Fraksi Demokrat DPRD NTB Inisiasikan Perda IPR dan CSR

“Maka paradigma kesejahteraan berkeadilan menjadi payung besar bagi Satgas untuk melihat, menelaah dan menuntaskan berbagai persoalan. Dengan kata kunci tidak boleh ada satu pun masyarakat yang dirugikan, apalagi dikeluarkan dari Gili,” imbuhnya. Gubernur mengatakan, proses panjang yang dilakukan Pemprov NTB membuahkan hasil. Usulan pembatalan Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 209/Gili Indah seluas 650.000m2.

Yaitu atas nama PT GTI oleh Pemprov NTB kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang, Kepala Badan Pertanahan Nasional, telah ditindak lanjuti dengan keluarnya keputusan Menteri ATR/BPN No 2 Tahun 2022 tanggal 9 September 2022 tentang Pembatalan HGB. Kemudian langkah selanjutnya, Pemprov NTB akan melakukan kerjasama pemanfaatan lahan dengan masyarakat dan pengusaha dengan prinsip aset berfungsi secara optimal.

Masyarakat akan sejahtera, pendapatan asli daerah meningkat secara bertahap, Gili Trawangan mendunia dan wisatawan merasa nyaman. “Perjanjian Pengelola oleh Pemerintah Provinsi NTB berpedoman pada PP No. 27 tahun 2014, PP No. 28 Tahun 2020, Permendagri No. 19 Tahun 2016 dan Perda NTB No. 11 tahun 2017,” tegas Bang Zul.

PP No. 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, PP No 18 Tahun 2021 dipergunakan karena kekhususan permasalahan yang terjadi di Gili Trawangan. Saat ini Pemprov NTB telah membentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) yang akan secara khusus menangani destinasi Gili Trawangan. (red)