Anggota Komisi II DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat yang juga Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Mataram, Made Slamet. (Ist)
Anggota Komisi II DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat yang juga Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Mataram, Made Slamet. (Ist)

NUSRAMEDIA.COM — Harga beras saat ini berada di posisi kisaran Rp16.000-17.000/kg. Tingginya harga beras ini membuat masyarakat mengeluh. Padahal NTB diketahui sebagai daerah lumbung pangan nasional. Sayangnya harga beras belum bisa ditekan didalam daerah. Beras merupakan bahan kebutuhan pokok yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat.

Anggota Komisi II DPRD NTB Made Slamet mengatakan, NTB menjadi daerah lumbung pangan saja kondisinya seperti ini, apalagi daerah lain. Tentunya dalam hal ini pemerintah dan stakeholder tekait harus mengambil langkah agar tidak terjadi hal serupa. Pasalnya, tingginya harga beras beberapa kali terjadi didaerah lumbung pangan ini, yang mana seharusnya dapat teratasi.

Baca Juga:  Ribuan Runner Bakal Ramaikan Lombok

“Karena kita lumbung pangan, beras ini kan barang bebas, sehingga dinas terkait harus mengambil kebijakan strategis. Termasuk satgas pangan semua ini harus bergerak mengambil kebijakan, agar jangan sampai beras kita keluar semuanya, nanti ini seperti tikus mati dalam lumbung sendiri,” ujarnya, Selasa (20/2/2024).

Ia menambahkan, untuk menjaga ketersedian dan stabilisasi harga didalam daerah, barang seperti beras ini harus ditekan pengiriman keluarnya agar didaerah tidak mati di lumbung pangan sendiri. Selain itu, kembali menekankan keanekaragaman pangan harus ditingkatkan.

Baca Juga:  Bank NTB Syariah Resmikan Gedung Baru KCP Narmada

“Kampus kita unram sudah menemukan beras dari umbi-umbian. Semestinya itu didorong, sudah temukan inovasi seperti itu. Ya didorong dong,” jelasnya. Menurutnya, saat ini tingginya harga beras saat ini dinilai merupakan buatan pemerintah agar membuka kembali impor beras.

Mengingat, Indonesia sebelumnya sudah pernah mengimpor beras untuk memenuhi kekerungan stok. “Kalau sudah impor urusannya fee atau cuan,” katanya.  Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) NTB Wahyudin mengatakan, pada Januari-Februari 2024 ini produksi gabah dan beras hanya sebagian kecil di wilayah tertentu di NTB, sehingga potensi produksinya tidak banyak.

Baca Juga:  DPRD Sumbawa Bahas Dua Usulan Ranperda

Padahal di Januari, Februari sampai Maret potensinya untuk menambah produksi. Namun melihat kondisi cuaca kemarau panjang membuat masa tanam mundur. “Jadi Januari Februari memang kecil, dengan demikian produksi dengan pasti berkurang dari kebutuhan. Tetapi kami masih punya stok, stok produksi yang lama, yang dari kegiatan dari penanaman sebelumnya. Stok itu ada Dimana? Ada di bulog dan sebagian di pedagang-pedagang pengepul itu,” ujarnya (red)