Anggota Fraksi PKS yang juga sekaligus Ketua Komisi III DPRD Provinsi NTB, H. Sambirang Ahmadi. (Ist)
Anggota Fraksi PKS yang juga sekaligus Ketua Komisi III DPRD Provinsi NTB dari Dapil V Sumbawa-KSB, H. Sambirang Ahmadi. (Ist)

NUSRAMEDIA.COM — Anggota Fraksi PKS DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Sambirang Ahmadi akhirnya angkat suara. Ia menanggapi penolakan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTB soal penetapan 16 Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).

Yakni yang tersebar di lima Kabupaten di lingkup Provinsi NTB. Pasalnya, penolakan atas WPR itu dominan tersebar di dapilnya. Ketua Komisi III DPRD Provinsi NTB itu tak menampik, bahwa wilayahnya memang kaya akan sumber daya mineral dan tambang.

Menyikapi perihal itu, menurut dia, perlu pendekatan yang adil, berimbang, dan berpihak pada rakyat serta kelestarian lingkungan. Legislator Udayana jebolan Dapil V Sumbawa-KSB itu lantas menjelaskan, konteks WPR di Sumbawa dan Sumbawa Barat.

Pertama, ungkap dia, di Sumbawa dan Sumbawa Barat terdapat 6 blok WPR yang ditetapkan dalam Kepmen ESDM No.194/K. Kedua, WPR ditujukan untuk melegalkan dan mengatur penambangan rakyat yang selama ini sudah berjalan secara tradisional dan informal.

Baca Juga:  Dewan Salman Alfarizi Sosialisasikan Ranperda Perlindungan PMI Asal NTB

“Ketiga, legalitas ini bertujuan melindungi masyarakat lokal dari jeratan hukum dan eksploitasi oleh pihak luar yang kerap memanfaatkan kekosongan hukum,” tuturnya. “Keempat, setiap WPR wajib menyusun dokumen lingkungan, rencana reklamasi, membayar IPERA, serta tunduk pada teknik tambang yang ramah lingkungan,” imbuhnya.

Sambirang Ahmadi menegaskan pihaknya sangat menghormati posisi Walhi NTB yang konsisten mengawal isu lingkungan. “Kritik terhadap WPR kami anggap sebagai alarm pengingat agar implementasinya tidak menyimpang dari prinsip keberlanjutan,” katanya.

“Namun perlu ditekankan bahwa pembiaran tambang rakyat tanpa izin justru lebih berbahaya dibandingkan regulasi yang ketat dan berbasis data,” imbuhnya. Pihaknya pun mengajak Walhi untuk tidak hanya menggungat, namun juga membuka ruang dialog dan sinergi dengan pemerintah dan DPRD. “Agar dampak sosial dan ekologis WPR bisa diminimalisir,” ajak politisi PKS asal Sumbawa tersebut menambahkan.

Baca Juga:  Festival Bale Berdaya : Pesta Rakyat Sumbawa, Ajang Kebangkitan UMKM Lokal

SEJUMLAH SARAN SEBAGAI LANGKAH STRATEGIS

Tak hanya itu, pria yang kerap disapa Haji Sam ini lantas memberikan sejumlah usulan/saran sebagai langkah strategis. “Pemerintah melalui Dinas ESDM dan LHK duduk bersama semua stakeholder terkait. Tujuannya, mengevaluasi dampak awal dan potensi kerusakan,” terangnya.

“Kemudian, Komisi IV DPRD NTB buat forum dialog publik lintas aktor. Ini untuk menjembatani posisi Walhi, masyarakat dan pemda,” imbuhnya. Selanjutnya, masih kata Sambirang, perlunya penguatan peran koperasi lokal urgen. “Untuk memastikan tambang rakyat dikelola warga, bukan cukong,” jelasnya.

Termasuk, lanjut dia, moratorium bertahap jika nanti ditemukan pelanggaran berat. “Ini untuk menunjukkan keberpihakan terhadap lingkungan,” katanya. Terakhir, pihaknya juga mendorong regulasi daerah tentang pengelolaan IPERA. “Tujuannya untuk mengoptimalkan pendapatan daerah demi kesejahteraan rakyat,” sarannya lagi.

Baca Juga:  DPRD Sumbawa Bahas Dua Usulan Ranperda

FRAKSI PKS DPRD NTB SIAP KAWAL

Lebih jauh dikatakannya, bahwa Legislator Udayana dari Dapil V Sumbawa-Sumbawa Barat itu mengaku, pihaknya bekepentingan untuk mengawal dan mengawasi perihal tersebut. “Sebagai wakil rakyat dari daerah kaya tambang, saya berkepentingan agar kekayaan ini tidak menjadi sumber petaka ekologis, tetapi justru menjadi berkah yang terkelola secara adil,” ujar Sambirang Ahmadi.

“Fraksi kami siap mengawal, mengevaluasi, bahkan mendesak menghentikan bila implementasi WPR nantinya tidak sesuai prinsip keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan,” tambahnya. Sambirang Ahmadi pun berharap, bahwa kritik Walhi NTB menjadi dasar kebijakan antisipatif pemerintah daerah dan sekaligus menjadi ruang evaluasi bersama bagi semua. (red)