NUSRAMEDIA.COM — Direktur Lombok Global Institut (Logis) NTB, M Fihirudin mendukung audit ulang kerugian negara soal kasus korupsi proyek pembangunan ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Lombok Utara yang dilakukan Inspektorat Provinsi NTB.
“Kami mendukung audit ulang LHP IGD RSUD KLU, oleh Tim Inspektorat Provinsi NTB untuk mendapatkan hasil yang adil supaya kasus ini tidak terkesan mendzalimi salah satu pihak, akibat kepentingan segelintir orang yang tidak suka dengan Wakil Bupati Lombok Utara,” ujarnya, Kamis (7/7) di Mataram.
Fihirudin menegaskan audit ulang kerugian negara dalam kasus korupsi proyek pembangunan ruang IGD RSUD Kabupaten Lombok Utara (KLU) ini penting dilakukan untuk mengukur kesesuaian progres yang sebenarnya dilapangan dengan hasil audit Inspektorat Provinsi NTB sebelumnya.
“Harus diteliti dengan cermat kesesuaian progres yang sebenarnya dilapangan dengan hasil audit Inspektorat Provinsi sebelumnya. Jangan sampai kita salah atau keliru mendzalimi orang lain. Apalagi saya sudah turun melakukan investigasi dibawah terkait kasus IGD RSUD KLU itu,” tegasnya.
Menurut dia, apa yang dilakukannya tersebut bukan berarti mendukung adanya prilaku atau budaya korupsi ataupun perbuatan melawan hukum. Melainkan, semata-mata dirinya tidak ingin ada pihak-pihak yang tidak bersalah kemudian terdzalimi dengan kasus tersebut.
“Saya tidak mendukung koruptor, cuman jangan kita sampai mendzalimi orang yang belum tentu ada kesalahannya,” tegas Fihir lagi. Sebelumnya Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB sudah meminta Inspektorat NTB untuk lebih teliti dalam melakukan penghitungan kerugian negara di kasus tersebut.
“Saya tekankan (Inspektorat) untuk hati-hati dan harus lebih teliti menghitung,” kata Kepala Kajati NTB, Sungarpin di Mataram, Senin (4/7/2022). Dia pun meyakinkan bahwa penghitungan ulang kerugian dari proyek di tahun 2019 itu berdasarkan permintaan tersangka.
Tersangka kepada jaksa mengklaim adanya material pekerjaan yang tidak masuk dalam audit pertama, sehingga mengakibatkan munculnya kerugian negara. Sungarpin mengatakan penanganan kasus tersebut kini tinggal menunggu hasil hitung inspektorat. Hasil dari Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) ini yang akan menentukan langkah penyidikan.
Menindaklanjuti hal itu, Inspektorat Provinsi NTB menghitung ulang kerugian negara dalam kasus proyek pembangunan ruang IGD RSUD Lombok Utara. Inspektur NTB Ibnu Salim, mengatakan hal ini dilakukan berdasarkan permintaan penyidik kejaksaan. “Iya jadi berdasarkan adanya permintaan penyidik, kami lakukan penghitungan ulang,” kata Ibnu.
Dalam kegiatan tersebut, pihaknya melibatkan tim ahli dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) NTB. Ibnu memastikan langkah itu untuk membantu pihaknya menganalisa pekerjaan proyek yang berjalan di tahun 2019 tersebut. “Hasil cek fisik ahli yang nantinya jadi dasar kami hitung kerugian,” ujarnya.
Ibnu Salim mengungkapkan, pihak kejaksaan meminta hitung ulang kerugian negara dari kasus ini karena ada barang yang belum masuk pada hasil perhitungan sebelumnya. “Jadi, ada material ‘on site’ yang belum masuk hitungan,” tuturnya. Perhitungan sebelumnya disebutkan kerugian negara dalam kasus tersebut Rp 742,75 juta. Angka kerugian negara itu muncul dari dugaan kelebihan pembayaran proyek.
Proyek dengan nama pekerjaan penambahan ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada RSUD Lombok Utara ini dikerjakan oleh PT Batara Guru Group. Proyek dikerjakan dengan nilai Rp 5,1 miliar yang bersumber dari APBD Lombok Utara. Dugaan korupsinya muncul pasca pemerintah memutus kontrak proyek ditengah progres pengerjaan. Hal tersebut dikuatkan dengan adanya kerugian negara dengan nilai Rp 742,75 juta.
Modus korupsi dari kasus ini berkaitan dengan pekerjaan proyek yang tetap dinyatakan selesai meskipun masih ada dugaan kekurangan volume pekerjaan. Angka kerugian negara itu pun muncul dari dugaan tersebut. Untuk proyek ini, Kejati NTB menetapkan Wakil Bupati Lombok Utara, DKF sebagai tersangka.
Saat proyek ini berjalan, DKF mengemban jabatan staf ahli dari konsultan pengawas CV Indo Mulya Consultant. DKF menjadi tersangka bersama pimpinan CV Indo Mulya Consultant, berinisial LFH, Direktur RSUD Lombok Utara berinisial SH, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek berinisial HZ, dan kuasa direktur PT Batara Guru Group berinisial MF. (red)