
NUSRAMEDIA.COM — Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan mengingatkan pemerintah bahwa cita-cita swasembada pangan tidak boleh membuat kita “tutup mata” terhadap berbagai persoalan mendasar mengenai pangan khususnya ketergantungan impor pangan.
Menurutnya, pemerintah harus menghindari terjadinya “Naturalisasi Pangan” demi mencapai swasembada. “Istilah naturalisasi ini populer ketika pemain sepak bola asing berubah menjadi WNI, kita khawatir ini juga terjadi pada produk pangan dimana misalnya sapi Brazil dinaturalisasi jadi sapi Indonesia demi program swasembada,” ujarnya, Jum’at (13/12/2024).
Politisi PKS ini juga mengungkapkan bahwa, selama ini khususnya sepuluh tahun terakhir tidak pernah terjadi peningkatan produksi pangan yang signifikan di tanah air sehingga dampaknya selalu mengandalkan impor.
“Sebagai gambaran tahun 2024 saja , impor beras telah meroket 121% demikian juga dengan produk pangan lainnya. Maka ketika tidak ada terobosan baru untuk menekan laju impor dan meningkatkan produksi pangan maka yang terjadi adalah ‘naturalisasi produk pangan’,” tegas Johan.
“Dimana produk pangan impor yang masuk dinaturalisasi sebagai pangan dalam negeri, dan jangan sampai hal ini terjadi mengingat Negara kita adalah Negara agraris yang besar,” sambung Legislator Senayan jebolan asal Dapil NTB 1 Pulau Sumbawa tersebut.
Tak hanya itu, dia juga menambahkan, bahwa untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah berdampak meningkatnya kebutuhan susu dan daging padahal sebelumnya juga memang kurang produksinya di dalam negeri.
Maka situasi ini, kata dia, tidak boleh membuat pemerintah tidak punya cara untuk memenuhinya selain impor dari luar. “Saya melihat harus ada kebijakan tegas untuk memberdayakan dan mengoptimalkan potensi pangan dalam negeri,” katanya.
“Jika kita serius untuk swasembada, misalnya solusi pangan untuk program MBG ini adalah konsumsi Ikan dan pangan lokal yang memenuhi standard gizi seimbang,” kata Johan Rosihan yang juga Ketua DPP PKS Bidang Pembinaan Wilayah (BPW) Santri Bali-Nusra ini.
Dia juga mengaku prihatin dengan persoalan impor pangan pokok. Antara lainnya seperti beras yang mencapai 13,15 juta ton di era kepemimpin sebelumnya. “Kita tentu prihatin melihat bahwa impor pangan pokok seperti beras telah mencapai 13,15 juta ton selama era Jokowi,” katanya.
“Demikian juga komoditas pangan lainnya seperti 97% kedelai berasal dari impor, 82% susu impor, 70% gula impor dan lain-lain. Di sisi lain program food estate harus jujur kita akui bahwa program tersebut telah gagal, maka berilah keberpihakan kepada petani agar menjadi aktor utama untuk mencapai swasembada pangan,” imbuh Johan.
Oleh karenanya, ia menegaskan agar target swasembada pangan perlu diperjelas oleh pemerintah untuk menghindari terjadinya naturalisasi pangan. “Kita harus belajar dari kegagalan era Jokowi, maka target swasembada ini harus jelas,” tegasnya.
“Seperti setiap tahun ada progress mengurangi impor pangan, peningkatan produktivitas setiap tahun secara nasional, meninggalkan pola food estate dan beralih kepada pertanian presisi dan spesifik lokasi serta yang paling penting harus ada peningkatan kesejahteraan petani setiap tahun, saya kira inilah target swasembada yang harus kita kejar selama lima tahun ke depan,” tutup Johan Rosihan. (red)
