
NUSRAMEDIA.COM — Ketua DPRD Sumbawa, Nanang Nasiruddin meminta pemerintah daerah (pemda) agar menyiapkan berbagai langkah antisipasi dampak sosial akibat kebijakan tarif impor yang diterapkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Hal itu disampaikan politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut tepatnya saat usai menghadiri acara Media Gathering di Rumah Aspirasi (RA)-Anggota DPR RI Dapil NTB 1 Pulau Sumbawa, Johan Rosihan.
Nanang Nasiruddin memandang perang tarif global saat ini berpotensi memicu lonjakan inflasi di tingkat daerah. Ini akibat rantai pasok terganggu yang dapat membuat harga barang kebutuhan pokok naik.
“Beban masyarakat meningkat sangat berpengaruh terhadap kemampuan daya beli yang melemah,” ujarnya. Dituturkannya pula, Kabupaten Sumbawa sebagai bagian dari sistem ekonomi nasional perlu memiliki rencana kontinjensi.
Yakni yang tanggap, adaptif, dan berkelanjutan. Rencana itu untuk menjaga stabilitas ekonomi daerah, memperkuat daya tahan ekonomi masyarakat, serta mengantisipasi dampak sosial yang mungkin muncul.
Dari aspek sosial, masih kata Nanang Nasiruddin, langkah yang perlu segera dilakukan adalah adalah pembentukan dana cadangan dan intervensi fiskal. Dana darurat perlu dimiliki untuk menghadapi guncangan global dari kebijakan Amerika Serikat tersebut.
Dana darurat merupakan simpanan uang sebagai jaring pengaman finansial untuk menghadapi kejadian tak terduga di masa depan. Selain itu, perluasan program bantuan sosial tunai dan subsidi pangan bagi masyarakat rentan.
Termasuk percepat proyek padat karya untuk menyerap tenaga kerja. “Langkah ini harus dibahas bersama eksekutif dan legislatif, serta pelibatan pemangku kepentingan lainnya. Ini kembali pada langkah kebijakan Bupati nantinya,” kata Nanang.
Pada 2 April 2025, pemerintah Amerika Serikat mengumumkan kebijakan tarif impor baru yang mengejutkan seluruh dunia. Kebijakan itu diterapkan untuk mengurangi ketergantungan Amerika Serikat terhadap produk impor dan mendorong pengembangan industri lokal di negara tersebut.
Semua barang impor kini dikenai tarif dasar sebesar 10 persen, namun negara-negara dengan defisit perdagangan besar terhadap Amerika Serikat memperoleh tarif ekstra. Indonesia termasuk dalam daftar negara-negara yang terkena dampak terbesar dengan tarif mencapai 32 persen.
Dilansir dari Antara, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Nusa Tenggara Barat pada Januari-Februari 2025, Amerika Serikat merupakan mitra ekspor terbesar dari produk-produk non tambang yang dihasilkan oleh provinsi kepulauan tersebut.
Pada Januari 2025, nilai ekspor Nusa Tenggara Barat ke Amerika Serikat tercatat sebanyak 1,12 juta dolar AS atau setara 28,88 persen dari total nilai ekspor mencapai 3,89 juta dolar AS yang dilakukan di bulan itu.
Adapun saat Februari 2025, Amerika Serikat masih menduduki posisi pertama negara tujuan ekspor Nusa Tenggara Barat dengan nilai produk mencapai 3,89 juta dolar AS dari total ekspor sebesar 7,28 juta dolar AS.
Kelompok komoditas ekspor Nusa Tenggara Barat yang umum dikirim ke Amerika Serikat merupakan hasil bumi berupa udang kaki putih beku tanpa kepala dan ekor, udang yang diolah atau diawetkan, serta vanili organik. (red)
