NUSRAMEDIA.COM — Anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat, TGH Patompo Adnan secara tegas menolak keputusan pemerintah menerbitkan aturan yang memfasilitasi alat kontrasepsi atau pencegahan kehamilan bagi siswa sekolah atau pelajar.
Pria yang duduk di Komisi V DPRD NTB itu menilai bahwa aturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) itu tidak sesuai dengan pendidikan nasional serta ajaran agama.
“Yang mesti dilakukan adalah menyelenggarakan pendidikan karakter yang bersumber dari agama dan nilai-nilai luhur budaya ketimuran. Sebagai bentuk upaya prepentiv atas terjadinya prilaku seks bebas, yang semestinya pemerintah lakukan adalah mencari sebab-sebab, kenapa kemudian angka kehamilan tinggi dikalangan remaja, lalu membuat program preventif,” ujarnya, Rabu (14/08/2024).
“Tidak malah menyediakan alat kontrasepsi yang secara tidak langsung membiarkan anak-anak didik menggunakan dan melakukan hubungan diluar nikah, yang juga bermakna membiarkan anak-anak melakukan seks bebas,” sambung Tuan Guru Patompo.
Ketua Fraksi PKS NTB itu justru memandang penerbitan aturan itu sama saja artinya dengan mengizinkan budaya seks di kalangan pelajar atau siswa. Menurut dia, pemerintah mestinya aktif melakukan sosialisasi soal bahayanya seks bebas.
“Selain tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama, maksud dan tujuan dari pasal 103 ayat 1 dan 4 PP 28 Tahun 2024 tersebut tidak jelas,” tegas Legislator Udayana jebolan Dapil Lombok Tengah tersebut.
Untuk diketahui, Presiden Jokowi sebelumnya meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). PP 28/2024 itu mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja.
Aturan itu diteken Presiden Jokowi pada Jumat pekan lalu, 26 Juli 2024. Dalam Pasal 103 ayat (1) beleid tersebut berbunyi, upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.
Kemudian, ayat (4)nya menyatakan : pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja paling sedikit terdiri dari deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi. (red)