
NUSRAMEDIA.COM — Ikhtiar H Johan Rosihan (HJR) sebagai anggota DPR RI jebolan dari Daerah Pemilihan (Dapil) NTB 1 Pulau Sumbawa patut diapresiasi.
Tak kenal lelah, terus berupaya melakukan yang terbaik. Meski ditengah agenda kerja yang begitu padat di Senayan, HJR tetap berupaya membersamai masyarakat di dapilnya.
Selain membersamai, ia juga terus menjaring segala keluh kesah atau persoalan yang dihadapi masyarakat di Pulau Sumbawa. Ini ditandai dengan terus tersalurkannya berbagai bantuan.
Bantuan aspirasinya, menyasar secara bergiliran dan merata di Kabupaten/Kota lingkup Pulau Sumbawa, NTB. Mulai dari Sumbawa Barat, Sumbawa, Dompu, Bima hingga Kota Bima.
Setelah nampak beberapa waktu bahkan harus bolak balik dari satu titik ke titik lainnya di Pulau Sumbawa, tepat Selasa 13 Juni 2023 Johan Rosihan langsung mengikuti agenda Rapat Paripurna DPR RI.
Ikhtiar tanpa batas dan tak mengenal lelah dan waktu, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu terus berupaya maksimal menjaga amanah dan memperjuangkan setiap kepentingan rakyat di Pentas Nasional.
Bahkan usai Rapat Paripurna, HJR bukan malah beristirahat. Ia justru menyambut kedatangan para Kepala Desa dari Kabupaten Sumbawa.
Ia menerima aspirasi sekaligus silaturahim dari para kades secara resmi di Ruang Rapat Pleno Fraksi PKS DPR RI. Dikesempatan ini berbagai hal mencuat jadi pembahasan untuk dijadikan perhatian bersama.
Tak berhenti disitu, Rabu malam (14/6/2023), HJR bahkan telah kembali ke Kabupaten Sumbawa, Pulau Sumbawa, NTB. Ia langsung bersilaturahim dengan masyarakat diwilayah Kebayan, Kabupaten Sumbawa.
Kehadirannya disambut hangat oleh warga setempat. Nampak masyarakat sangat antusias dengan kehadiran HJR. Dikesempatan ini, HJR juga berdialog sembari menyerap aspirasi warga.
DESAK PEMERINTAH CABUT PP 26/2023
Sebelumnya pada Rapat Paripurna di Jakarta, Legislator Senayan kelahiran asal Sumbawa itu bersuara lantang melakukan protes kepada pemerintah.
Secara tegas, ia melakukan interupsi menyampaikan desakan soal diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP) No 26 Tahun 2023, yaitu tentang Pengelolaan Sedimentasi Hasil Laut yang Mengizinkan Ekspor Pasir Laut.
Johan Rosihan mendesak agar PP tersebut segera dicabut. “PP ini patut ditolak oleh DPR RI sebagai lembaga negara yang peka terhadap aspirasi masyarakat,” tegasnya.
“Kita harus ingat bahwa pelarangan ekspor pasir laut dimulai pada pemerintahan Presiden Megawati pada tahun 2003 demi mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas terutama risiko tenggelamnya pulau-pulau kecil,” sambungnya.
Menurut dia, setelah 20 tahun ekspor pasir laut itu dilarang keluarlah PP No. 26/2023 yang notabene telah ditolak oleh semua kalangan masyarakat. “Jadi hal ini perlu ditindaklanjuti DPR agar pemerintah segera mencabut PP tersebut,” tegas Johan Rosihan.
Dia menilai bahwa isi atau muatan dari PP 26/2023 ini hampir setengahnya membahas terkait jual beli pasir bahkan secara eksplisit menyebut mengenai ekspor pasir laut.
Terlebih lagi, kata pria yang duduk di Komisi IV DPR RI tersebut, pasal-pasal ini berpotensi melegalkan kegiatan eksploitasi pasir laut yang dilakukan oleh para mafia pasir.
Selain itu, terangnya, telah banyak penelitian menunjukkan bahwa ekspolitasi pasir ini akan merusak habitat penting bagi biota perairan, menambah kekeruhan air dan bahkan bisa merubah garis pantai dan batas wilayah negara jika terus dilakukan pada pulau-pulau terluar.
Oleh karenanya, dia menilai munculnya PP ini telah menabrak filosofi UU 32/2014 tentang kelautan yang menekankan agar pembangunan kelautan diimplementasikan melalui kebijakan yang mengutamakan tata kelola kelautan, keamanan dan keselamatan laut serta lingkungan laut.
Menurut dia, sekaligus PP ini bertolak belakang dengan kebijakan ekonomi biru yang selalu digaungkan pemerintah. “Salah satu kebijakan ekonomi biru yang dibuat oleh pemerintah adalah mengenai ‘Pengembangan budidaya laut, pesisir dan darat secara berkelanjutan’,” urainya.
“Namun hal ini malah bertolak belakang dengan munculnya PP No. 26 tahun 2023 ini. Saya menegaskan agar PP ini harus segera dicabut,” sesal Johan Rosihan.
Karena bertentangan dengan kebijakan ekonomi biru yang digariskan oleh pemerintah sendiri, kata dia, maka pengelolaan sedimentasi hasil laut harus memprioritaskan pengembangan budidaya laut dan daratan secara berkelanjutan.
“Dan bukan dengan cara mengekploitasi pasir laut apalagi membolehkan ekspor pasir laut,” demikian hal itu dikatakan Johan Rosihan selaku wakil rakyat dari Dapil NTB 1 Pulau Sumbawa. (red)
