
NUSRAMEDIA.COM — Anggota DPR RI dari Dapil NTB 1 Pulau Sumbawa, Mori Hanafi menyoroti soal masih banyaknya ruas jalan tol di Indonesia yang belum memenuhi Standar Pelayanan Minimum (SPM).
Ini meskipun pendapatan pengelola tol sudah sangat tinggi. Dalam rapat panitia kerja (panja) jalan tol, politisi Partai NasDem itu menyebutkan bahwa ada 21 ruas tol yang masih di bawah standar.
Sementara itu, sambung Anggota Komisi V DPR Ri tersebut, 54 ruas tol lainnya dinilai sudah memenuhi asumsi Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT). “Jakarta–Tangerang, contohnya,” sorot dia.
“Trafficnya mencapai 395 ribu kendaraan per hari. Begitu juga Tangerang–Merak, meski tarifnya tinggi, lalu lintasnya luar biasa. Tapi standar pelayanannya belum terpenuhi,” sambung Mori.
Pria yang juga Ketua DPW Partai NasDem Nusa Tenggara Barat itu juga menyoroti beberapa ruas tol yang pendapatannya besar namun kualitas jalannya masih dikeluhkan pengguna.
▪︎ Tol Cikopo–Palimanan (Cipali): pendapatan mencapai lebih dari Rp1 triliun pada 2022, namun masih banyak kasus ban pecah akibat jalan bergelombang.
▪︎ Tol Jakarta–Tangerang dan Tangerang–Merak: lalu lintas harian sangat padat, tetapi belum memenuhi standar kelancaran.
▪︎ Tol Kayu Agung–Palembang: sepi pengguna dan banyak tambalan jalan, menyulitkan pengelola dalam memenuhi SPM.
“Kalau yang 21 ruas belum memenuhi standar, mungkin bisa kita maklumi. Tapi bagaimana dengan ruas yang sudah untung besar, tapi pelayanannya tidak maksimal?,” tanyanya.
Tak hanya itu, dia bahkan mempertanyakan mekanisme penyesuaian tarif tol yang dilakukan setiap dua tahun sekali. Menurutnya, hal itu tidak adil bila diterapkan pada ruas tol yang jelas-jelas tidak memenuhi SPM.
“Tol dalam kota macet setiap saat. Bagaimana menerakan kecepatan rata-rata sebagai indikator SPM? Tapi tiap dua tahun, tetap ada tuntutan kenaikan tarif,” kata Mori Hanafi.
Dalam rapat Panja tersebut, dia mendesak pemerintah untuk menunda kenaikan tarif pada ruas tol yang sudah mendapatkan keuntungan besar namun masih gagal memenuhi SPM.
“Kalau yang sepi mungkin bisa diberi kebijakan. Tapi untuk tol-tol yang sudah sangat untung, jangan dulu naik tarifnya,” kata Legislator Senayan asli Mbojo tersebut.
Oleh karenanya, dia meminta agar BPJT lebih objektif dalam melakukan evaluasi. Ia menilai ada kecenderungan BPJT memaksakan diri menyatakan ruas tol telah memenuhi standar, agar bisa membuka jalan bagi kenaikan tarif.
“Kami melihat kesimpulannya cenderung berpihak ke pengelola. Padahal di lapangan, standar pelayanan belum dipenuhi,” demikian dikatakan Mori Hanafi yang juga diketahui sebagai mantan Pimpinan DPRD Provinsi NTB tersebut. (red)