
NUSRAMEDIA.COM — Ketua Komisi II DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat, Lalu Pelita Putra menyambut baik langkah Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB dan Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR).
Pasalnya, Pemprov dan BTNGR berencana akan memberlakukan Standar Operasional Prosedur (SOP) baru pendakian Gunung Rinjani di Pulau Lombok mulai 11 Agustus 2025.
Hanya saja, penataan jalur serta penerapan SOP baru di Rinjani itu diharapkan agar tetap memperhatikan kelestarian lingkungan sekaligus menjaga kearifan lokal. Terutama di wilayah Rinjani.
“Prinsipnya, kami mendukung langkah penataan tracking Rinjani. Termasuk SOP yang dibuat, tapi jangan sampai menghilangkan kelestarian dan kearifan lokal yang selama ini ada di Gunung Rinjani,” ujarnya, Sabtu (09/08/2025).
Lalu Pelita Putra lantas mengungkapkan beberapa kearifan lokal yang mencerminkan nilai lokal di kawasan Rinjani. Pertama, kata dia, patuh pada orang tua.
Dimana hal itu merupakan nilai yang tercermin dari kisah Dewi Anjani, yang menunjukkan ketaatan sang dewi terhadap kehendak orang tuanya. Bahkan jika itu melibatkan larangan menikah dengan pilihan pribadinya.
“Ketaatan ini menjadi awal transformasi Dewi Anjani menjadi bangsa jin,” kata Legislator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Udayana jebolan dari Daerah Pemilihan (Dapil) Lombok Tengah tersebut.
Kedua, lanjut Lalu Pelita Putra, yakni kasih sayang. Dimana hal itu juga menjadi nilai lokal yang tercermin dalam kisah Dewi Anjani. Penghargaan dan cinta masyarakat bangsa jin terhadap Dewi Anjani menjadi alasan mengapa dia diangkat menjadi ratu jin.
Terlebih, kasih sayangnya terlihat dalam tindakan menolong Doyan Neda dari kekejaman ayahnya, yang kemudian hidup kembali berkat pertolongan sang Dewi. Ketiga, tradisi Menyembe dan Wetu Telu.
Hal ini mencerminkan nilai kearifan lokal terkait dengan hubungan manusia dengan alam dan sesama manusia. “Ritual adat Menyembe, yang melibatkan memberikan tanda di dahi bagi orang-orang yang akan mendaki Gunung Rinjani,” katanya.
“Ini menunjukkan kesadaran akan keberadaan makhluk gaib di tempat tersebut,” sambung pria yang kerap disapa Miq Pelita tersebut. Dijelaskan, hubungan antara Dewi Anjani dengan agama Islam, yang diakui sebagai jin Islam, tentunya mencerminkan pengaruh kearifan lokal terhadap agama.
Hal ini tercermin dalam falsafah “Wetu Telu,” yang awalnya merupakan sinkretisme antara agama Islam dan agama Siwa-Budha di Lombok. Dimana, lanjut Pelita, di Desa Bayan, Kabupaten Lombok Utara (KLU), justru tradisi Wetu Telu menjadi pedoman masyarakat.
Tradisi tersebut menekankan keseimbangan antara hubungan Tuhan dengan manusia, manusia dengan sesama, dan manusia dengan lingkungan. “Dan, nilai-nilai ini mengakar pada kepercayaan bahwa ketidakseimbangan dalam ketiga unsur tersebut dapat mengganggu kesejahteraan masyarakat,” demikian Lalu Pelita Putra.
Sebelumnya, Pemprov NTB dan pihak BTNGR, mulai merumuskan SOP baru saat melakukan pendakian ke Gunung Rinjani selama masa penutupan pendakian yang berlangsung mulai dari tanggal 1 hingga 10 Agustus 2025.
Kepala Dinas Pariwisata NTB Ahmad Nur Aulia mengatakan SOP bahwa penggodokan SOP baru tengah dikoordinasikan dengan TNGR. “Insya Allah, SOP akan paralel dilaksanakan pasca-masa pemeliharaan jalur,” ujarnya belum lama ini.
SOP baru tersebut meliputi pembenahan dan melakukan verifikasi serta validasi berbagai hal. SOP yang baru akan menetapkan standar untuk mengantisipasi insiden di jalur pendakian.
Dinas Pariwisata juga akan melakukan proses peningkatan keterampilan untuk 371 porter dan pemandu yang mencari nafkah di Gunung Rinjani. Berkoordinasi dengan Kementerian Pariwisata, pelatihan bagi pemandu itu akan dilaksanakan pada masa libur.
“Selama ini kan kita kesulitan mencari pemandu dan porter kalau masa musim ramai atau high season di Rinjani, karena semua pada bawa tamu,” kata Ahmad Nur Aulia.
Dia mengatakan dari 661 porter dan pemandu di Gunung Rinjani, 371 orang di antaranya belum diberikan sertifikasi pemandu. Dari 371 orang itu, 50 pemandu telah diberikan sertifikasi selama masa pemeliharaan jalur di Rinjani.
“Jadi masih ada tersisa sejumlah 321 orang dan 50 (orang) sudah kita berikan pelatihan. Sisanya di masa pemeliharaan itu kita gencarkan 1-10 Agustus,” ujar Kepala Dispar NTB tersebut.
Menurut dia, bahwa dalam proses pemberian pelatihan kepada 371 pemandu Rinjani juga diberikan pengetahuan dasar terkait dengan penanganan kesehatan dasar dan keselamatan.
Seluruh pemandu diberikan pemahaman tentang pelaksanaan penyelamatan secara dasar ketika terjadi insiden di Rinjani.
“Jadi, dalam pelatihan itu pemandu itu tidak ada menu untuk rescue dasar. Tapi kita sudah minta SAR memberikan berbagi tambahan ilmu untuk pemandu soal rescue dasar,” kata Aulia.
Sebelumnya, Kepala Balai TNGR Yarman mengatakan revisi SOP pendakian Gunung Rinjani bakal dilakukan bersama seluruh pihak, pemerintah daerah, termasuk pelaku pariwisata dan masyarakat sekitar Gunung Rinjani.
Revisi tata kelola Rinjani ini dibicarakan usai kasus Juliana Marins, pendaki Brasil yang jatuh dan meninggal. “Kami sampaikan ada beberapa evaluasi. Ada evaluasi SDM kami sendiri dan pelaku wisata, sarana termasuk SOP akan kita revisi bersama,” ujarnya.
Revisi SOP pendakian ini dibahas oleh kelompok kerja (pokja). Pokja dibentuk berasal dari berbagai elemen, termasuk TNGR, Pemprov NTB, dan sejumlah pihak terkait lainnya.
“Nanti pokja sendiri yang membicarakan terkait peran masing-masing. Jadi poin dalam SOP ini porter, TO, guide apa peranannya. Ya mudahan bisa segera terealisasikan. Nanti akan ada pertemuan lanjutan,” tutupnya. (red)