Ketua Komisi III DPRD Provinsi NTB sekaligus Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) RPJMD DPRD Provinsi NTB, H. Sambirang Ahmadi, M.Si. (Ist)
Ketua Komisi III DPRD Provinsi NTB sekaligus Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) RPJMD DPRD Provinsi NTB, H. Sambirang Ahmadi, M.Si. (Ist)

OLEH :
H. SAMBIRANG AHMADI, M.SI
▪︎ KETUA KOMISI III DPRD PROVINSI NTB
▪︎ WAKIL KETUA PANSUS (RPJMD) DPRD NTB

NUSRAMEDIA.COM, OPINI — Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air (Tramena). Tiga pulau kecil yang membawa Lombok dikenal dunia. Ketiganya di Kabupaten Lombok Utara (KLU).

Lautnya jernih, sunset-nya mempesona. Terumbu karangnya menawan, turis datang seperti arus pasang yang tak pernah surut. Tiga gili ini benar-benar sudah bangkit.

Dari bencana gempa yang memilukan, dari badai COVID yang mematikan. Satu juta wisatawan mancanegara datang per tahun—kata kepala Bappeda Lombok Utara dalam Rapat Pansus RPJMD di DPRD NTB.

Angka itu bukan euforia, tapi ironi. Karena di balik satu juta kunjungan, KLU tetap masuk kantong kemiskinan ekstrem. Kalau dibagi rata ke dalam 360 hari, artinya ada sekitar 2.800 wisatawan datang setiap hari.

Jika masing-masing belanja Rp1 juta per hari (penginapan, makanan, sewa sepeda, kursus diving, beli suvenir), maka ada Rp2,8 miliar uang beredar per hari. Setara Rp84 miliar per bulan. Dan tembus Rp1 triliun lebih per tahun.

Baca Juga:  Menghidupkan Konstitusi : Pelajaran dari Sidang Tahunan MPR 2025

LUAR BIASA

Tapi berapa yang masuk ke kas daerah? Dari lahan 75 hektare milik Pemprov NTB yang disewakan di sana, retribusi yang masuk ke kas provinsi pada 2024 hanya sekitar Rp2,5 miliar.

Saya tidak hitung berapa masuk ke kas KLU dari pajak hotel dan restoran. Saat angka itu disebut, saya melihat wajah teman-teman saya dari Dapil KLU : Raden Nuna, Susu, dan Hasbullah Konco.

Mereka saling pandang, lalu geleng-geleng kepala. Tercengang, dan sedih. Saya pun ikut sedih. Bayangkan, potensi PAD dari aset di sana ratusan miliar, yang masuk hanya sepersekian. Kita butuh transparansi. Kita butuh kejelasan nilai, dan kita butuh manfaat nyata bagi masyarakat sekitar.

GILI SUDAH MENDUNIA

Jenis wisatawan yang datang pun bukan sembarangan. Mereka datang untuk diving, surfing, freediving. Mereka tinggal lebih lama, membelanjakan lebih besar, dan mengharapkan kualitas layanan yang tinggi. Tapi apa yang mereka temui?

Baca Juga:  Menghidupkan Konstitusi : Pelajaran dari Sidang Tahunan MPR 2025

Sampah yang belum baik tertangani. Air bersih yang masih sulit. Infrastruktur yang masih butuh sentuhan. Kalau dibiarkan, Gili akan tampak glamor di depan, tapi rapuh di belakang.

Dan ironi lainnya, Lombok Utara ini juga dikelilingi tambak udang. Tapi tanpa hilirisasi. Limbahnya membahayakan laut. Terumbu karang bisa rusak—kata DR. Marzuki, tenaga ahli pansus.

Pemda patut waspada. Kita patut Hati-hati. Wisata bahari—daya tarik utama Gili—bisa hancur pelan-pelan. Lebih ironis lagi : mayoritas wisatawan datang langsung dari Bali lewat laut, tanpa lewat bandara.

Tanpa tercatat dalam statistik wisata NTB. Mereka datang, mereka belanja, dan memberi harapan. Tapi mereka tak masuk sistem. Padahal—kata DR. Amirosa, tenaga ahli pansus dari Poltekpar NTB—kalau saja data wisatawan yang masuk melalui pintu Gili ini dihitung, jumlah kunjungan wisatawan ke NTB bisa banyak sekali. Itu bisa menaikan citra global NTB.

Baca Juga:  Menghidupkan Konstitusi : Pelajaran dari Sidang Tahunan MPR 2025

Bappeda KLU punya usulan cerdas: Bangun hub transit wisatawan agar turis yang tadinya hanya singgah di Gili bisa diarahkan ke daratan KLU. Ke Senaru. Ke kaki hingga puncak Rinjani. Mereka bisa long stay. Mereka bisa spending lebih banyak. Mereka bisa menyerap budaya lokal.

Tentu, itu semua butuh atraksi budaya. Pertunjukan seni. Mereka ingin melihat keunikan tradisi. Wisatawan hari ini tidak hanya cari view. Tapi cari value. Tidak hanya cari pemandangan indah, tapi cari pengalaman baru.

Ayuk kita dukung visi NTB Mendunia. Kita kuatkan dari sini: KLU dan Gili Tramena. Benahi datanya. Maksimalkan PAD-nya. Kelola limbahnya. Ciptakan atraksinya. Jangan sampai wisatawan dunia datang hanya untuk melihat betapa kayanya kita. Tapi kita tetap miskin. (red)