Ketua Komisi III DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat Fraksi PKS dari Dapil V Sumbawa-KSB, H Sambirang Ahmadi, M.E

NUSRAMEDIA.COM — Ketua Komisi III DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat, Sambirang Ahmadi menyambut baik langkah Pemerintah Provinsi (Pemprov) dengan membentuk Tim Inventarisasi Barang Milik Daerah (BMD).

Untuk diketahui, tim tersebut dibentuk oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi NTB. Sebelumnya, Tim Pelaksana Inventarisasi BMD itu juga secara resmi telah dilepas oleh Wakil Gubernur NTB beberapa hari lalu.

“Tentu kami sambut baik dan saya mendukung penuh langkah (pembentukan tim inventarisasi) ini,” kata Legislator Udayana jebolan Dapil V Kabupaten Sumbawa-Kabupaten Sumbawa Barat tersebut kepada NUSRAMEDIA, Selasa 12 Agustus 2025 di Mataram.

Dukungan yang disampaikan oleh Anggota Fraksi PKS DPRD Provinsi NTB itu, bukan tanpa alasan. Menurut Sambirang Ahmadi, tugas Tim Inventarisasi BMD itu sudah sangat jelas. “Semacam tim sensus aset. Tugasnya jelas,” katanya.

“Yaitu memastikan seluruh aset terdata, tertata, dan ternilai dengan baik. Sebab, tanpa data yang akurat, mustahil kita bisa mengelola aset secara profesional. Pengamanan aset bukan sekadar urusan administrasi, tetapi menyangkut kedaulatan fiskal daerah,” imbuhnya.

Baca Juga:  Menghidupkan Konstitusi : Pelajaran dari Sidang Tahunan MPR 2025

Dikatakannya, bahwa persoalan yang sempat mencuat di Gili Trawangan harus bisa dijadikan perhatian dan pembelajaran bersama. “Kita harus belajar dari pengalaman Gili Trawangan,” tegas pria yang kerap disapa Haji Sem ini.

“Tanah provinsi seluas ±65 hektare di sana, yang seharusnya bisa menjadi mesin PAD (Pendapatan Asli Daerah) pariwisata, malah dikuasai masyarakat. Alih-alih dikelola dengan sistem yang sehat untuk menghasilkan pemasukan bagi daerah, justru muncul tuntutan penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) oleh masyarakat,” jelasnya.

Oleh karenanya, masih kata Sambirang Ahmadi, kasus itu cukup menjadi pengingat keras. “Aset yang tidak diamankan sejak awal, cepat atau lambat akan lepas dari penguasaan pemerintah daerah,” sambungnya.

Bahkan, lebih lanjut dikatakannya, bahwa BPK setiap tahun mengingatkan hal yang sama. Antara lainnya soal aset belum tercatat dengan baik, dimanfaatkan tidak optimal, dan pelaporannya lemah. “Sehingga temuan berulang dalam LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) BPK,” katanya.

Baca Juga:  DPRD Sumbawa Bahas Dua Usulan Ranperda

“Lebih dari itu, nilai aset tetap NTB menurun dari Rp11,23 triliun menjadi Rp10,45 triliun dalam setahun, atau berkurang lebih dari Rp780 miliar. Penurunan ini mencerminkan lemahnya strategi menjaga dan memanfaatkan aset,” lanjutnya.

Padahal disisi lain, lebih jauh dikatakan Sambirang, kemampuan fiskal daerah terbatas. Dimana Pendapatan Asli Daerah (PAD) NTB tahun 2024 hanya sekitar Rp2,9 triliun, dan 70% lebih bergantung pada pajak kendaraan.

“Kondisi ini tidak sehat. Terlalu rapuh jika pendapatan daerah hanya bergantung pada konsumsi. Di sinilah saya melihat peluang besar : Obligasi Daerah,” tutur politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dikenal santun dan ramah ini.

“Instrumen ini memungkinkan daerah menghimpun dana dari investor melalui penerbitan surat utang, dengan jaminan aset atau pendapatan tertentu. Regulasi sudah membuka jalan—dari UU No. 1 Tahun 2022, PP No. 56 Tahun 2018, hingga aturan teknis Kemenkeu dan OJK,” sambungnya.

Baca Juga:  Meriahkan HUT RI ke-80, Jalan Sehat Pemaru Sukses, Sudirsah Sujanto : "Terimakasih Kepada Semua Pihak"

Bayangkan, masih kata dia, jika tanah Gili Trawangan tetap menjadi aset milik pemerintah provinsi, dikelola secara produktif, lalu dijadikan underlying asset penerbitan obligasi pariwisata berkelanjutan. “Dana yang terkumpul dapat digunakan untuk membangun dermaga hijau, pengelolaan sampah, air bersih, dan program pemberdayaan masyarakat,” jelasnya.

“Kepemilikannya tetap di tangan pemerintah daerah untuk kepentingan publik, tetapi nilainya diaktifkan untuk membiayai pembangunan. Moratorium hibah adalah awal yang baik. Pembentukan Tim Sensus Aset adalah langkah lanjutan yang tepat,” katanya lagi.

“Namun, keduanya akan bermakna jika diikuti manajemen aset yang strategis, profesional, dan berani mengeksplorasi pembiayaan kreatif seperti obligasi daerah. Jadi, obligasi daerah, mungkinkah?. Bukan hanya mungkin, ini perlu. Dan waktunya bisa dipertimbangkan dari sekarang,” demikian Sambirang Ahmadi. (red)