Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat, Syamsul Fikri AR, S.Ag., M.Si. (Ist)

NUSRAMEDIA.COM — Anggota Komisi IV DPRD Provinsi NTB, Syamsul Fikri AR, S.Ag., M.Si, menanggapi sekaligus meluruskan polemik terkait pernyataan Kepala Dinas PUPR NTB, Sadimin, yang sebelumnya menuai respons beragam dari publik—khususnya masyarakat Pulau Sumbawa.

Selasa (02/12/2025), Legislator Udayana jebolan Dapil V Sumbawa-Sumbawa Barat itu memastikan bahwa tidak ada unsur diskriminasi dalam pembangunan infrastruktur, termasuk penanganan jalan, sebagaimana dikhawatirkan sejumlah pihak.

Menurut Syamsul Fikri, inti dari pernyataan Kadis PUPR NTB hanyalah menjelaskan kondisi faktual mengenai keterbatasan anggaran yang dihadapi pemerintah daerah. Karena itu, menurutnya, wajar jika penanganan jalan dilakukan berdasarkan skala prioritas.

“Saya kira Pak Kadis PU tidak melakukan diskriminasi pembangunan di Pulau Sumbawa. Beliau hanya menjelaskan bahwa ada keterbatasan anggaran. Jadi bukan berarti jalan rusak tidak diperhatikan,” ujarnya kepada NUSRAMEDIA di Mataram.

Ia menegaskan bahwa panjang ruas jalan di Pulau Sumbawa jauh lebih besar dibandingkan di Pulau Lombok, sehingga prioritas penanganannya harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.

“Anggaran kita terbatas, sehingga pasti ada skala prioritas. Bukan berarti tidak perlu ada perbaikan. Yang jelas, tidak ada pengabaian,” tegas pria yang juga merupakan Sekretaris Fraksi Demokrat DPRD NTB tersebut.

Baca Juga:  Wagub NTB Ajak Bersama Tekan Stunting

AJAK PUBLIK BERSIKAP BIJAK

Syamsul Fikri meminta seluruh pihak untuk tidak langsung menyimpulkan hal-hal negatif dari pernyataan Kadis PUPR NTB. Ia menilai apa yang disampaikan Sadimin justru terbuka dan realistis.

“Kita tidak boleh multitafsir. Pernyataan beliau harus disimak dengan utuh, bukan dipotong-potong. Ini semata soal kondisi anggaran yang memang sangat terbatas,” katanya.

Ia menambahkan bahwa postur anggaran Pemprov NTB saat ini memang jauh dari memadai untuk menangani seluruh kebutuhan pembangunan di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa secara bersamaan.

“Kalau mau sekaligus memperbaiki semua ruas jalan (rusak), itu tidak mungkin. Anggaran kita tidak cukup. Jadi wajar ada (skala) prioritas,” jelasnya.

SOSOK KADIS PUPR NTB DINILAI PROPORSIONAL DAN TIDAK DISKRIMINATIF

Selain meluruskan isu diskriminasi, Syamsul Fikri juga menegaskan bahwa Sadimin selama menjabat sebagai Kadis PUPR justru menunjukkan perhatian yang proporsional kepada seluruh wilayah di NTB, termasuk Pulau Sumbawa.

Bahkan, ia menilai karakter Sadimin sebagai pribadi yang terbuka, baik, dan tidak memiliki niat sedikit pun untuk menganaktirikan satu daerah.

“Beliau orang baik. Kalau pun ada salah ucap atau khilaf, itu manusiawi. Tidak ada manusia yang sempurna,” katanya.

Baca Juga:  Ketua Komisi IV DPRD Paparkan Hasil Pertemuan dengan Kemenkes : "Pembangunan RSUD Sumbawa Terus Dipercepat"

Syamsul Fikri bahkan mengingatkan bahwa Sadimin memiliki ikatan emosional dengan masyarakat Sumbawa.

“Beliau itu iparnya orang Sumbawa, jadi punya darah Sumbawa juga. Jadi mustahil beliau punya niat diskriminatif,” ungkapnya.

IMBAU MASYARAKAT TIDAK PERBESARKAN POLEMIK

Menutup keterangannya, legislator dari Dapil V Sumbawa–Sumbawa Barat itu mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak membesar-besarkan persoalan ini. Ia berharap publik tetap tenang dan objektif dalam menyikapi isu-isu pembangunan.

“Beliau sudah memberi klarifikasi. Mari kita sikapi persoalan ini dengan bijak, tidak perlu diperbesar,” tutup Syamsul Fikri yang diketahui pula merupakan mantan Pimpinan DPRD Kabupaten Sumbawa tersebut.

KLARIFIKASI KADIS PUPR NTB : TIDAK ADA PENGABAIAN, PROGRAM BERDASARKAN SKALA PRIORITAS

Menanggapi polemik tersebut, Kepala Dinas PUPR NTB, Sadimin, memberikan klarifikasi. Ia menyebut pemberitaan sebelumnya tidak memuat secara utuh maksud pernyataannya. Sehingga, menurut dia, menimbulkan persepsi seolah pemerintah mengabaikan infrastruktur di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Sadimin menegaskan bahwa kebijakan perbaikan jalan dilakukan berdasarkan skala prioritas, kebutuhan riil, serta kondisi lalu lintas, bukan berdasarkan wilayah tertentu.

“Tahun ini cukup banyak proyek perbaikan di Sumbawa. Jadi kalau disebut ada ketimpangan, itu belum tentu benar. Pemerintah menggunakan skala prioritas,” jelasnya.

Baca Juga:  Dua Bakal Calon Resmi Mendaftar di Hari Terakhir Pendaftaran Ketua PSSI NTB 2025–2029

Ia memaparkan sejumlah proyek strategis yang tengah berjalan, di antaranya:

▪︎ Perbaikan jalan Simpang Tano – Seteluk sebesar Rp32 miliar
▪︎ Penanganan ruas Lunyuk senilai Rp20 miliar
▪︎ Penanganan Jembatan Doro O’o Kabupaten Bima
▪︎ Sejumlah titik perbaikan lainnya di Pulau Sumbawa

Sementara di Lombok, salah satu proyek besar adalah perbaikan ruas Pohgading dengan anggaran Rp28 miliar. Sadimin juga menekankan bahwa panjang jalan provinsi di Sumbawa mencapai 900 kilometer, jauh lebih panjang dibanding Lombok.

Sedangkan di Lombok menurut dia, panjang jalannya sekitar 500 kilometer, sehingga anggaran pemeliharaan secara alami lebih besar di Sumbawa. “Ketika rusak, biaya penanganannya juga lebih besar. Bahkan tahun ini anggaran perbaikan jalan justru lebih banyak untuk wilayah Sumbawa,” tambahnya.

PENANGANAN JALAN BERTAHAP

Sadimin mengakui bahwa keterbatasan anggaran membuat pemerintah tidak bisa memperbaiki seluruh ruas jalan secara serentak. Karena itu, skala prioritas diberlakukan dengan mendahulukan ruas yang tingkat lalu lintasnya tinggi dan memiliki dampak ekonomi besar bagi masyarakat.

“Kadang ada jalan rusak yang belum bisa langsung ditangani. Kita utamakan dulu yang dilewati banyak kendaraan. Semua ingin kita perbaiki, tapi harus bertahap,” jelasnya. (*)