NUSRAMEDIA.COM — Anggota DPR RI jebolan asal Nusa Tenggara Barat (NTB) 2 Pulau Lombok, Abdul Hadi angkat suara menentang ide Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang berencana melarang ojek online (ojol) membeli BBM bersubsidi seperti Pertalite.
Pasalnya, masyarakat akan marah apabila tarif ojol yang naik akibat dipaksa membeli BBM non subsidi sekelas Pertamax. Legislator PKS itupun berpendapat, rencana pelarangan ojol membeli Pertalite, berpotensi membawa dampak buruk.
Terutama terhadap transportasi publik dan perekonomian masyarakat menengah ke bawah. “Kebijakan ini harus dikaji ulang secara mendalam,” tegas Eks Wakil Ketua DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat tersebut, Kamis (05/12/2024).
Menurut Abdul Hadi, pemerintah tidak bisa mengabaikan dampaknya pada kehidupan masyarakat kecil yang sangat bergantung pada layanan ojol untuk kebutuhan sehari-hari. Baik itu sebagai pengguna maupun sebagai pengemudi.
“Dampak yang terjadi adalah akan ada kenaikan biaya operasional. Data tahun 2022 menunjukkan bahwa 30-40 persen biaya operasional pengemudi ojol berasal dari pengeluaran BBM. Jika subsidi dihapus, tarif layanan diperkirakan naik sehingga memberatkan masyarakat,” ungkapnya.
Selain itu, akan ada peralihan moda transportasi, data menunjukkan bahwa sekira 80 persen pengguna ojol berasal dari kalangan berpendapatan rendah. Mereka kemungkinan besar akan beralih ke moda transportasi yang lebih murah, meskipun kurang efisien atau nyaman.
“Atau bahkan mereka akan beralih tidak menggunakan tranportasi publik lagi,” ujar Abdul Hadi. Selain dampak terhadap transportasi publik, pelarangan BBM subsid terhadap Ojol juga berdampak kepada perekonomian masyarakat.
Dikatakannya, bahwa yang terjadi di masyarakat kebijakan ini akan memicu kenaikan inflasi. Menurut analisa Bank Indonesia, peningkatan tarif transportasi akibat penghapusan subsidi dapat memicu inflasi hingga 0,5 persen dalam waktu enam bulan.
“Selain itu akan terjadi penurunan pendapatan pengemudi ojol, di mana pendapatan harian pengemudi ojol diprediksi turun hingga 30 persen akibat penurunan permintaan layanan, dan akan berdampak langsung pada daya beli mereka,” kata pria yang duduk di Komisi V DPR RI ini.
Abdul Hadi juga mengungkapkan bahwa, akan ada implikasi sosial jika kebijakan pelarangan tersebut dilakukan. Yakni akan ada pemotongan pengeluaran kebutuhan lain dalam konsumsi masyarakat. Banyak pengguna ojol yang harus mengurangi belanja atau konsumsi demi menutupi kenaikan biaya transportasi.
“Selain itu juga akan ada potensi ketidakpuasan masyarakat. Berdasarkan survei, 60 persen pengguna ojol merasa layanan ini esensial. Kebijakan yang memperberat aksesibilitas ojol dapat memicu ketidakpuasan publik,” jelas Eks Ketua DPW PKS NTB itu.
Oleh karenanya, Abdul Hadi meminta pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan tersebut secara komprehensif dengan mempertimbangkan dampaknya bagi masyarakat kecil. Sebab, subsidi BBM adalah bagian dari upaya negara untuk memastikan akses transportasi yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.
“Pemerintah harus mengambil langkah hati-hati. Kebijakan ini memerlukan pendekatan komprehensif untuk menghindari dampak negatif bagi masyarakat kecil,” demikian Abdul Hadi menambahkan.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan, ojol tidak mendapatkan BBM subsidi seperti Pertalite. Sebab pendistribusiannya hanya difokuskan kepada kendaraan berpelat kuning, seperti angkutan umum. Hal ini untuk memastikan tarif transportasi tetap stabil.
“Yang berhak menerima subsidi adalah kendaraan yang berpelat kuning. Angkot, transportasi, supaya apa? Harganya, transportasinya enggak boleh naik. Harga angkutannya enggak boleh naik. Kalau angkutan barang yang berpelat hitam, ya ubah ke pelat kuning. Karena kita kan ingin memberikan ini kan kepada yang berhak,” ucapnya.
Bahlil menilai ojol tergolong usaha atau bisnis pribadi. Bahkan, mayoritas ojol masih tergolong mampu karena memiliki kendaraan pribadi. “Masa yang kayak gini disubsidi? Tetapi kita hitung baik. Yang jelas bijaksana untuk bijaksana,” ujar Bahlil.
Merujuk data yang diolah dari berbagai sumber, jumlah pengemudi ojol di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 4 juta orang pada tahun 2024. Angka ini mencakup mitra dari berbagai platform.
Rata-rata penghasilan pengemudi ojek online di Indonesia bervariasi tergantung pada wilayah, jumlah pesanan, dan sistem insentif dari aplikator. Menurut survei terbaru, per bulan, rata-rata pendapatan mereka berada di bawah Rp 3,5 juta, dengan jam kerja antara 8 hingga 12 jam per hari tanpa hari libur. (red)