
NUSRAMEDIA.COM — Setelah puluhan tahun ditutup, keran ekspor pasir sedimentasi laut resmi dibuka oleh Presiden RI Joko Widodo. Kebijakan ini menuai pro dan kontra ditengah masyarakat.
Pelarangan ekspor dimulai sejak Megawati Soekarno Putri memimpin Indonesia sebagai presiden. Kemudian berlanjut pada masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dari 2004 sampai 2014.
Pelarangan didasarkan pada fakta bahwa negara lain akan diuntungkan. Tak terkecuali masyarakat NTB. Pasalnya, kebijakan ini justru akan menggangu keberlanjutan ekosistem laut.
Diketahui bersama, NTB adalah Provinsi yang mengandalkan sektor pariwisata sebagai salah satu penopang ekonomi masyarakat. Apalagi dengan kehadiran KEK Mandalika.
Dimana dianggap sebagai spirit geliat Pariwisata di NTB. Apabila ekspor ini dipaksakan, maka akan berdampak kepada pariwisata. Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB sebelumnya telah menanggapi hal ini.
Seperti diungkapkan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) NTB Muslim, bahwa Pemprov menyatakan ketegasan tidak akan melakukan ekspor sedimentasi pasir laut.
“Pemerintah Provinsi NTB tidak akan melakukan ekspor sedimentasi pasir laut. NTB tidak ada. Karena aturannya kita sudah ikat dalam RT/RW tidak ada ruang untuk pengambilan pasir laut,” tegasnya.
Sikap Pemprov NTB itupun disambut baik oleh Anggota DPR RI jebolan Dapil NTB 2 Pulau Lombok, H. Abdul Hadi, SE., MM. Dia mengaku mendukung sikap Pemprov NTB untuk tidak melakukan ekspor sedimentasi pasir laut.
“Kami khawatir kebijakan ini justru dapat merugikan masyarakat NTB, sektor pariwisata yang menjadi andalan akan berdampak terutama biota laut dipulau-pulau kecil,” ujarnya menanggapi perihal ekspor sedimentasi pasir laut ini, Senin (14/10/2024).
Menurut Legislator Senayan dari Fraksi PKS itu, bahwa selain mengancam lingkungan hidup, ekspor sedimentasi pasir laut itu juga akan memberikan dampak buruk pada sisi lainnya. Seperti halnya dampak sosial.
Dimana terjadinya penurunan hasil tangkapan ikan dan kesejahteraan masyarakat nelayan. “Kemudian, ada juga risiko penurunan kualitas lingkungan,” tegas Abdul Hadi.
“Yang mempengaruhi mata pencarian masyarakat pesisir yang bergantung pada sumber daya laut. Penambangan pasir laut juga berpotensi memperparah dampak krisis iklim,” sambungnya.
Oleh karenanya, Abdul Hadi mewakili masyarakat, berharap kepada pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto khususnya bagi NTB sebagai daerah yang mengandalkan sektor pariwisata (pulau kecil) untuk tidak memberikan izin perusahaan beroperasi mengambil sedimentasi diwilayah NTB.
“Karena akan berdampak signifikan terhadap erosi pantai, kerusakan ekosistem laut, penurunan kualitas air dan banyak lagi dampak-dampak lainnya,” demikian Anggota DPR RI Dapil NTB kelahiran asli Lombok tersebut menambahkan. (red)
