Komisi IV DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat akhirnya duduk bersama Dinas Perhubungan (Dishub) NTB serta Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Labuhan Lombok. (Ist)

NUSRAMEDIA.COM — Komisi IV DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat akhirnya duduk bersama Dinas Perhubungan (Dishub) NTB serta Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Labuhan Lombok.

Mereka membahas beberapa hal fokus. Pertama, berkaitan dengan implementasi Surat Perintah/Persetujuan Berlayar (SPB). Kemudian soal kondisi kapal penyeberangan yang beroperasi di Kayangan-Poto Tano.

Audiensi itu dipimpin langsung oleh Anggota Komisi IV DPRD Provinsi NTB Syamsul Fikri AR, S.Ag., M.Si dan Suharto, S.T., M.M. Hadir pula Perwakilan Syahbandar Kayangan-Poto Tano serta PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Kayangan.

Soal penerapan SPB dinilai kurang efektif. Pasalnya, memakan waktu yang cukup lama alias antre. Padahal sebelumnya, proses pelayaran dinilai bagus tanpa harus menunggu berjam-jam. Namun kini, pelayanan justru dinilai ruet.

Ini lantaran adanya kebijakan dari penerapan SPB. Sebagai wakil rakyat yang kerap menerima keluhan masyarakat/penumpang, Syamsul Fikri pun intens menyuarakan aspirasi tersebut.

“Banyak keluhan yang kami terima soal sistem kebijakan SPB ini. Karena penumpang harus menunggu satu setengah hingga dua jam-an. Sebagai wakil rakyat, wajar saya menyuarakan keras aspirasi mereka,” katanya.

Baca Juga:  Bank NTB Syariah Bawa Pasar Dasan Agung ke Era Digital dengan QRIS

“Karena ini memakan waktu cukup lama. Jika sewaktu-waktu, bagaimana dengan masyarakat kita yang sedang sakit membutuhkan oenanganan cepat atau ada ambulance yang sifatnya urgency?. Nah, ini juga harus dipikirkan,” imbuh Syamsul Fikri.

Seharusnya, lanjut dia, kebijakan yang dilahirkan justru lebih memudahkan dan memberi kenyamanan kepada masyarakat atau para penumpang. “Oleh karenanya, melalui kesempatan ini, saya berharap ada penjelasan terkait persoalan ini,” tegas Syamsul Fikri.

“Begitu juga dengan persoalan kondisi kapal-kapal yang beroperasi. Apakah kapal-kapal tua dengan kondisi tak layak juga tetap harus dioperasikan? Ini harus jadi perhatian kita bersama. Karena ini menyangkut keselamatan,” sambungnya.

Dalam pertemuan itu, dipaparkan pula soal penerapan SPB yang baru berjalan sekitar satu bulan. Ini lantaran dinilai menimbulkan sejumlah kendala teknis. Beberapa prosedur terasa rumit dan membutuhkan waktu lumayan lama.

Oleh karenanya, perihal ini disoroti. Pihak dewan pun mendorong agar dimaksimalkan sosialisasi kepada masyarakat. Contoh, proses terkadang lamban akibat jaringan internet yang kurang bagus ketika di pelabuhan dan lain sebagainya.

PENJELASAN DISHUB DAN SYAHBANDAR

Baca Juga:  Pondasi Fiskal Pulau Sumbawa Sangat Layak Jadi Provinsi Mandiri

Kepala Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Kayangan, Lombok Timur La Ode Wilo, ST., MPW mengungkapkan, bahwa SPB adalah regulasi wajib terkait kelayakan berlayar, sehingga penerapannya tidak dimaksudkan untuk memberatkan masyarakat, melainkan demi keselamatan pelayaran.

Kemudian soal, sejumlah kapal yang dinilai sudah tak layak beroperasi dan kerap dikeluhkan juga sudah ditertibkan dan ditindak lanjuti. “Ada sejumlah kapal, sudah ditertibkan (alias diparkirkan karena dinilai tidak layak beroperasi),” kata pria kerap disapa Wilo ini.

Bahkan, kata dia, tahapan sosialisasi telah dilakukan pihaknya. Selain itu, tenaga operator terus dimaksimalkan. Pada dasarnya, pihaknya menegaskan secara bersama menyatakan kesiapan mendukung dan memaksimalkan pelayanan pelayaran.

Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Pelayaran Dishub NTB Surya Musdadik menegaskan bahwa saat SPB masih dalam tahap sosialisasi dan penerapannya masih akan terus disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Apalagi NTB menjadi pilot project.

Meski demikian, pihaknya mengaku optimistis bahwa penerapan SPB akan maksimal dan berjalan normal. “Kita kemarin masih tahap sosialisasi. Jadi belum familiar kita terapkan. Insya Allah (akan berjalan) normal,” demikian.

BERIKUT EMPAT KESIMPULAN

Baca Juga:  Muzihir Ajak Seluruh Elemen Jaga Stabilitas dan Keamanan Daerah

Setelah pembahasan berlangsung cukup lama, akhirnya ada empat kesimpulan utama yang akan menjadi rekomendasi kebijakan untuk mengurai permasalahan yang terjadi di pelabuhan penyeberangan itu.

Diungkapkan Syamsul Fikri, pertama adalah SPB sistem penting dan wajin diterapkan dalam proses penyebrangan. “Jadi ada empat kesimpulannya. Pertama, SPB wajib adanya,” tegas Syamsul Fikri.

Meskipun SPB tetap ada, ungkap pria yang juga Sekretaris Fraksi Demokrat itu, perjalanan kapal tidak boleh lagi mengalami keterlambatan. “Yang kedua perjalanan akan normal seperti biasa. SPB ada, tapi tidak ada lagi perjalanan yang molor,” ujarnya.

Legislator Udayana jebolan Dapil V Sumbawa-Sumbawa Barat itu juga menjelaskan, soal pentingnya peningkatan kualitas dan kelayakan armada kapal penyeberangan. “Yang ketiga, penyebrangan kapal harus sesuai standar kelayakan,” jelasnya.

Terakhir, ungkap Syamsul Fikri, yakni untuk mengantisipasi lonjakan penumpang pada momen-momen besar, Komisi IV DPRD NTB merekomendasikan adanya pembangunan dermaga tambahan.

“Yang keempat, direkomendasikan dimungkinkan dibuat dermaga tiga. Hari-hari besar termasuk tahun baru akan dimungkinkan dermaga tiga. Agar tidak ada penumpukan. Ini sebagai solusi ketika momen hari-hari besar,” tutupnya. (red)