Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PKS dari Dapil NTB 1 Pulau Sumbawa, H Johan Rosihan. (Ist)
Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PKS dari Dapil NTB 1 Pulau Sumbawa, H Johan Rosihan. (Ist)

NUSRAMEDIA.COM — Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan mendesak pemerintah agar membuat kebijakan yang tegas mengenai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah ditingkat petani.

Dengan harapan berpengharuh signifikan untuk meningkatkan pendapatan para petani. Karena, menurut dia, saat ini pemerintah belum menunjukkan keberpihakkan terhadap kesejahteraan petani sebagai fokus dari kebijakan pertanian.

Buktinya, kata Wakil Rakyat di Senayan jebolan asal Dapil NTB 1 Pulau Sumbawa itu, dari soal kebijakan harga gabah dan beras terlihat selalu merugikan petani sekedar uji coba yang terlihat dari adanya surat edaran.

Yaitu tentang harga batas atas gabah beras yang kemudian beberapa hari setelahnya dinyatakan dicabut atau tidak berlaku. “Adanya pola kebijakan seperti ini, mengindikasikan bahwa pemerintah belum memprioritaskan petani,” tegas Johan Rosihan, Kamis (9/3).

Oleh karenanya, politisi PKS yang dikenal vocal tersebut memintan Badan Pangan Nasional (Bapanas) agar segera menghitung ulang dan merevisi dengan cermat. Sehingga kebijakan harga yang dikeluarkan pemerintah sesuai dengan harapan petani.

Baca Juga:  Wagub NTB Ajak Orang Tua Tetap Semangat Tangani Stunting, Pemerintah Terus Hadir Dampingi

“Jadi harus betul-betul dihitung berapa ongkos produksi yang dikeluarkan petani saat ini,” kata pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Fraksi PKS MPR RI tersebut.

“Sebab mulai dari sewa lahan, upah tenaga kerja, harga pupuk, benih dan lain-lain saat ini mengalami kenaikan signifikan akibat naiknya harga BBM dan inflasi yang tinggi, jadi kalau harga gabah rendah maka petani pasti menjerit,” sambungnya.

Maka dari itu, Johan Rosihan meminta pemerintah harus konsisten dalam menetapkan HPP gabah sesuai dengan target capaian Nilai Tukar Petani (NTP) yang dituangkan dalam kerangka ekonomi makro yang sudah disampaikan pada masa pengajuan APBN 2024 oleh pemerintah.

“Artinya bahwa kesejahteraan petani adalah indikator pembangunan pertanian, maka sudah semestinya kebijakan harga termasuk HPP Gabah menjadikan peningkatan pendapatan petani sebagai dasar penetapannya,” tegasnya.

Baca Juga:  Peringatan Hari Bakti PU ke-80 dan KORPRI ke-54 : ASN Harus Kompak, Solid dan Siaga

Disisi lain, Johan Rosihan mengingatkan dan mendesak agar Perum Bulog bisa memaksimalkan penyerapan gabah petani. Terutama pada masa panen raya pertama ini.

“Evaluasi kita selama ini di DPR bahwa ternyata Bulog tidak bisa menyerap gabah petani sesuai target yang ditetapkan. Maka saya berharap, Bulog berkomitmen untuk membeli gabah petani sesuai dengan harga pasar (komersial) untuk kesejahteraan petani,” ungkapnya.

“Bulog harus mengamankan stok CBP (cadangan beras pemerintah) sebanyak 1,2 juta ton yang harus berasal dari serapan dari hasil petani bukan malah dari hasil impor,” kata Johan Rosihan menambahkan.

Lebih lanjut, ia berharap pemerintah dapat mendengar aspirasi dari kalangan petani dan organisasi petani yang selalu mengusulkan harga gabah bisa dinaikan menjadi Rp5000-Rp5.800 per/kg.

“Ketika puncak musim panen, rendahnya harga gabah selalu menjadi masalah serius bagi petani. Karena itu, pemerintah harus mengevaluasi diri agar jangan hanya bernarasi tentang petani sejahtera namun kebijakannya selalu membuat petani menderita,” tegas Johan Rosihan.

Baca Juga:  518 Honorer NTB Harap Ada Keberpihakan Kebijakan Pusat

Dikatakannya, pemerintah harus melibatkan petani dan stakeholders pertanian dalam penetapan HPP gabah dan beras. “Berhentilah melakukan kebijakan yang tidak matang dan terkesan asal-asalan. Beranilah untuk mengambil positioning bahwa meningkatkan pendapatan petani adalah prioritas dalam setiap kebijakan,” tegasnya.

Diungkapkannya, semuanya merasa prihatin ketika Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa saat ini terdapat 72,19 persen petani di negeri agraris ini merupakan petani berskala kecil (petani gurem) dengan rata-rata pendapatan bersih hanya sekitar Rp 5,23 juta dalam setahun.

“Artinya ketimpangan pendapatan petani begitu luar biasa, maka pemerintah harus hadir memberikan perlindungan dan pemberdayaan petani agar lebih sejahtera,” demikian tutup Johan Rosihan. (red)