

NUSRAMEDIA.COM — Dinas Kominfotik Provinsi NTB kembali menggelar Podcast Bintang. Ini merupakan podcast edisi ke-12. Adapun tema besar yang diangkat, yaitu : Literasi Media dan Perbukuan dalam Pusaran Demokrasi.
Nampak terasa spesial, podcast kali ini menghadirkan sosok narasumber yang cukup dikenal luas. Ia adalah Nurdin Ranggabarani. Selain sebagai Pegiat Literasi Perbukuan, ia juga dikenal sebagai sosok politisi vocal di NTB.
Diketahui pula, NR kerap Nurdin Ranggabarani disapa, merupakan eks Anggota DPRD Sumbawa hingga DPRD Provinsi NTB. Dikesempatan ini membagikan sedikit pencerahan/perspektif. Terkait pentingnya literasi dan budaya pustaka di kalangan politisi dan publik.
Menurut dia, perpustakaan besar di DPR RI menjadi bagian penting dalam memperkuat landasan teoretis serta referensi pembuatan regulasi. Menegaskan politisi, baik yang duduk di parlemen maupun aktivis politik.
Oleh karenanya mesti akrab dengan literatur dan menulis pemikiran kritis terhadap peristiwa sosial-politik. “Parlemen agar akrab dengan buku. Mereka juga harus menuliskan pikiran-pikiran kritis terhadap peristiwa,” katanya.
“Jangan sampai mereka abai terhadap wacana yang berkembang, melalui literasi demokrasi,” sambung pria yang juga mantan wartawan Majalah Sinar tersebut. Ia menambahkan, perpustakaan modern kini telah bertransformasi ke buku digital.
Fasilitas log-in dan akses daring memungkinkan masyarakat, termasuk politisi, mengakses bahan bacaan kapan saja dan darimana saja. “Perpustakaan maju dunia, sudah bertransformasi ke media digital sehingga sekarang banyak buku digital,” katanya.
“Untuk membacanya, kita perlu akses yang berkaitan dengan perpustakaan. Adanya gawai itu, lebih mempermudah kita mengakses dan membacanya,” imbuh penulis buku yang telah mengorbitkan tujuh karya itu.
Diceritakannya, pernah mengunjungi beberapa perpustakaan di beberapa negara. Perpustakaan yang fokus pada satu kajian tematik sehingga menurutnya, pembaca mudah mencari literatur inti dalam perpustakaan yang telah jelas spesifik koleksinya.
Model perpustakaan tematik juga disebutnya bermanfaat. Misalnya membayangkan adanya perpustakaan mengenai Gunung Rinjani atau Gunung Tambora, panduan pendakian, hingga sejarah lokal dan kisarannya bisa diakses oleh siapa pun secara fisik manual maupun digital.
“Saya dan kawan-kawan sedang mengembangkan ini di Sumbawa. Jadi nanti, anak cucu kita bisa melihat dan mengenal sejarah kita tentang peran tokoh-tokoh NTB yang hebatnya luar biasa,” imbuhnya.
Penulis dan Politisi Nurdin Ranggabarani berbagi wawasan proses kreatif menulis yang melihat besarnya peran dari tokoh-tokoh NTB yang belum banyak tercatat oleh sejarah.
“Saat menulis sebuah buku, kita membutuhkan kesan dan semangat. Jika kita tidak memanfaatkan buku untuk menulis sejarah atas peristiwa hebat, kita akan kehilangan sejarah luar biasa yang pernah ada oleh orang terdahulu,” tuturnya.
Pada perspektif literasi media, narasumber kedua Pegiat Literasi Media Yusuf Tantowi menggarisbawahi pentingnya memperkuat kemampuan mendengar, berpikir kritis, dan ketahanan mengidentifikasi arus informasi hoaks. “Kita wajib memiliki mindset kritis, agar tidak mudah terbuai oleh informasi yang mengandung hoaks,” tegasnya.
Dirinya menambahkan, era digital menuntut perubahan cara wartawan dan khalayak menyampaikan informasi. Kini bukan hanya melalui tulisan, tetapi juga narasi yang kuat dalam bentuk visual di media sosial platform digital.
“Kalau dulu, mungkin wartawan hanya menulis saja tak tampak fotonya dan suaranya. Kini, selain menulis berita, redaktur media perlu menyampaikan tajuk atau pendapat medianya melalui gambar dan suara,” katanya.
“Saat ini, media mengalami konvergensi yang memungkinkan bukan hanya tulisan tetapi memanfaatkan media sosial platform digital,” lanjut penulis buku sekaligus aktivis Lapeksdam NU tersebut.
Podcast Bintang edisi ke-12 menjadi ruang refleksi strategik, pentingnya literasi perbukuan untuk mengabarkan informasi atau peristiwa ketokohan yang mungkin belum terpublikasi. Sedangkan meningkatnya pemahaman masyarakat atau netizen terhadap literasi media dapat mengidentifikasi dan membedakan mana informasi yang hoaks dan manakah informasi yang sesungguhnya.
Diharapkan, kemampuan menulis dan membaca serta membangun budaya sarana pustaka sesuai perkembangan zaman dibutuhkan. Kesinambungan antara masifnya literasi perbukuan dan pemahaman terhadap literasi media bertautan serta berdampak pada sehat segarnya demokrasi. (red)












