NUSRAMEDIA.COM — Bobolnya pertahanan Indonesia dari serangan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak sangat disayangkan oleh Johan Rosihan selaku anggota Komisi IV DPR RI.
Menurut dia, hal ini patut dipertanyakan. Terutama soal sebaran wabah yang sangat cepat di seluruh pelosok negeri. “Saya mempertanyakan kinerja pemerintah. Dalam hal ini monitoring dan evaluasi (monev) tentang PMK ini,” sesalnya.
“Kementan harus menyampaikan data monev PMK dari hasil tes Lab selama lima tahun terakhir. Hal ini untuk melihat kemampuan kewaspadaan dini negara kita dari serangan wabah PMK, sehingga hari ini menjadi wabah yang menakutkan semua orang,” imbuhnya.
Pernyataan tersebut disampaikan Johan Rosihan saat mengikuti Rapat Kerja (Raker) Komisi IV dengan Menteri Pertanian pada Senin (23/5) di Gedung DPR RI, Jakarta.
Legislator Senayan asal Dapil NTB itu menduga selama ini pemerintah abai melakukan kewaspadaan melalui tes PMK pada hewan ternak. Sehingga, ketika muncul kasus dan dilakukan testing yang cukup masif, maka terbukti dibanyak provinsi telah terjangkit wabah PMK.
Oleh karenanya, Johan mengusulkan agar pemerintah memberikan kompensasi khusus kepada peternak untuk menanggulangi penyakit PMK. Karena saat ini, sebut dia, telah menyebar ke 15 provinsi dan perlu diwaspadai.
Apabila tidak diwaspadai dengan langkah jitu dan memutuas mata rantai sebarannya, tegas Johan, maka akan terus meluas. “Maksud dari kompensasi ini bertujuan untuk melindungi peternak agar mereka mau melaporkan sapi yang sakit atau mengalami gejala tertentu,” kata Johan.
“Ini sebagai strategi kerjasama untuk melindungi dan menjaga kesejahteraan peternak yang rugi akibat PMK. Dan sekaligus upaya jitu untuk mengendalikan PMK, karena hewan yang sakit dapat segera dimusnahkan agar tidak menyebar luas,” tambahnya.
Politisi PKS ini juga meminta pemerintah agar tidak meremehkan dampak sebaran PMK dengan hal-hal yang hanya bersifat simbolik, kampanye makan sate dan lainnya serta panduan penanganan yang keliru seperti pemberian obat dan vitamin bagi ternak yang sakit.
“Saya minta Menteri Pertanian mengikuti pendapat dari ahli kesehatan hewan. Yang perlu dipahami, bahwa ternak yang terinfeksi PMK memang bisa sembuh, namun virus tetap bertahan dalam tubuhnya,” jelas Johan.
“Sehingga menjadi carrier (pembawa) virus PMK ke hewan lain yang sehat. Maka langkah yang diambil adalah hewan terinfeksi PMK wajib dipotong dan diberikan ganti rugi berupa dana kompensasi kepada semua peternak,” tegasnya lagi.
Pria kelahiran asal Kabupaten Sumbawa, NTB ini menilai pemerintah telah gagal melakukan deteksi dini, sehingga penyebaran PMK terjadi begitu cepat.
“Sebentar lagi akan masuk moment Idul Adha dan pemerintah harus punya konsep untuk mengontrol pergerakan sapi yang berasal dari daerah, agar wabah tidak masuk ke Kawasan yang masih bebas PMK,” dorongnya.
“Penutupan jalur lalu lintas ternak secara menyeluruh juga pasti berdampak merugikan peternak pada moment Idul Adha, sehingga kontrol ketat pergerakan secara akurat penting untuk dilakukan,” lagi ujar Johan.
Maka dari itu, Johan dengan tegas meminta Kementan untuk meninjau ulang upaya pengobatan. Yakni berupa bantuan obat, vaksinasi, APD dan cairan disinfektan. Karena menurut banyak pakar, sambung dia, bahwa hal tersebut tidak efektif mencegah penularan PMK.
“Bekerjalah atas dasar ilmu pengetahuan dan data yang akurat. Dan tolong hentikan gimmick bahwa kematian ternak akibat PMK ini persentasenya kecil dan hanya terjadi pada ternak muda,” tegas Johan.
“Kementan harusnya merangkul semua stakeholders untuk bahu-membahu mencegah hewan terinfeksi, serta mengontrol pergerakan hewan secara akurat, dan bukan memilih metode pengobatan dan penyemprotan kandang dengan disinfektan,” demikian ia menambahkan. (red)