
NUSRAMEDIA.COM — Tepat pada Kamis 16 Januari 2025, Anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), H. Sambirang Ahmadi S.Ag., M.Si melakukan kunjungan ke daerah pemilihan (dapil)-nya.
Selain bersilaturahim dengan masyarakat, kunjungan yang dilakukan Legislator Udayana jebolan Dapil V Sumbawa-Sumbawa Barat itu dalam rangka melakukan Sosialisasi Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Provinsi NTB.
Giat berlangsung selama dua hari, yakni terhitung dari tanggal 16 Januari 2025 terlaksana sukses dilingkup Sumbawa. Malah warga nampak membludak antusias mengikuti dan menyambut kehadiran Sambirang Ahmadi.
Adapun dua (2) Ranperda yang disosialisasikan, yakni Ranperda Provinsi NTB Atas Perubahan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2024 terkait Jasa Kontruksi dan Ranperda Percepatan Pemenuhan Fasilitas Kesehatan (Faskes) Jalan.
Pada umumnya, kehadiran dua Ranperda yang disosialisasikan itu disambut baik oleh masyarakat Sumbawa. Hanya saja, mereka memberikan beberapa catatan sebaga saran atau masukan untuk dijadikan atensi.
Dengan harapan, kehadiran sejumlah Ranperda tersebut benar-benar berjalan efektif dan dapat dirasakan nyata akan manfaatnya kedepan. Ini demi kebaikan semua elemen, umumnya masyarakat dilingkup Provinsi NTB.
RANPERDA NTB ATAS PERUBAHAN PERDA 5/2024 JASA KONSTRUKSI
Pada giat sosialisasi Ranperda Atas Perubahan Perda 5/2014 terkait Jasa Konstruksi ini, nampak dihadiri pihak Gabungan Pelaksana Kontruksi Nasional (Gapensi) Kabupaten Sumbawa, sejumlah penyedia jasa kontruksi dan masyarakat lainnya.
Dalam pertemuan ini, Ketua Komisi III DPRD Provinsi NTB Sambirang Ahmadi menjelaskan, perubahan Ranperda ini disusun dalam rangka meningkatkan pemahaman dan kesadaran penyedia jasa dalam penyelenggaraan kontruksi.
Kemudian, kata dia meningkatkan pemahaman dan kesadaran pengguna jasa konstruksi terhadap hak dan kewajibannya. “Terutama dalam pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi,” sambung pria yang akrab disapa Haji Sambirang ini.
Tak hanya itu, masih kata dia, yakni termasuk pula meningkatkan pemahaman dan kesadaran pengguna jasa konstruksi terhadap hak dan kewajibannya dalam pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
“Ditetapkannya peraturan daerah terkait jasa kontruksi ini adalah sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam melakukan kegiatan penyelenggaraan dan pembinaan jasa konstruksi,” jelas Legislator PKS Udayana peraih suara terbanyak di dapilnya pada Pileg 2024 lalu.
Disebutkan, ada beberapa penambahan atau penyisipan pasal yang diatur ke dalam Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Jasa Kontruksi ini. Diantaranya yaitu pada Pasal 6A yang mengatur kewenangan pemerintah daerah provinsi pada sub-urusan jasa konstruksi.
Selanjutnya Pasal 7A yang mengatur pembinaan jasa konstruksi oleh pemerintah daerah provinsi dilaksanakan oleh gubernur melalui perangkat daerahnya. Kemudian Pasal yang terkait dengan pengawasan jasa konstruksi yaitu Pasal 12 A, 12 B, 12 C dan 12 D yang mengatur pemerintah daerah provinsi melakukan pengawasan penyelenggaraan jasa konstruksi sesuai dengan kewenangannya.
Pasal yang terkait dengan sistem informasi jasa Konstruksi yaitu Bab IXA dan Pasal 20 A dan 20 B yang mengatur pemerintah daerah wajib menyediakan data dan informasi yang akurat dan terintegrasi dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Selanjutnya, pasal yang terkait dengan penyelesaian perselisihan yaitu pasal 21A yang mengatur apabila terjadi sengketa dalam kontrak kerja konstruksi diselesaikan dengan prinsip dasar meusyawarah untuk mencapai mufakat.
Selain untuk mensosialisasikan, kedatangannya di tengah-tengah penyedia jasa kontruksi juga untuk menampung persoalan yang terjadi di lapangan. Sehingga nantinya hal tersebut akan dibahas kembali dalam pertemuan antara legislatif dengan eksekutif sebagai kajian lebih dalam terkait perubahan Ranperda dimaksud.
RESPON DAN MASUKAN/SARAN DARI PIHAK GAPENSI SUMBAWA
Wakil Ketua Gapensi Sumbawa Abdul Haji menyambut baik adanya perubahan Ranperda jasa kontruksi ini. Namun, menurut dia, ada beberapa catatan yang dianggap perlu dijadikan atensi. Terutama berkaitan dengan penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan Pemilihan Penyedia Kontruksi.
Penentuan HPS dinilainha sangat penting. Karena secara geografis dari beberapa daerah yang ada di NTB berbeda. Hal ini tentu akan mempengaruhi kondisi di harga satuan. Kemudian pada pasal 12J terkait penerapan standar K3 dan K4 diharapkan dapat dilakukan revisi kembali.
“Berkaitan dengan fungsi pengawasan dalam penyelenggaraan atau pemilihan penyedia ini yang perlu kita tekankan, karena memang sistem elektronik ini LPSE membuka ruang kepada semua bahkan bukan hanya di provinsi bahkan di seluruh indonesia ikut berkompetisi,” katanya.
“Di sini yang saya harapkan minimal pemerintah daerah dapat memberikan ruang prioritas bagi pengusaha lokal di NTB, sehingga tingkat kompetitif itu tidak terlalu merugikan pengusaha lockal,” sambungnya.
Ia lantas mencontohkan beberapa hal. “Contoh saja kita di Sumbawa kalau lelang itu berbeda biasanya cukup di sini kan main kita buang cukup 25 sampai 30 persen secara rasionalisasi itu sudah sangat jauh,” tuturnya.
“Karena pemerintah hanya mengizinkan overhead tipis 10 persen, dan ketika dibuang sampai 20 persenan jangankan overhead bahkan nilai real cost pun nilai konstruksi itu sudah jauh dilangkahi. Artinya, kita masuk ke kualitas pekerjaan itu jelas tidak menjamin berbeda dengan di daerah lain,” ujarnya.
Misalnya, ungkap dia, di KSB, Bima dan seterusnya ini juga harus ada fungsi yang bisa diterapkan di Perda yang bisa akan menjadi standar acuan dari semua daerah yang ada di kabupaten/kota. “Jadi tidak hanya di provinsinya saja, tetapi bisa menjadi pedoman bagi kabupaten/kota yang lain bisa melakukan penyesuaian,” tandasnya.
Ditambahkan H. Tarji Halim selaku Penasehat Gapensi Sumbawa H. Tarji Halim, pihaknya berharap standar harga terutama pada barang pabrikasi harus disesuaikan dengan situasi wilayah.
“Umpama sekarang harga semen di Sumbawa Rp1000 satu, tapi begitu dibawa ke daerah terpencil kan pasti beda. Begitupun dengan harga material yang lokal, ada yang tidak sesuai makanya terjadi ada perbedaan kualitas,” katanya.
“Nah, mungkin ini yang harus dipikirkan oleh pemerintah berkaitan dengan perencanaan, kadang kan konsultan terikat dengan anggaran yang sudah disediakan sekian. Jadi mereka rencanakan saja menghabiskan anggaran itu, nah nanti ada kualitas kadang-kadang perencana tidak mahu tau,” tutupnya. (red)
