OLEH :
H. Johan Rosihan, ST
Anggota Komisi IV DPR RI
Fraksi PKS dari Dapil NTB 1 Pulau Sumbawa
NUSRAMEDIA.COM — Program makan bergizi gratis adalah langkah progresif pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, khususnya bagi kelompok rentan. Tujuannya jelas: memastikan akses terhadap makanan bergizi yang mendukung pertumbuhan fisik dan mental.
Namun, di balik niat mulia ini, muncul tantangan besar terkait ketahanan pangan nasional. Pertanyaan mendasar yang patut diajukan: Apakah program ini mendukung swasembada pangan, atau justru memperlemah upaya kemandirian pangan Indonesia?.
DILEMA KETERGANTUNGAN IMPOR
Berita bahwa pemerintah akan mengimpor 200 ribu sapi dari Brasil untuk mendukung program makan bergizi gratis menjadi sorotan penting. Langkah ini menunjukkan bahwa produksi sapi lokal belum mampu memenuhi kebutuhan yang melonjak akibat program tersebut.
Ketergantungan pada impor daging sapi, serta beberapa bahan pangan lainnya seperti kedelai, gula, dan bawang putih, mengindikasikan bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam mencapai swasembada pangan.
Ketergantungan pada impor memiliki konsekuensi serius:
1. Peningkatan tekanan pada anggaran negara, karena fluktuasi harga global dapat menyebabkan biaya impor melonjak, sementara pemerintah harus tetap menjaga keberlanjutan program.
2. Ketidakberlanjutan jangka panjang, terutama jika pasokan global terganggu akibat krisis pangan dunia, perubahan kebijakan negara pengekspor, atau gangguan rantai pasok internasional.
Langkah impor, meskipun menjadi solusi cepat, harus dipertimbangkan dengan matang agar tidak mengorbankan agenda besar kemandirian pangan nasional.
MENGHUBUNGKAN PEOGRAM DENGAN SWASEMBADA PANGAN
Agar program makan bergizi gratis tidak hanya menjadi solusi instan tetapi juga mendukung swasembada pangan, pendekatan strategis perlu diterapkan. Program ini dapat menjadi pendorong untuk memperkuat sektor pangan lokal jika dirancang dengan mempertimbangkan aspek berikut:
PENGUATAN PRODUKSI LOKAL
Pemerintah harus fokus pada pengembangan sektor peternakan domestik melalui pemberian subsidi, pelatihan, dan akses teknologi bagi peternak lokal. Misalnya, memfasilitasi pembentukan klaster peternakan sapi berbasis komunitas yang terintegrasi dengan pengelolaan pakan dan kesehatan ternak.
DIVERSIFIKASI SUMBER PROTEIN
Ketergantungan pada sapi sebagai sumber protein utama harus dikurangi. Indonesia memiliki potensi besar dalam produksi ikan, ayam, dan kambing, yang dapat menjadi alternatif sumber protein hewani untuk mendukung program ini.
PENGUATAN INFRASTRUKTUR
Membangun fasilitas seperti gudang penyimpanan dingin (cold storage) dan jaringan distribusi yang efisien dapat membantu memastikan bahwa produksi lokal tidak hanya cukup, tetapi juga berkualitas dan tersedia di seluruh wilayah.
REFORMASI KEBIJAKAN
Pemerintah perlu melindungi pasar lokal dari serbuan produk impor dengan memberlakukan kuota atau tarif impor yang ketat. Selain itu, kebijakan yang mendorong konsumsi pangan lokal harus diperkuat melalui kampanye edukasi masyarakat.
PELUANG DARI PROGRAM MAKAN BERGIZI GRATIS
Meskipun tantangan besar terlihat jelas, program makan bergizi gratis sebenarnya memiliki potensi besar untuk mendorong transformasi dalam sistem pangan nasional:
Stimulasi Pasar Lokal: Dengan menjadikan peternak dan produsen lokal sebagai mitra utama program, permintaan yang stabil dapat menciptakan ekosistem produksi yang lebih kuat.
Penguatan Diversifikasi Pangan Lokal: Program ini dapat menjadi pintu masuk untuk mendorong konsumsi pangan lokal yang beragam, seperti ikan air tawar, sagu, dan hasil pertanian lokal lainnya.
Mendorong Teknologi dan Inovasi: Dengan meningkatnya kebutuhan bahan pangan bergizi, petani dan peternak akan terdorong untuk mengadopsi teknologi modern untuk meningkatkan produktivitas.
SWASEMBADA PANGAN : JALAN PANJANG YANG HARUS DILALUI
Mencapai swasembada pangan bukanlah hal yang mudah, tetapi juga bukan sesuatu yang tidak mungkin. Kunci utamanya adalah sinergi antara program makan bergizi gratis dengan kebijakan dan investasi untuk memperkuat produksi lokal.
Pemerintah harus memandang program ini tidak hanya sebagai upaya memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, tetapi juga sebagai peluang untuk membangun sistem pangan nasional yang mandiri, berkelanjutan, dan tahan terhadap krisis.
Jika langkah ini tidak diambil, program makan bergizi gratis bisa menjadi pedang bermata dua: memberikan manfaat jangka pendek, tetapi mengancam ketahanan pangan nasional dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menjadikan program ini sebagai bagian dari strategi besar menuju kemandirian pangan yang sejati.
HARAPAN
Program makan bergizi gratis dan swasembada pangan tidak boleh berjalan sendiri-sendiri. Keduanya harus terintegrasi untuk memastikan manfaat jangka pendek dan keberlanjutan jangka panjang.
Dengan memperkuat produksi lokal, mendorong diversifikasi pangan, dan melindungi pasar domestik, Indonesia tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat tetapi juga membangun ketahanan pangan yang kokoh.
Saatnya menjadikan program makan bergizi gratis sebagai langkah nyata menuju swasembada pangan, bukan sekadar solusi instan yang rapuh. (*)