NUSRAMEDIA.COM — Pemerintah Indonesia melalui Kedutaan Besar (Kedubes) Republik Indonesia Untuk Malaysia nampaknya memberhentikan pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Malaysia sementara mulai 13 Juli 2022. Hal itu diungkapkan oleh Duta Besar Indonesia Untuk Malaysia, Hermono pada Jum’at (15/7) lalu di Kuala Lumpur. Dia juga membeberkan alasan dilakukan penyetopan sementara terkait pengiriman PMI ke Malaysia.
Padahal ada kesepakatan pengiriman tenaga kerja domestik itu ditandatangani di Jakarta oleh Menteri Tenaga Kerja Kedua Negara pada 1 April 2022 lalu disaksikan oleh Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Ismail Sabri Yaakob. Alasan pertama, ungkap Hermono, karena Kerajaan Malaysia dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri Malaysia dan Kementerian Sumberdaya Manusia (KSM) setempat dinilai tidak menghargai Presiden RI, Joko Widodo yang melihat langsung proses penandatanganan MoU kedua negara dan penerapan sistem maid online (SMO).
Yaitu sistem rekrutmen yang di luar kesepakatan dalam MoU sehingga banyak PMI sektor Pembantu Rumah Tangga (PRT) tidak digaji cukup lama, yakni mencapai hingga 18 tahun. “Kita menemukan beberapa bukti bahwa Malaysia masih menerapkan sistem maid online (SMO), yaitu sistem rekrutmen yang di luar kesepakatan dalam MoU. Secara khusus SMO ini membuat posisi PMI kita menjadi rentan tereksploitasi,” kata Hermono.
“Karena mekanisme perekrutan ini melewati UU Nomor 18 Tahun 2017 mengenai perlindungan pekerja migran akhirnya PMI kita yang berangkat ke Malaysia tidak melalui tahapan yang legal,” tegasnya lagi. Pernyataan tersebut diungkapkan Dubes Indonesia Untuk Malaysia saat menerima kunjungan silaturahim Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB, I Gede Putu Aryadi bersama Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Pekerja Migran Indonesia (APPMI), Muazzim Akbar di Wisma Duta RI.
Diterangkannya, bahwa dengan tidak menjalankan MoU itu, maka PRT asal Indonesia banyak masalah dan setiap hari ada laporan, mulai dikuncikan pintu, bahkan sampai penyiksaan fisik. “Mereka melihat warga kita mudah sekali masuk ke Malaysia akibat SMO itu tidak diterapkan,” kata Hermono. Mantan Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Spanyol itu juga menegaskan, selama ini banyak pekerja asal Indonesia berfikir perlu Malaysia, padahal justru sebaliknya. Dimana Malaysia justru lebih memerlukan Indonesia.
“Kalau Malaysia bilang akan meninggalkan Indonesia dan memilih negara lain sebagai sumber pekerja, silahkan saja. Karena semua negara sumber pekerja yang disebut Malaysia itu justru terbalik,” kata dia. “Semua negara itu tidak berminat mempekerjakan warga negara mereka di ladang sawit. Intinya, kami tetap bertahan untuk tidak kirim CPMI (Calon Pekerja Migran Indonesia) ke Malaysia sampai kerajaan Malaysia siap tanda tangan MoU itu,” tambah Hermono dengan tegas.
Sekali lagi, masih kata dia, pihaknya akan tetap menutup kran pengiriman PMI sampai Malaysia melaksanakan MoU tersebut. “Yang kita tutup itu permohonan baru, kalau permohonan Job Order dan ID sebelum tanggal 12 Juli 2022 tetap diproses,” kata Hermono. Hermono menjelaskan, data usulan CPMI yang sudah masuk di Kedubes, dari sekitar 28 ribuan sudah berproses hanya 10 ribuan dan akan diberangkatkan pada bulan Agustus 2022 mendatang.
Tujuan MoU tersebut, kembali dijelaskan Dubes RI di Malaysia ini, sebenarnya untuk mengatasi dan mencegah terjadinya pelanggaran oleh pihak Kerajaan Malaysia seperti soal pembayaran gaji PMI yang tidak dibayarkam bertahun-tahun lamanya. “Para keranik di Malaysia ingin tourist datang bekerja, tapi tidak punya kontrak kerja. Jika demikian, siapa yang memberikan perlindungan terhadap pekerja kita. Mereka mau murah cepat, kualitas jelek, tapi siapa yang menjamin keselamatan pekerja kita,” terang Hermono.
Yang jelas, lanjut Hermono, kebijakan ini diambil supaya para Keranik atau pemilik perusahaan di Malaysia memperhatikan kepentingan Indonesia, namanya hubungan dua negara harus saling menghormati, saling percaya. “Mereka berfikir Indonesia 20 tahun yang lalu yang masih nurut, karena butuh pekerjaan, kita bukan mau mencari pekerjaan saja tapi cari keamanan dan kenyamanan serta jaminan. Jangan perlakuan pekerja Indonesia kayak budak lah,” tuturnya.
Hermono tidak melarang keinginan pihak Malaysia untuk membahas ulang beberapa point dalam MoU tersebut. Karena di Pasal 17 membolehkan masing-masing pihak mengusulkan pembahasan ulang. Kemudian pada Pasal 22 juga ada dijelaskan bahwa dibolehkan menghentikan atau pembatalan MoU. “Kami bukan menantang, tapi di MoU itu ada yang mengatur untuk membahas ulang dan menghentikan,” kata Hermono.
Penghentian pengiriman PMI ke Malaysia, kembali dikatakannya, itu sifatnya hold, namun yang sudah diproses dipersilahkan dan dilanjutkan. Oleh karenanya, Hermono berpesan kepada CPMI supaya tidak khawatir, karena yang sudah diproses tetap berjalan. “Langkah kita ini akan mempunyai posisi tawar di mata Malaysia, terlebih jika kita kompak. Ini soal harga diri bangsa,” pungkasnya.
Terkait hal ini, Kepala Dinas Nakertrans Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi menyambut baik atas apa yang dilakukan pemerintah pusat. Terlebih menurut dia, sikap yang diambil pemerintah pusat juga demi kebaikan PMI. Ditegaskannya, dalam hal ini NTB tentu mengikuti kebijakan pemerintah pusat. “Ya, kita mengikuti kebijakan pemerintah pusat untuk menghentikan sementara waktu penempatan PMI di Malaysia sampai pihak pemerintah malaysia mentaati kesepakatan yang sudah dibuat kedua negara,” ujarnya, Selasa (19/7) di Mataram.
“Ini bentuk perlindungan PMI kita secara maksimal. Kita tidak mau ada PMI kita yg diekploitasi. Apalagi diperlakukan tidak manusiawi. Tapi untuk job order yang sudah disetujui tetap jalan, tidak berhenti. Sampai saat penutupan sementara job order baru,
NTB telah memiliki 2.800 job order untuk sektor ladang sawit yang telah di approve atau disetujui di sistem KJRI. Ini tetap akan diproses pemberangkatannya,” demikian. (red)