NUSRAMEDIA.COM — Kehadiran Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2022 Tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) membuat pola proses perizinan berubah.
Dimana dengan adanya Perpres yang mulai diberlakukan sejak April 2022 lalu tersebut, telah mendelegasikan kewenangan perizinan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) khusus untuk izin pertambangan komoditas bebatuan, mineral bukan logam, dan IPL.
Demikian hal itu dikatakan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Nusa Tenggara Barat melalui Kepala Bidang (Kabid) Minerba, Trisman, Senin (6/6) kemarin kepada wartawan di Mataram.
“Sementara pemberian izin untuk pertambangan jenis logam masih kewenangan pemerintah pusat,” ungkap pria yang juga mantan Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) tersebut.
Menurut Trisman, Perpres itu merupakan amanat dari Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Minerba. “Jadi akibat dari adanya Perpres 55 ini, kewenangan perizinan komoditas bebatuan, mineral bukan logam dan IPL itu ada di Provinsi,” tegasnya.
“Dan untuk akselerasi perizinannya tetap akan menggunakan metode online dan tim provinsi terlibat sebagai evaluator. Sementara Pemerintah Pusat dalam hal ini tetap bertindak selaku pengawas. Delegasi kewenangan ini disebut juga sebagai dekonsentrasi kewenangan,” imbuhnya.
Dijelaskannya lebih lanjut, dengan adanya pendelegasian kewenangan perizinan itu, pihaknya mengaku akan siap memberikan pelayanan secara optimal. Termasuk dengan memberikan konsultasi kepada pihak yang mengajukan perizinan, sehingga proses perizinannya akan dilakukan dalam waktu yang cepat.
Karena, dikatakan Trisman, ketika proses perizinan masih ditingkat pusat memakan waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 3 hingga 4 bulanan. Oleh karenanya, pengurusan perizinan di tingkat provinsi akan diupayakan lebib cepat.
“Karena adanya konsultasi dan koordinasi langsung yang kita lakukan. Ini dalam rangka mempercepat pelayanan publik dan yang paling utama itu adalah, mengarahkan semua kegiatan tambang itu agar berizin,” tegas Trisman.
“Selama ini kita sering kali mendengar ada aktivitas tambang yang tidak mengantongi izin, karena memang dulu betul-betul kewenangan pemerintah provinsi tidak ada,” tambah Alumni Geologi Universitas Hasanuddin Makassar ini.
Ia juga tak menampik, bahwa kerap mendengar aktivitas pertambangan minerba bukan logam disejumlah titik lingkup NTB ini. Baik itu di Pulau Sumbawa maupun Pulau Lombok. Menurut Trisman aktivitas pertambangan yang paling ramai mencuat di Lombok Timur.
Karena di daerah itu, masih kata dia, adalah sumber material yang paling besar akibat letusan gunung rinjani, sehingga kualitas bebatuannya sangat bagus. “Sangking bagusnya kualitas bebatuan didaerah tersebut, teman-teman investor bahkan tertarik untuk mengekspornya ke Singapura,” ungkapnya.
Oleh karenanya, dia juga mengaku, akan tetap melakukan pengkajian terhadap aktivitas tambang bebatuan yang dilakukan secara besar-besaran dengan kuantitas yang cukup besar. Karena, menurutnya, ketika eksploitasi dilakukan secara besar-besaran sementara demandnya berkurang, maka dikhawatirkan akan berdampak terhadap harga pasar.
“Maka ketika itu terjadi, korbannya adalah masyarakat banyak. Karena disaat mineral itu berkurang stoknya, maka harganya akan naik dua kali lipat. Hal inilah yang nantinya akan kita atur dan batasi agar ada keseimbangan antara isu peningkatan produksi dan isu saving produk untuk menghindari produksi yang berlebihan yang nantinya akan berdampak pada stok kita sendiri,” paparnya.
“Jangan sampai kemudian ketika stok kita sendiri habis, justru kita yang malah bergantung dari luar. Sehingga perlu juga dilakukan pembatasan pemberian izin,” kata Trisman lagi. Untuk menindaklanjuti pola dan prosedur perizinannya, dia mengaku masih menunggu keluarnya Peraturan Gubernur (Pergub) yang akan berfungsi sebagai payung hukum sebagai dasar pelaksanaan lebih lanjut.
“Saat sekarang ini, Dinas ESDM telah merampungkan penyusunan Standar Operasional Pelayanan (SOP) untuk mengatur mekanisme dan prosedur pelayanan penerbitan perizinannya. Begitu pun dengan Peraturan Gubernur (Pergub) nya telah diajukan ke Gubernur melalui Biro Hukum. Ini bertujuan untuk menjamin adanya kepastian hukumnya,” demikian Trisman. (red)