
NUSRAMEDIA.COM — Penghentian ekspor konsentrat dari PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) bisa berdampak serius terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi NTB Tahun 2026.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB terancam kehilangan Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp 200 miliar. Baik DBH dari keuntungan bersih maupun DBH sumber daya alam dari royalti maupun izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
“Kalau itu yang terjadi kita bisa kehilangan potensi pendapatan DBH sampai Rp200 miliar. Ini dampaknya ke APBD 2026,” kata Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB H. Sambirang Ahmadi, S.Ag, M.Si, Jum’at (17/10/2025).
Disampaikan, hampir setiap tahun APBD NTB selalu terdongkrak dari perolehan DBH. Pada tahun anggaran 2024, misalnya, DBH yang mengucur ke NTB mencapai Rp383 miliar. Itu berasal dari DBH keuntungan bersih.
Pada APBD 2025, perolehan DBH turun menjadi Rp290 miliar. Perolehannya sangat tergantung pada volume produksi konsentrat yang bisa dijual ke luar negeri. Rumusnya, dari hasil keuntungan ekspor, 10 persen masuk ke negara.
Dimana enam (6) persen diantaranya mengucur ke provinsi. “Jadi semakin besar keuntungan perusahaan, maka keuntungan bersih semakin besar dana bagi hasil yang diperoleh daerah,” jelas pria yang juga Ketua Komisi III DPRD NTB tersebut.
Saat ini kondisi PT AMNT tidak sedang baik-baik saja, karena terkendala ekspor. Daya serap smelter belum sesuai target sehingga berpotensi pada penurunan keuntungan perusahaan. “Makanya kami di legislatif ikut mendorong ke pemerintah pusat agar diberikan relaksasi ekspor,” jelas Sambirang.
Lebih jauh, DPRD NTB mendukung langkah Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal untuk melakukan komunikasi dan lobi-lobi ke pemerintah pusat. Hal itu terkait dengan permohonan relaksasi ekspor konsentrat bagi PT AMNT.
Disampaikan, Gubernur Iqbal sudah berkomunikasi dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadia serta Kementeri Keuangan (Kemenkeu). Termasuk juga berkoordinasi dengan DPR RI. Awalnya, Komisi III DPRD juga berencana mendatangi Kementerian ESDM dan Kemenkeu.
Termasuk meminta audiensi dengan Komisi XII DPR RI yang membidangi sektor energi dan sumber daya mineral. “Rencana awalnya kami juga ingin ke pusat. Tapi kita tunggu dulu bagaimana hasil komunikasi Pak Gubernur ke pusat,” demikian Sambirang Ahmadi.
SOROTI KEBIJAKAN PUSAT
Anggota Banggar DPRD yang lain Muhamad Aminurlah mengkritik kebijakan pusat yang cendrung merugikan daerah. Termasuk NTB yang tidak bisa mengekspor konsentrat. “Jangan sampai kebijakan nasional ini merugikan daerah,” ujarnya.
“Katanya ingin daerah mandiri tapi di sisi lain daerah seperti dipersulit tidak bisa mandiri,” sambung Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) di DPRD NTB jebolan Dapil VI Dompu, Bima dan Kota Bima tersebut.
Pihaknya mendesak agar Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan mengizinkan untuk dilakukan relaksasi. Sehingga dalam waktu dua bulan ke depan PT AMNT bisa segera melakukan ekspor.
“Kalau sampai akhir tahun 2025 tidak bisa diekspor, maka konsentrat ini akan menumpuk. Mereka produksi terus tapi tidak diekspor. Kan pemerintah juga yang rugi,” pungkas Maman kerap Legislator PAN Udayana tersebut disapa. (red)













