Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PKS dari Dapil NTB 1 Pulau Sumbawa, H. Johan Rosihan, ST. (Ist)
Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PKS dari Dapil NTB 1 Pulau Sumbawa, H. Johan Rosihan, ST. (Ist)

NUSRAMEDIA.COM — Pernyataan Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) RI Sudaryono mendapat respon tegas dari Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan. Pasalnya, Wamentan mengklaim bahwa penghentian impor beras oleh Indonesia menjadi penyebab turunnya harga beras dunia.

Johan Rosihan menilai klaim itu patut dikaji lebih kritis. Karena harga beras di dalam negeri justru terus melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET). “Kalau benar Indonesia membuat harga beras dunia turun karena setop impor, kenapa justru harga beras di pasar dalam negeri masih tinggi dan di atas HET?,” tanyanya.

Baca Juga:  Syamsul Fikri Beberkan 13 Point Rekomendasi Strategis Banggar DPRD NTB

“Ini kontradiktif dan perlu penjelasan berbasis data, bukan sekadar klaim sepihak,” sambung Legislator Senayan dari Fraksi PKS jebolan Dapil NTB 1 Pulau Sumbawa tersebut. Mengacu pada data Badan Pangan Nasional (Bapanas) per 15 Mei 2025, harga beras premium di tingkat konsumen berada di angka Rp15.629/Kg.

Sedangkan HET untuk beras premium ditetapkan sebesar Rp14.900/Kg. Sementara itu, harga beras medium tercatat sebesar Rp13.647/Kg, melebihi HET sebesar Rp12.500/Kg. Maka dari itu, politisi PKS yang dikenal vocal itu mendesak Kementerian Pertanian (Kementan) dan Bapanas untuk melakukan evaluasi menyuluruh.

Baca Juga:  Indah Dhamayanti Putri Minta Perwosi Lebih Dekat dengan Masyarakat

Yakni terhadap dampak kebijakan penghentian impor terkait ketersediaan dan keterjangkauan beras di dalam negeri. “Masalah sebenarnya ada di distribusi, stok, dan potensi permainan harga oleh pedagang besar,” beber Johan Rosihan.

“Pemerintah harus serius mengatasi itu, bukan hanya bangga dengan klaim pengaruh global,” sambung Legislator PKS kelahiran Sumbawa itu. Johan Rosihan pun lantas menyarankan agar cadangan beras pemerintah (CBP) diperkuat dari hasil panen dalam negeri. Begitupun soal distribusinya agar dapat dipastikan berjalan efektif hingga ke wilayah rentan pangan. Karena kebijakan harus seimbang.

Baca Juga:  Peringatan Hari Kesaktian Pancasila : Perkuat Persatuan Demi Keutuhan

Pemerintah harus memikirkan petani ataupun konsumen. “Kebijakan pangan harus melindungi petani dan konsumen secara berimbang,” tuturnya. “Jangan sampai kebijakan jangka pendek justru menciptakan gejolak harga yang merugikan rakyat,” tutup Johan Rosihan. (red)