NUSRAMEDIA.COM — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat dan pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan diskusi bersama tentanf persoalan dunia usaha diwilayah NTB. Diskusi bersama itu berlangsung tepatnya di Hotel Santika pada Jum’at (2/9) lalu. Dimana Pemprov sendiri diwakili oleh Inspektur Inspektorat NTB, Ibnu Salim. Sedangkan dari KPK yaitu Nurul Ghufron selaku Wakil Ketua KPK.
Dikesempatan ini mereka bersepakat tentang pentingnya pembentukan kerjasama antara daerah (KAD). Disampaikan Ibnu Salim, permasalahan dunia usaha di NTB sangat penting, khususnya masalah KAD. Dimana pusat meminta dengan segera dilakukan pembentukan KAD, namun belum bisa terpenuhi. “Saya menganggap KAD sangat penting bagi dunia usaha kita,” katanya.
“Sehingga kita sangat hati-hati memilih personil yang terlibat, saya tidak ingin ada dari kita yang berbaju oranye,” imbuh mantan Kepala Satpol PP NTB tersebut. Menurut Ibnu Salim, regulasi dari pusat mengenai dunia usaha hanya memperberat pengusaha di daerah. Dengan adanya KAD, ia berharap bisa memperjuangkan para pengusaha di daerah yang kadang termarginalkan.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron berharap agar KAD dapat segera dibentuk untuk menjembatani antara dunia usaha dan pemerintah. “KPK hanya mendorong, kalau bisa pengusaha di daerah lah yang menyelesaikan bagaimana usahanya bisa fair, terbuka dengan aksesibilitas tinggi,” tegasnya.
Nurul Ghufron juga mengatakan bahwa, sejak berdirinya KPK dari 2004 sampai saat ini sudah menangkap sekitar 2.400 orang dan yang paling banyak adalah pihak swasta. Dimana sebagai penyuap dengan jumlah 374 orang dari pelaku usaha. “Korupsi tidak bisa terjadi apabila tidak ada deal antara dua pihak,” katanya.
“Disitulah sebagai pelaku usaha dimanapun pasti maunya juga untuk mendapatkan keuntungan,” sambung Nurul Ghufron. Memperkuat pemahaman, Wakil Ketua KPK juga mengatakan, indikator terjadinya korupsi adalah ketidakpastian, ketidakmudahan, dan ketidakterbukaan.
Ketiga poin tersebut masih sering terjadi ketika pengusaha mau melakukan perizinan tapi masih dipersulit dengan regulasi yang tumpang tindih. Sehingga, ‘suap’ menjadi jalan terakhir untuk mempermudah segalanya. “Mari kita hidupkan usaha sehat tanpa perlu suap,” demikian Nurul Ghufron. (red)