Beranda OPINI Komparasi Isu Nasional dan Daerah dalam Pileg dan Pilkada di NTB

Komparasi Isu Nasional dan Daerah dalam Pileg dan Pilkada di NTB

OLEH :
MIFTAHUL ARZAK
DIREKTUR OLAT MARAS INSTITUTE (OMI) 

NUSRAMEDIA.COM — Utak-atik waktu pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Legislatif dan Kepala Daerah di Indonesia menjadi perhatian masyarakat luas. Bersamaan dengan isu tersebut, kelangkaan minyak goreng, tiga periode Presiden Jokowi, naiknya harga bahan bakar minyak, dan berita politk maupun kebutuhan pokok masyarakat lainnya menghiasi layar media Indonesia.

Kaitan antara isu politik dan perut masyarakat tersebut tentunya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Terutama jika melihat bagaimana dan dimana posisi para politisi dan partai politiknya membahas beragam isu tersebut. Posisi dan sikap para politisi serta partai politiknya itu tidak dapat dianggap angin lalu saja.

Berkaitan dengan itu, masyarakat dapat menilai sikap-sikap para politisi, terutama jika sikap dan posisi mereka itu semakin digoreng dan diviralkan di dalam media, tentunya dengan beragam pro dan kontra. Bukan hanya pekerjaan rumah para elit politik di nasional saja, beragam isu tersebut menjadi tantangan bagi politisi di daerah juga.

Menurut Mujani, Liddle, Ambardi (2012) dalam buku Kuasa Rakyat, pergeseran pemilih Indonesia yang sebelumnya memilih partai politik dan politisi berdasarkan kecenderungan sosiologis atau memilih karena kedekatan kekeluargaan, pekerjaan, pendidikan, umur dan hubungan sosiologis lainnya mulai bergeser.

Terutama ketika pemilihan kepala daerah berada di tangan masyakat sekitar. Kini, dengan hadirnya era keterbukaan informasi dan didorong oleh kebebasan berekspresi dan berbicara, mulai mendorong masyarakat untuk memilih para perwakilan maupun pemimpinnya dengan lebih condong ke arah psikologi dan rasional.

Dimana masyarakat juga dapat menilai dari isu yang disuarakan partai politik terhadap kebijakan dalam dan luar negeri, serta peniliaan pribadi tentang kemampuan calon dan partainya. Mengerucut ke perpolitikan di Provinsi Nusa Tenggara Barat, beberapa bulan hingga tahun terakhir politik di beragam kepemimpinan kepala daerah hingga di tengah para legislator semakin dinamis.

Misalnya saja ketika para politisi yang mengevaluasi dengan cukup tajam program Gubernur dan Wakil Gubernur NTB, atau ketika partai kepala daerah (PKS dan Nasdem) tidak mendapat posisi pimpinan komisi di dalam tubuh DPRD Provinsi, dan baru-baru ini rotasi Pimpinan DPR Provinsi dari partai Gerindra yang memunculkan beragam pro dan kontra para akademisi di Kabupaten dan Kota Bima, namun di lain sisi ada isu rotasi pimpinan DPR Provinsi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang beralih adem-adem saja.
Bersikap dan memainkan isu politik tentunya perlu kehati-hatian.

Mencoba untuk menganalisis politik dengan cara mengkomparasikan isu nasional dan daerah, misalnya kemenangan partai politik dan legislatif yang banyak berefek dari pemilihan presiden dan wakil presiden. Dalam beberapa kajian politik, partai politik yang memajukan kadernya dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, maka elektabilitas partai tersebut akan berdampak pula.

Misalnya ketika pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Periode tahun 2004-2009 dan 2009-2014 ketika itu Presiden dimenangi oleh Presiden SBY. Uniknya, hampir di seluruh daerah Partai Demokrat naik daun dari pemilihan kepala daerah hingga legislatif. Terulang kembali ketika pemilihan Presiden dan Wakil Presiden periode tahun 2014-2019 dan 2019-2024 ketika pemilihan presiden dimenangi oleh Presiden Jokowi.

Hampir di seluruh tempat dari kepala daerah hingga legislatif dihiasi oleh partai berlogo banteng yaitu PDI- Perjuangan. Menariknya, walaupaun Prabowo subianto kalah, namun efeknya tetap berkibar di beberapa daerah, termasuk di Provinsi NTB. Dari beragaram survei, calon Presiden dan Wakil Presiden efek sangat berpengaruh. Namun, merujuk pada teori pemilih yang disampaikan oleh Mujani, Liddle dan Ambardi (2012) perlu juga diperhatikan.

Bahwa pengaruh penilaian masyarakat terhadap calon dari daerah pun turut beriringan. Maka, berhubungan isu pergeseran dan pembagian kursi kepemimpian dari komisi hingga pimpinan legislatif menjadi isu yang sensitif pula, terutama jika yang digeser cerdik dalam memainkan permainan berita. Maka, bisa jadi isu ini akan terus menarik untuk di bahas dan berpengaruh pada politik tahun 2024 mendatang. Hari ini kita melihat pergantian pimpinan DPR Provinsi dari partai Gerindra dijawab dengan tenang dan legowo, menandakan semuanya adem.

Melihat perpolitikan di Provinsi NTB ini cukup unik, dan bisa jadi berbeda dengan beberapa daerah yang sedikit memiliki keragaman suku. Sejak awal pemerintahan di Provinsi NTB dan di tubuh legislatifnya pun, masyarakat sering disuguhkan dengan pembagian posisi di tiga suku terbesar di NTB (Sasak, Mbojo dan Samawa).

Memang tidak diungkapkan secara gamblang, namun menjadi se-iya dan sekata bagi pemegang keputusan untuk merotasi beberapa jabatan. Secara professional mungkin ini tidak pas, namun itu lah keunikan di Provinsi NTB yang perlu disikapi oleh politisi dan partai politik di NTB, untuk memilih isu-isu yang dimainkan dan perlu berhati-hati, terutama pemilihan Legislatif dan Kepala Daerah tahun 2024 sudah di depan mata. (*)