
NUSRAMEDIA.COM — Fraksi Partai Gerindra DPRD Kabupaten Sumbawa menyampaikan pandangan umumnya terkait dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang diusulkan oleh pemerintah. Dalam rapat paripurna, Fraksi Gerindra menyatakan dukungan terhadap kedua Raperda tersebut, namun dengan memberikan sejumlah pertanyaan dan sorotan tajam, terutama terkait selisih anggaran dan kebocoran retribusi.
Rapat dipimpin oleh pimpinan sidang dan dihadiri oleh jajaran Forkopimda serta pejabat lingkup Pemerintah Kabupaten Sumbawa. Terkait Raperda Perubahan Kedua atas Perda Nomor 2 Tahun 2022 tentang Penyertaan Modal Daerah, Fraksi Gerindra mengapresiasi upaya pemerintah untuk memperkuat permodalan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Namun, mereka menemukan adanya ketidakcocokan data yang dinilai krusial.
Juru Bicara Fraksi Gerindra M Tahir mempertanyakan detail penyertaan modal untuk Perumda Air Minum Batulanteh yang tidak dijelaskan secara rinci dalam Raperda. Lebih lanjut, mereka menyoroti selisih angka dalam total penyertaan modal.
“Pada penjelasan sebelumnya, disebutkan bantuan untuk program Upland sebesar Rp300 juta dan penyertaan modal untuk PT BPR NTB (Perseroda) sebesar Rp4,305 miliar. Jika dijumlahkan, totalnya Rp4,605 miliar,” ungkap perwakilan Fraksi Gerindra. “Sementara itu, Pasal 7A Ayat 2 Raperda menyebutkan total penyertaan modal dari tahun 2023 hingga 2025 adalah Rp4,705 miliar. Ini berarti ada selisih sebesar Rp100 juta,” tandasnya.
Fraksi Gerindra meminta penjelasan dari Bupati Sumbawa mengenai selisih angka ini sebelum pembahasan dilanjutkan ke tahap berikutnya.
Mengenai Raperda Perubahan atas Perda Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Fraksi Gerindra menyetujui Raperda ini untuk dibahas lebih lanjut karena urgensinya dalam menyelaraskan aturan dengan kebijakan nasional. Namun, mereka menyoroti masalah yang kerap terjadi di lapangan, khususnya terkait retribusi parkir.
Fraksi Gerindra mendesak pemerintah untuk menciptakan sistem yang efektif guna mencegah kebocoran pendapatan dari retribusi parkir. Mereka membandingkan dua metode, yaitu penggunaan karcis dan penetapan besaran retribusi, dan meminta pemerintah untuk menjelaskan mana yang paling efektif dalam mengurangi kebocoran. “Kami berharap segala aspirasi dan tanggapan yang kami sampaikan mendapat respons positif dan dapat menjadi acuan untuk pembahasan selanjutnya,” pungkasnya. (red)