NUSRAMEDIA.COM — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB akan membangun Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT). Pembangunan KIHT akan dipusatkan di Pemotong, Kabupaten Lombok Timur. Demikian dikatakan Kepala Distanbun Provinsi NTB, Fathul Gani kepada wartawan, Senin (13/6) di Mataram.
Menurut dia, KIHT dibangun diatas areal seluas 1,30 hektare dengan anggaran sebesar Rp 27,8 miliar yang bersumber dari Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT). “Areal itu sebelumnya adalah milik Pemkab Lombok Timur yang sudah ditukar guling dengan lahan milik Pemprov NTB yang telah digunakan oleh Pemkab Lotim sebagai lokasi pasar,” ungkapnya.
Rencana pembangunan akan berlangsung selama lima bulan kedepan. Tentunya setelah melalui proses tender yang rencananya akan dilakukan sekitar Juli 2022 mendatang. “Dari awal perencanaan hingga pelaksanaannya nanti, pembangunan KIHT ini akan didampingi oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) sebagai pendamping pengawasan,” kata Fathul Gani.
“KIHT ini sendiri akan diresmikan pada 17 Desember 2022. Dimana nantinya akan dijadikan sebagai kado atau persembahan untuk Hari Ulang Tahun NTB yang ke 64,” imbuh mantan Kepala Dinas Ketahanan Pangan NTB ini. Dia menjelaskan, adapun dasar rencana pembangunan KIHT. Selain didasari oleh adanya semangat industrialisasi yang digaungkan melalui Program NTB Gemilang, juga didasari oleh adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang KIHT.
“Berdarkan hasil monitoring dan evaluasi (Monev) dari Bea Cukai tahun 2019, banyak sekali dijumpai penjualan tembakau iris yang tidak menggunakan pita cukai,” kata pria yang baru saja dilantik sebagai Kepala Distanbun NTB ini. “Dengan adanya KIHT ini, maka penggunaan pita cukai itu diharapkan dapat lebih meningkat sehingga akan berdampak pada peningkatan pendapatan Negara dari cukai tembakau serta dapat mengurangi penjualan tembakau iris tanpa pita cukai,” tambahnya.
Alasan lainnya, menurut Fathul Ghani, keberadaan KIHT ini juga dapat memberdayakan keberadaan para pengusaha kecil yang selama ini memproduksi rokok dalam skub industri rumahan. “Sekarang ini jumlah industri rumahan tembakau di NTB sudah banyak. Rencananya sudah ada 16 kelompok home industry yang sudah siap untuk menjadi bagian dari KIHT,” terangnya.
Pemerintah melalui OPD terkait, sambung dia, nantinya akan memberikan pembinaan, pelatihan dan melakukan quality control terhadap hasil produksi mereka. KIHT ini tentunya akan menjadi tempat yang nyaman bagi mereka karena keberadaan mereka akan menjadi legal karena adanya tempat mereka untuk berusaha.
Selain itu juga, masih kata Fathul Gani, akan memberikan kemudahan kepada mereka untuk mendapatkan pita cukai dari Bea Cukai yang berada dalam KIHT. “Nantinya, kalau mereka sudah mampu atau mandiri, akan digulirkan lagi pada home industry lainnya,” terang Kadistanbun yang juga didampingi Amad Rifai selaku Kabid Perkebunan Distanbun setempat.
Provinsi NTB dikenal sebagai salah satu lumbung produksi tembakau. Terlebih lagi, NTB dikenal dengan dua jenis tembakaunya yang cukup terkenal, yaitu tembakau rajang dan virginia. Sedangkan jumlah produksi tembakau rajang itu dapat mencapai angka 17 ribu ton dari luasan areal yang mencapai 10 ribu Ha. “Sementara untuk produksi tembakau virginia, berkisar 35 ribu ton sampai dengan 40 ribu ton,” demikian Fathul Gani. (red)