Puluhan jurnalis dari berbagai organisasi yang tergabung dalam Koalisi Kebebasan Pers "menggedor" Kantor DPRD Provinsi NTB. (Ist)
Puluhan jurnalis dari berbagai organisasi yang tergabung dalam Koalisi Kebebasan Pers “menggedor” Kantor DPRD Provinsi NTB. Massa aksi diterima oleh Kepala Bagian Keuangan Sekretariat DPRD NTB, Sabirin Alam didampingi Humas DPRD NTB, Lalu Juan Hilary. (Ist)

NUSRAMEDIA.COM — Puluhan jurnalis dari berbagai organisasi yang tergabung dalam Koalisi Kebebasan Pers “menggedor” Kantor DPRD Provinsi NTB, Selasa (21/05/2024).

Kedatangan mereka untuk unjuk rasa sebagai bentuk penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran 2024.

Dimana RUU itu saat ini sedang dibahas ditingkat DPR RI. “RUU Penyiaran ini mengandung beberapa pasal yang kontroversial,” kata Ketua IJTI Riady Sulhi.

“Dan berpotensi mengancam kebebasan pers serta independensi media di Indonesia, karenanya kita harus menolaknya. Tolak RUU Penyiaran!,” ujarnya dalam orasinya.

Seketika para awak media pun langsung menyambut dengan teriakan penolakkan secara kompak. “Tolaaaak,” kata mereka kompak dengan lantang.

RUU Penyiaran 2024 merupakan revisi dari UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002, namun, draft RUU ini masih memicu kekhawatiran. Karena adanya pasal-pasal yang melarang kegiatan produk jurnalisme investigasi yang tumpang tindih dengan UU Pers Nomor 40.

Baca Juga:  PBSI Sumbawa Siap Gelar Kejuaraan Bulu Tangkis Pelajar se-NTB Piala Gubernur

“Apakah setuju RUU Penyiaran ini dibatalkan?,” tanya H. M. Syukur, Ketua SMSI NTB juga dalam orasinya di kesempatan. “Setujuuu,” jawab peserta aksi. “Untuk itu mari kita katakan tolak dengan serempak,” sambung Syukur. Yang dijawab “Tolak, tolak, tolak” oleh para jurnalis tersebut.

Berikut pernyataan sikap yang disampaikan Koalisi Kebebasan Pers yang terdiri dari IJTI, PWI, AJI, AMSI dan SMSI Provinsi Nusa Tenggara Barat kepada DPRD Provinsi NTB :

1. Tolak RUU Penyiaran yang mengekang kebebasan pers apapun dalilnya. Kebebasan pers merupakan nyawa terwujudnya pers yang sehat dan bermartabat.

2. Menuntut DPR RI meninjau ulang RUU Penyiaran pasal 42 dan 50 B tentang pembatasan kewenangan jurnalisme investigasi yang dinilai akan mengebiri fungsi pers sebagai salah satu pilar demokrasi.

3. Merevisi Pasal 34 sampai 36 RUU Penyiaran tentang kewenangan KPI menyelesaikan sengketa pers selain Dewan Pers, karena dikhawatirkan rentan intervensi.

Baca Juga:  Kolaborasi Fraksi PKS MPR RI dan LATS Gelar Lokakarya Akademik Bahas Penguatan Tata Kelola SDA Sumbawa

4. Revisi RUU Pasal 50 B ayat 2 tentang kebebasan berekspresi lewat ancaman kabar bohong dan pencemaran nama baik.

Untuk diketahui, massa aksi diterima oleh Kepala Bagian Keuangan Sekretariat DPRD NTB, Sabirin Alam didampingi Humas DPRD NTB, Lalu Juan Hilary.

Dikesempatan itu, Sabirin Alam menyampaikan permohonan ma’af lantaran Pimpinan dan Anggota DPRD Provinsi NTB tidak bisa hadir menemui.

Ini disebabkan sedang melaksanakan kunjungan kerja ke luar daerah. Oleh karena itu, pihaknya akan menyampaikan dokumen yang diberikan untuk disampaikan pada Pimpinan DPRD.

Temasuk soal permohonan penjadwalan/penerimaan audiensi koalisi untuk segera ditindaklanjuti dengan Ketua DPRD dan Komisi terkait dalam waktu dekat.

“Kami mohon maaf, pimpinan dan anggota dewan tidak bisa menemui karena sedang melaksanakan tugas ke luar daerah. Dokumen yang kami terima ini akan kami sampaikan kepada pimpinan DPRD NTB,” katanya.

Baca Juga:  HUT NTB ke-67 : "Gerak Cepat, NTB Hebat"

Sekedar informasi, salah satu wartawan senior lainnya yakni Fahrul Mustofa menjelaskan, bahwa sebelumnya massa aksi mendatangi gedung DPRD NTB dengan jalan mundur.

Setelah sampai depan pintu gerbang DPRD NTB para peserta aksi meletakkan ID pers masing-masing dan ditaburi bunga sebagai bentuk protes mundurnya demokrasi dan pembungkaman pers.

“Aksi demo diwarnai dengan atraksi jalan mundur sebagai bentuk kekecewaan dari depan Kantor Pusat Bank NTB Syariah hingga di depan Kantor DPRD setempat,” ujarnya.

“Sebab, ada salah satu pasal yang melarang liputan investigasi. Padahal liputan investigasi itu adalah ruh jurnalisme,” imbuh Fahrul Mustofa.

Setelah dokumen tuntutan tersebut diterima oleh pihak DPRD Provinsi NTB, ungkap wartawan Pos Bali tersebut, kemudian massa aksi membubarkan diri secara tertib. (red)